Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Saya mengamati ada hal-hal yang menarik dalam pidato pelantikannya pak Prabowo sebagai presiden pada tanggal 20 Oktober 2024. Pertama pak Prabowo memiliki daya ingat yang tinggi – tanpa membaca catatan menyebut satu persatu nama dan jabatan tamu-tamu penting 19 kepala negara, 19 kepala pemerintah serta 15 utusan khusus negara-negara sahabat antara lain Sultan dan para Perdana Menteri.
Prabowo di dalam pidatonya menyinggung berbagai hal, mulai dari potensi ancaman dan tantangan ke depan bagi Indonesia, upaya memerangi korupsi, mengajak konsolidasi seluruh komponen bangsa buat bersama-sama mewujudkan cita-cita Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, sampai janji buat terus memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
Kedua, ada penggalan pidato pak Prabowo itu – menurut saya “sepertinya menyindir” atau mungkin “tidak sengaja” mengkritik pihak-pihak, termasuk pemerintahan lalu yang terlalu menonjolkan keberhasilan-keberhasilannya yang dituangkan dalam angka-angka statistik. Padahal kondisi sebenarnya tidak seperti keberhasilan yang ditonjol-tonjolkan itu.
Persisnya pak Prabowo mengatakan: “Kita sebagai pemimpin politik jangan kita terlalu senang melihat angka-angka statistik yang membuat kita terlalu cepat gembira, terlalu cepat puas padahal kita belum melihat gambaran sepenuhnya. Kita merasa bangga bahwa kita diterima di kalangan G20. Kita merasa bangga bahwa kita disebut ekonomi ke-16 terbesar di dunia, tapi apakah kita sungguh-sungguh paham dan melihat gambaran utuh dari keadaan kita? Apakah kita sadar bahwa kemiskinan di Indonesia masih terlalu besar?”
Seperti diketahui bahwa pemerintahan pak Jokowi sebelumnya sering menyebut keberhasilan-keberhasilannya antara lain Indonesia bisa diterima kelompok negara-negara G20; menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara yang ekonominya salah satu terbesar didunia. Tapi bagi pak Prabowo semua itu berbeda dengan kenyataan yang ada misalkan soal kemiskinan itu, soal kebocoran uang negara, penyimpangan-penyimpangan, kolusi di antara para pejabat politik, pejabat pemerintah, di semua tingkatan, dengan pengusaha-pengusaha yang nakal, pengusaha-pengusaha yang tidak patriotik. “Terlalu banyak saudara-saudara kita yang berada di bawah garis kemiskinan. Terlalu banyak anak-anak yang berangkat sekolah tidak makan pagi. Terlalu banyak anak-anak kita yang tidak punya pakaian untuk berangkat sekolah.”, kata pak Prabowo sambil mengatakan bahwa bangsa harus berani melihat kenyataan yang sebenarnya itu.
Ada lagi penggalan pidatonya pak Prabowo – menurut saya juga menyindir pihak-pihak yang terlibat pada praktek nepotisme ketika dia mengatakan: “Kita harus selalu ingat, setiap pemimpin dalam setiap tingkatan harus selalu ingat, pekerjaan kita harus untuk rakyat. Bukan, bukan, bukan kita bekerja untuk diri sendiri. Bukan kita bekerja untuk kerabat kita. Bukan kita bekerja untuk pemimpin-pemimpin kita.”
Sementara masyarakat mengetahui presiden Jokowi secara terang-terangan mengusahakan dengan segala cara termasuk merubah Undang-Undang agar kerabatnya, putra-putranya, menantunya berhasil menduduki jabatan-jabatan tinggi negara.
Acara pelantikan Prabowo dan Gibran oleh MPR itu sejatinya harus khidmat, namun terasa seperti acara kampanye politik dilapangan terbuka karena para anggota MPR/DPR yang terhormat berteriak berkali-kali menyebut nama Prabowo , sedangkan Prabowo sendiri cara pidatonya juga mengebu-ngebu dengan nada tinggi seperti dalam suatu kampanye.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Sedikit Catatan Pasca Pemeriksaan di Polda Metro Jaya (PMJ) Kemarin

Operasi Garis Dalam Jokowi: Ketika Kekuasaan Tidak Rela Pensiun

Penasehat Hukum RRT: Penetapan Tersangka Klien Kami Adalah Perkara Politik Dalam Rangka Melindungi Mantan Presiden Dan Wakil Presiden Incumbent

Negeri di Bawah Bayang Ijazah: Ketika Keadilan Diperintah Dari Bayangan Kekuasaan

Novel “Imperium Tiga Samudra” (11) – Dialog Dibawah Menara Asap

Wawancara Eksklusif Dengan Kol (Purn) Sri Radjasa Chandra (3-Tamat): Korupsi Migas Sudah Darurat, Presiden Prabowo Harus Bertindak!

Wawancara Eksklusif Dengan Kol (Purn) Sri Radjasa Chandra (2): Dari Godfather ke Grand Strategi Mafia Migas

Wawancara Eksklusif dengan Kolonel (Purn) Sri Radjasa Chandra (1): “The Gasoline Godfather” Dan Bayangan di Balik Negara

Republik Sandiwara dan Pemimpin Pura-pura Gila

Jokowi Dan Polisi Potret Gagalnya Reformasi




No Responses