Prof Paiman Raharjo, Inspirator Kaum Miskin Naik Kelas

Prof Paiman Raharjo, Inspirator Kaum Miskin Naik Kelas
Prof Paiman Raharjo

Oleh: Rokhmat Widodo
Guru Bahasa Indonesia SMK Luqmanul Hakim Kudus

Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel saya pada Senin pagi, 27 Juli 2025. Isinya sederhana—sebuah foto dua orang yang berdiri berdampingan, tersenyum hangat. Salah satu dari mereka adalah sahabat saya, dan yang satu lagi, tak lain dan tak bukan: Prof. Dr. Paiman Raharjo, M.Si., M.M., sang Rektor kampus bergengsi.

Melihat foto itu, saya tersentak oleh satu kenangan lama: nama Paiman bukanlah nama asing bagi saya. Ia adalah simbol perjuangan anak desa yang tak menyerah pada nasib. Kisah hidupnya adalah representasi nyata dari semangat yang membakar, dari perjuangan yang tidak instan. Ia bukan hanya akademisi, bukan sekadar rektor, bukan semata mantan wakil menteri. Lebih dari itu, Prof. Paiman adalah inspirasi hidup bahwa kemiskinan bukan akhir cerita—tapi bisa jadi awal dari lompatan besar.

Prof. Paiman Raharjo lahir dan tumbuh di pelosok Klaten, Jawa Tengah. Sebuah daerah yang dalam banyak hal masih lekat dengan kemiskinan struktural. Ia hidup di tengah keluarga sederhana, dengan ekonomi yang jauh dari kata cukup. Namun, di balik segala keterbatasan itu, tersimpan api semangat yang luar biasa.

Saat remaja, ia menyadari bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan keluar dari kemiskinan. Maka ia merantau ke Jakarta dengan modal pas-pasan, bahkan bisa dibilang nyaris tanpa apa-apa. Ia bekerja serabutan: menjadi tukang sapu, menjadi satpam, dan melakukan pekerjaan kasar lainnya—semua demi satu hal: bisa kuliah.

Tak banyak anak muda hari ini yang tahu, bahwa sosok intelektual yang kini tampil gagah dengan jas akademik itu dulunya adalah penyapu lantai dengan sepenuh tenaga dan keikhlasan, membagi waktu antara kerja keras dan kerja cerdas.

Setelah menyelesaikan kuliah S1-nya, Prof. Paiman terus menempuh jenjang akademik berikutnya hingga meraih gelar doktor dan akhirnya menjadi guru besar. Kariernya di kampus pun menanjak, hingga akhirnya dipercaya menjadi Rektor Universitas Moestopo (Beragama).

Namun perjuangan Paiman tidak berhenti di situ. Ia aktif dalam berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat, dan keahliannya dalam ilmu manajemen serta pengelolaan pembangunan desa menarik perhatian banyak pihak. Tak heran, kemudian ia ditunjuk menjadi Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia. Di posisinya itu, ia tak pernah lupa akar identitasnya sebagai anak desa. Ia menjadi penghubung antara kebijakan pusat dan jeritan rakyat kecil yang selama ini nyaris tak terdengar.

Dan kini, kiprahnya berlanjut sebagai Rektor University of Jakarta International, sebuah kampus berstandar global yang membuka akses pendidikan berkualitas tinggi bagi generasi muda Indonesia.

Satu hal yang membuat Prof. Paiman begitu berbeda adalah kerendahan hatinya yang luar biasa. Ia tidak pernah menutupi masa lalunya. Bahkan, ia sering dengan bangga menceritakan bahwa dulu ia hanya seorang penyapu lantai. Ia menyebut masa-masa itu sebagai “sekolah kehidupan”, tempat ia belajar ketekunan, disiplin, dan keikhlasan.

“Jangan malu jadi orang kecil. Malulah kalau sudah besar tapi tak bermanfaat bagi orang kecil,” ujar Prof. Paiman dalam sebuah wawancara.

Kata-kata itu menjadi mantra bagi ribuan mahasiswa dan pemuda yang kini menjadikan dia sebagai panutan. Banyak dari mereka yang terlahir miskin, kini berani bermimpi tinggi karena melihat teladan nyata di depan mata: bahwa kesuksesan bukanlah warisan, tapi hasil kerja keras dan keyakinan.

Di bawah kepemimpinannya, University of Jakarta International bukan hanya menjadi tempat studi, tapi juga inkubator cita-cita kaum marjinal. Ia membuka beasiswa bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu, mendorong kewirausahaan sosial, dan membentuk mahasiswa bukan hanya sebagai pencari kerja, tetapi juga pencipta solusi.

Sebagai akademisi, ia mendorong riset-riset yang berpihak pada keadilan sosial. Sebagai pemimpin kampus, ia menciptakan ruang untuk tumbuhnya ide-ide besar dari anak-anak kecil yang selama ini disingkirkan oleh sistem.

Kisah Prof. Paiman Raharjo adalah pengingat bahwa tak ada yang tak mungkin bagi mereka yang mau berjuang. Ia lahir dari kemiskinan, tapi tidak membiarkan kemiskinan membentuk masa depannya. Ia mendobrak batasan-batasan yang selama ini mengekang orang miskin: batasan akses, batasan budaya, batasan mimpi.

Kini, ia berdiri di puncak kariernya, bukan untuk membanggakan diri, tetapi untuk menunjukkan jalan bagi mereka yang masih tertatih di bawah.

Untuk para siswa, mahasiswa, anak muda di desa dan kota, yang mungkin hari ini sedang menyapu lantai atau menjaga gerbang sebagai satpam, percayalah: bukan tempatmu berdiri sekarang yang menentukan masa depanmu, tetapi arah yang kau tuju, dan langkah yang kau ambil hari ini.

Prof. Paiman telah membuktikan itu semua. Dan ia tidak pernah lelah mengatakan: “Jangan pernah berhenti bermimpi, sekalipun dunia meremehkanmu.”

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K