JAKARTA — Temuan mengenai operasional bandara dan pelabuhan di kawasan industri Morowali tanpa kehadiran penuh perangkat negara kembali memicu kekhawatiran publik tentang potensi pelanggaran kedaulatan. Setelah Menteri Pertahanan menyebut adanya fasilitas vital yang berjalan tanpa imigrasi, bea cukai, dan karantina, sejumlah tokoh energi, akademisi, dan purnawirawan TNI memberikan respons keras dalam sebuah diskusi nasional yang membahas keamanan dan tata kelola industri strategis.
Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), sebagai pusat industri pengolahan nikel terbesar di Indonesia, menjadi sorotan karena dituding tidak memberikan akses penuh kepada aparat negara. Para tokoh menilai situasi ini bukan hanya persoalan administratif, tetapi menyangkut otoritas negara dalam mengawasi wilayah yang mengelola sumber daya mineral bernilai tinggi.
Berikut rangkuman lengkap pandangan para tokoh.
Sri Radjasa: Ada Celah Serius dalam Pengawasan Negara
Pemerhati intelijen dan geopolitik Sri Rajasa menjadi salah satu tokoh yang pertama kali menghubungkan persoalan bandara Morowali dengan masalah pengawasan sumber daya alam. Menurutnya, ketidakhadiran instrumen negara dalam kawasan industri besar membuka peluang terjadinya aliran barang tak terpantau.
“Ini bukan perkara satu bangunan bandara, tetapi seluruh kawasan industri yang tidak berada dalam kendali penuh negara,” ujarnya.
Ia memperkuat pernyataannya dengan menyebut laporan perdagangan mineral internasional.
“Kalau data Tiongkok menunjukkan 5,6 juta ton bijih nikel tercatat masuk sepanjang 2020 hingga 2023, sementara Indonesia telah melarang total ekspor bijih sejak 2020, itu artinya ada aliran barang yang keluar tanpa pengawasan,” kata Sri Radjasa.
Ia menegaskan bahwa permasalahan tersebut tidak bisa dipisahkan dari lemahnya kontrol negara terhadap kawasan industri yang berstatus strategis.
“Ini celah besar. Kalau negara tidak hadir, tentu ada pihak lain yang mengambil alih kontrol. Itu yang berbahaya dalam konteks kedaulatan.”
Prof. Anthony Budiawan: “Aparat Tidak Bisa Masuk, Ini Masalah Besar”
Akademisi sekaligus pengamat industri, Prof. Anthony, menyampaikan pandangan bahwa persoalan Morowali jauh melampaui isu bandara.
“Masalahnya bukan pada panjang landasan, jenis pesawat yang mendarat, atau izin operasional. Masalah utamanya adalah aparat negara tidak bisa masuk dengan leluasa,” tegasnya.
Menurut Prof. Anthony, kondisi ini menunjukkan adanya pola manajemen kawasan yang tidak selaras dengan kewenangan negara.
“Kalau gubernur saja tidak bisa masuk tanpa izin, itu menimbulkan tanda tanya besar. Bagaimana dengan imigrasi? Dengan bea cukai? Dengan aparat keamanan?” ujarnya.
Ia menilai bahwa kawasan industri strategis semestinya memiliki regulasi pengawasan yang ketat, mengingat potensi risiko pada aspek pertahanan dan ekonomi.
“Ada ribuan tenaga kerja asing, ada lalu lintas barang berfrekuensi tinggi, ada sumber daya strategis yang diproduksi. Semua itu membutuhkan mekanisme kontrol negara. Kalau itu hilang, maka negara kehilangan kendali.”
Prof. Anthony juga menyinggung dampak lingkungan dan risiko geopolitik yang dapat timbul dari industri nikel yang terkonsentrasi.
“Kita bicara soal masa depan negara. Kalau negara tidak hadir, dampaknya bukan hanya saat ini, tapi juga puluhan tahun ke depan.”
Jenderal (Purn) Muryono: “Kalau Saya Menhan, Saya Tutup Hari Itu Juga”
Mantan pejabat tinggi TNI Jenderal (Purn) Muryono menilai temuan tentang operasional bandara tanpa perangkat negara sebagai bentuk kelalaian yang tidak dapat ditoleransi.
“Bagaimana mungkin ada bandara yang disebut pernah punya izin internasional tetapi tanpa imigrasi dan bea cukai? Ini kelalaian serius,” katanya.
Menurutnya, fasilitas vital seperti bandara, pelabuhan, dan jalur logistik tidak boleh berada di luar pengawasan negara. Ia menilai temuan ini harus segera mendapat respons.
“Kalau saya menjadi Menteri Pertahanan, saya tutup hari itu juga. Ini bukan soal administrasi, ini soal kedaulatan,” ujarnya menegaskan.
Ia juga mempertanyakan bagaimana kawasan sebesar itu, dengan pergerakan barang dan manusia dalam jumlah besar, bisa tidak terpantau oleh kementerian terkait.
“Negara harus menguasai setiap jengkal wilayahnya, terutama yang berkaitan dengan pertahanan dan ekonomi strategis. Kalau tidak, kita membuka ruang bagi pihak asing untuk masuk dan mengatur.”
Laksamana (Purn) Sunarto: “Ini Pengkhianatan Telanjang”
Pernyataan paling keras berasal dari Laksamana (Purn) Sunarto, yang menyebut kondisi tersebut sebagai ancaman langsung terhadap keamanan nasional.
“Ini bukan lagi soal fasilitas tanpa izin. Ini pengkhianatan telanjang, dan negara tidak boleh membiarkannya berlarut-larut,” ujarnya.
Sunarto menilai bahwa pemerintah perlu mengusut keterlibatan pihak-pihak yang membiarkan situasi tersebut terjadi.
“Kalau bandara bisa beroperasi tanpa perangkat negara, tanpa imigrasi, tanpa pengawasan, itu berarti ada otoritas yang sengaja menutup mata,” katanya.
Menurutnya, kondisi demikian tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melemahkan posisi Indonesia dalam geopolitik regional.
“Indonesia adalah negara besar. Kita tidak boleh membiarkan praktik-praktik seperti ini mencederai kedaulatan.”
Jenderal (Purn) Sunarko: “Jarum Jatuh Saja Harus Tahu, Kok Ini Tidak?”
Tokoh militer lainnya, Jenderal (Purn) Sunarko, mempertanyakan bagaimana pemerintah bisa mengaku baru mengetahui situasi tersebut.
“Dalam doktrin pertahanan, jarum jatuh saja kita harus tahu. Kok bisa ada kawasan besar dengan bandara dan pelabuhan yang tidak diawasi negara?” katanya.
Ia bahkan menyebut bahwa situasinya menunjukkan adanya “tangan kuat” di tingkat pusat yang melindungi pihak tertentu.
“Tidak mungkin ini terjadi tanpa ada dukungan dari Jakarta. Tidak mungkin aparat daerah tidak tahu, pusat tidak tahu, kecuali ada sesuatu yang ditutup-tutupi,” tegasnya.
Ia memperingatkan bahwa fasilitas tanpa pengawasan negara berpotensi menjadi jalur masuk aktivitas ilegal.
“Ini celah besar untuk narkoba, senjata, amunisi, logistik tertentu, bahkan tenaga kerja asing ilegal. Semua bisa masuk kalau negara tidak hadir.”
Narko mendesak pemerintah melakukan investigasi total.
“Pengawasan harus total. Negara tidak boleh kehilangan kendali atas wilayahnya sendiri.”
Desakan Audit dan Penegakan Regulasi
Para tokoh sepakat bahwa pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret, antara lain:
Mengembalikan instrumen negara seperti imigrasi, bea cukai, dan karantina ke seluruh fasilitas IMIP.
Melakukan audit menyeluruh terhadap izin bandara, pelabuhan, dan jalur logistik.
Memastikan seluruh operasional industri strategis berjalan sesuai regulasi nasional.
Mengusut kemungkinan penyalahgunaan kewenangan dan aliran barang ilegal.
Menghindari praktik yang membuat kawasan industri menjadi “wilayah eksklusif” di luar kontrol negara.
Mereka juga meminta pemerintah memperkuat koordinasi lintas kementerian, terutama antara Kementerian Perhubungan, Kementerian Investasi, Kementerian Pertahanan, serta aparat penegak hukum.
Pemerintah Diminta Bertindak Tegas
Sejumlah tokoh menilai bahwa temuan ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki tata kelola industri strategis dan memastikan kedaulatan negara tetap tegak.
“Negara tidak boleh kalah oleh investasi,” kata Sri Rajasa.
“Kedaulatan itu harga mati,” tambah Jenderal Narko.
Hingga kini, pemerintah pusat maupun pengelola kawasan belum mengeluarkan pernyataan resmi lanjutan terkait temuan tersebut. Namun, para tokoh mendesak agar langkah konkret segera dilakukan.
“Ini bukan persoalan wacana. Ini harus ada tindakan nyata,” tegas Laksamana Sunarto.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Sampaikan Duka Mendalam Atas Banjir dan Lonsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar

Tim Penjaringan dan Penyaringan Tetapkan Muhammad Nabil Calon Tunggal Bacaketum KONI Jatim

Korban banjir di Indonesia mengumpulkan puing-puing rumah dan mata pencaharian yang hanyut

Banjir Utara Sumatera, Hanura Minta Pemerintah Tetapkan Status Bencana Nasional

Satu juta orang dievakuasi di Indonesia karena jumlah korban tewas akibat banjir melampaui 600

Kubu Alumni UGM Tantang Andi Aswan, Minta Salinan Ijazah Jokowi Dibawa Ke PN Solo

Jokowi dan LBP Tiba Saatnya Akan Ditangkap Rakyat

Beda Pendapat Rektor UGM vs AI, Faizal Assegaf: Yang Jujur Robot Atau Manusia?

Bantuan Terlambat Datang, Warga Tapanuli Jarah Supermarket

Prabowo, Sampai Kapan Engkau Bertahan Dengan Sikapmu?








No Responses