Oleh: Budi Puryanto
Pemimpin redaksi
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, memberikan apresiasi tinggi terhadap keberhasilan diplomasi ekonomi yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto dalam menghadapi kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat (AS). Presiden AS Donald Trump secara resmi mengumumkan bahwa pemerintahannya telah mencapai kesepakatan dagang bilateral dengan Indonesia, yang membuat Indonesia menjadi negara Asia dengan tarif terendah dalam daftar tarif baru AS, yakni hanya 19 persen—jauh di bawah rerata tarif yang diberlakukan terhadap negara-negara lain di kawasan.
Langkah ini mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan, termasuk pimpinan legislatif. Menurut Dasco, hasil ini tidak hanya mencerminkan kapasitas diplomasi Presiden Prabowo, tetapi juga menjadi sinyal bahwa Indonesia dipandang sebagai mitra dagang yang strategis dan terpercaya oleh negara adidaya tersebut.
“Saya mengapresiasi langkah diplomasi ekonomi Presiden Prabowo yang tegas namun fleksibel. Keberhasilan mempertahankan tarif hanya 19 persen—yang terendah di Asia untuk negara dengan surplus dagang ke AS—adalah pencapaian luar biasa,” ujar Dasco.
Konteks Tarif Trump dan Surplus Dagang
Kebijakan tarif resiprokal Donald Trump menuai kontroversi di berbagai belahan dunia. Dalam kerangka kebijakan dagang “America First Rebooted”, AS menaikkan tarif masuk bagi negara-negara yang dianggap mendapatkan “manfaat tidak seimbang” dari perdagangan bilateral dengan AS. Negara-negara seperti Vietnam, Thailand, dan India diberlakukan tarif hingga 32–35 persen. Namun, Indonesia justru menjadi pengecualian penting.
Dalam pernyataan resminya di Gedung Putih, Trump menyebut Indonesia sebagai “mitra yang bersikap kooperatif dan menunjukkan itikad baik dalam menyeimbangkan arus perdagangan”. Ia bahkan menyebut Prabowo sebagai “a tough negotiator and a respected statesman”—menandai pergeseran persepsi politik dan ekonomi AS terhadap kepemimpinan Indonesia.
Hasil Negosiasi: Tarik Ulur & Kepercayaan Strategis
Sumber internal Kementerian Perdagangan mengungkapkan bahwa proses negosiasi berlangsung ketat selama hampir dua bulan, dengan Prabowo mengambil peran langsung dalam komunikasi tingkat tinggi dengan Gedung Putih dan Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR). Fokus utama dari tim Indonesia adalah mempertahankan akses produk unggulan—seperti tekstil, alas kaki, elektronik, dan komoditas agrikultur—ke pasar AS tanpa mengalami lonjakan tarif signifikan.
“Ini bukan sekadar soal angka 19 persen. Ini adalah pengakuan terhadap model kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan, serta penghargaan atas arah baru kebijakan ekonomi Indonesia yang makin terbuka namun tetap berdaulat,” jelas Dasco.
Implikasi Ekonomi: Jaga Momentum Hilirisasi
Dasco juga menekankan bahwa hasil diplomasi ini berdampak langsung pada stabilitas program hilirisasi yang saat ini menjadi prioritas nasional. Menurutnya, jika tarif 32 persen diberlakukan kepada Indonesia, maka daya saing produk hilir Indonesia—terutama di sektor logam, CPO, dan tekstil—akan anjlok dan dapat merugikan jutaan pekerja dalam negeri.
“Dengan tarif hanya 19 persen, kita punya peluang emas untuk memperluas ekspor produk hilir ke AS. Ini momentum untuk memanfaatkan pasar global secara cerdas tanpa harus mengorbankan kedaulatan produksi nasional,” tegas Dasco.
Tak hanya itu, ia juga mendorong Kementerian Perindustrian dan pelaku usaha agar memanfaatkan kelonggaran tarif ini untuk mempercepat transformasi industri, khususnya dalam menggenjot investasi teknologi dan kualitas produksi.
Peran Strategis Indonesia di Mata AS
Kesepakatan tarif ini juga menjadi penanda bahwa AS mulai memandang Indonesia tidak hanya sebagai pasar, tetapi sebagai mitra geopolitik dan geoekonomi. Apalagi, dalam konteks ketegangan Laut China Selatan, posisi netral Indonesia dan kemampuan Presiden Prabowo menjaga stabilitas kawasan dinilai penting oleh Washington.
Menurut Dasco, ini harus dimaknai sebagai titik awal bagi Indonesia untuk memainkan peran yang lebih aktif dalam percaturan perdagangan global berbasis prinsip fair trade dan kemandirian ekonomi.
Penutup: Saatnya Jaga Komitmen dan Kredibilitas
Di akhir pernyataannya, Dasco mengingatkan bahwa kemenangan diplomasi ini harus diikuti oleh komitmen menjaga kredibilitas di mata mitra dagang. Pemerintah diminta untuk memastikan bahwa segala regulasi teknis—termasuk standar ekspor, ketelusuran produk, dan keberlanjutan lingkungan—dipenuhi oleh pelaku usaha.
“Kita telah diberi kepercayaan. Sekarang tugas kita adalah membuktikan bahwa Indonesia layak menjadi mitra jangka panjang, bukan hanya mitra dagang sementara,” tutup Dasco.
Dengan kesepakatan ini, Indonesia menempati posisi unik di antara negara-negara Asia yang sedang berupaya menavigasi tekanan tarif global. Di bawah kendali Prabowo dan dukungan legislatif, peluang untuk memantapkan posisi sebagai pusat produksi dan ekspor kawasan terbuka lebar.
EDITOR: REYNA
Baca juga artikel terkait:
Related Posts

Sampah Indonesia: Potensi Energi Terbarukan Masa Depan

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Sebuah Kereta, Cepat Korupsinya

Menata Ulang Otonomi: Saatnya Menghadirkan Keadilan dan Menata Layanan

Gerbang Nusantara: Jatim Kaya Angka, Tapi Rakyat Masih Menderita

Imperium Tiga Samudra (5) — Ratu Gelombang

“Purbayanomics” (3), Tata Kelola Keuangan Negara: Terobosan Purbaya

Seri Novel “Imperium Tiga Samudra” (4) – Pertemuan di Lisbon

Habil Marati: Jokowi Mana Ijasah Aslimu?

Misteri Pesta Sabu Perangkat Desa Yang Sunyi di Ngawi: Rizky Diam Membisu Saat Dikonfirmasi



No Responses