Oleh : Dr. Anton Permana
(Pengamat Geopolitik dan Pemerintahan, Tanhana Dharma Mangruva Institute)
Pidato Presiden Prabowo dalam acara Halal Bi Halal Purnawirawan TNI/Polri kemaren seakan menjawab beberapa konflik dan polemik teater politik nasional kita hari ini. Berbagai isu utama dijawab dengan gestur politik yang cukup memukau audiens, baik yang hadir di acara maupun yang nonton via online. Terlepas pro dan kontra ala ciloteh Netizen Indonesia yang “maha benar dan maha mengetahui”.
Kesimpulan yang kita dapatkan di sini adalah, bagaimana dengan hati-hati Prabowo bersilancar diantara dua arus benturan kepentingan besar. Yaitu, arus besar kelompok yang pro terhadap perubahan dengan kekompok yang tetap pada pro status quo.
Analogi sederhananya adalah, ibarat di tangan kanan Prabowo itu sekarang ada pisau tajam yang dipegang kelompok pro status quo, di tangan kirinya Prabowo juga dipegang oleh kelompok pro perubahan. Sedangkan dua kelompok ini, seakan-akan berlomba saling mempengaruhi pikiran Prabowo untuk menggunakan tangannya untuk juga saling menghabisi dan menikam musuhnya.
Tangan kanan pro status quo berusaha agar menggunakan tangan Prabowo untuk menikam dan menghabisi kelompok tangan kiri, dan tangan kiri Prabowo juga sebaliknya. Bagaimana secepatnya Prabowo menikam dan menghabisi kelompok tangan kanan yang dianggap jadi parasit dan kormobit pada pemerintahan baru Prabowo.
Dua kelompok ini punya agenda dan orientasi masing-masing. Kelompok tangan kanan, adalah lanjutan dari kekuatan lama penguasa 10 tahun sebelumnya, yang tentu saja ingin melanjutkan semua agenda lama mereka yang selama ini sudah juga mereka nikmati. Termasuk juga bagaimana “aman” dari kejaran segala dosa yang telah mereka lakukan.
Karena sudah menjadi tradisi politik dalam sebuh pergantian pucuk kekuasaan, ketika penguasa berganti, maka gerbong penguasa lama siap-siap akan dikorek dan dibongkar perbuatan dosanya selama berkuasa. Nah kondisi ini juga yang dipertahankan oleh kelompok tangan kanan dengan sekuat tenaga dan segala cara supaya tetap mengepung Prabowo dan mengkooptasi segala kebijakannya sambil menghabisi perlahan anasir ancaman kelompok kiri dengan sisa sisa jaringan kekuasaannya dalam tubuh pemerintahan Prabowo.
Begitu juga dengan kelompok tangan kiri yang pro perubahan. Mereka berusaha bagaimana agar secepatnya Prabowo bersih-bersih dan melepaskan diri dari kooptasi dan cengkraman kelompok lama ini. Karena tak akan mungkin Prabowo leluasa melakukan terobosan-terobosan dan perubahan apabila kekuatan lama ini masih bercokol dan menjadi berparasit dalam tubuh pemerintahan Prabowo.
Permasalahan mendasarnya, setelah enam bulan Prabowo berkuasa, setidaknya kita sudah dapat melihat perbedaan mendasar dari “style” pemerintahan Prabowo dengan Jokowi. Aura dan semangat perubahan serta pro terhadap kepentingan nasional, pro pada kepentingan rakyat, jelas terlihat pada pemerintahan Prabowo. Mulai dari pemangkasan anggaran IKN, pencabutan status PSN pada PIK2, Rempang, dan Surabaya, penghapusan pinjaman pada UMKM, kenaikan upah buruh 6,5 persen, pemangkasan dana Haji, program MBG (Makan Bergizi Gratis), program-program ketahanan pangan dan wajib pembelian gabah di harga 6500 pada Petani, serta terakhir pada urusan elit seperti pembatalan pencopotan Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I yang artinya memberikan pencerahan pada kita bahwa ; Prabowo tetap berbeda dengan Jokowi. Banyak hal tentang semangat kebangsaan, keharmonisan, dan ingin perubahan ke arah yang lebih baik dalam pemerintahan Prabowo. Pemerintahan Prabowo juga sangat jauh berbeda dengan style pemerintahan Jokowi yang penuh “drama” dan pro pada kepentingan elit okigarkhi semata.
Perseteruan dua kubu kepentingan inilah yang saat ini mengepung Prabowo dan berpacu untuk saling mempengaruhi. Siapa yang dominan ? Kita belum bisa menjawabnya sekarang. Tapi yang jelas, kalau kita jeli membacanya. Ketika jiwa ultra patriotisme seorang Prabowo sedang dominan, maka beliau akan sangat pro pada kelompok Perubahan. Tetapi, ketika jiwa “ewuh pakewuh” melankolisnya dominan, maka beliau juga akan sulit melepaskan diri dari “sihir” kekuatan lama.
Akan tetapi, beberapa kesimpulan yang bisa kita dapatkan untuk kondisi hari ini adalah :
Pertama, Pemerintahan Prabowo lebih natural, apa adanya, tidak suka “drama-drama” pencitraan ala Jokowi, serta punya semangat tinggi untuk rekonsiliasi melakukan perubahan yang lebih baik. Untuk kepentingan nasional bukan untuk kepentingan elit oligarkhi lagi.
Kedua, Rumor bahwa Prabowo adalah boneka Jokowi ternyata juga tidak benar. Karena banyak justru kebijakan Prabowo yang merugikan dan jadi ancaman kelompok Jokowi. Seperti IKN, PIK2, PSN, pencabutan kuota import, dll.
Ketiga, Pengaruh Jokowi masih kuat, sudah bisa kita simpulkan itu hanyalah “propaganda dan sihir” media dan buzzer Jokowi agar menganggap Jokowi masih “sakti” dan powerful. Beberapa penjelasan diatas sudah cukup jadi fakta yang membantahnya.
Keempat, Yang perlu kita waspadai adalah ; Tentang kesehatan Prabowo itu sendiri. Dimana usia kepala tujuh ini tentu sudah sangat rentan. Hal ini jugalah salah satu penyebab utama para Purnawirawan TNI pimpinan Bapak Jendral Purn Try Soetrisno memberikan usulan pemakzulan Gibran. Karena ada kecemasan, apabila terjadi hal yang menyebabkan Presiden berhalangan tetap (sesuai pasal 8a UUD 1945), maka Wakil Presiden yang akan naik menggantikannya. Ini yang menurut mata batin kenegarawan para tokoh sepuh Jendral TNI itu paling “menakutkan” apabila terjadi. Bagaimanapun, di mata publik, Gibran naik tahta melalui perselingkuhan konstitusi di MK oleh pamannya sendiri. Walau bagaimanapun, Gibran di mata publik adalah “anak haram konstitusi!
Kelima, Point nomor empat ini jugalah yang menjadi puncak perseteruan antara kelompok tangan kanan pro status quo dan kelompok tangan kiri pro status perubahan. Tentu, para kelompok tangan kanan pro status quo ingin sekali Gibran naik tahta menggantikan Prabowo. Maka ini akan jadi kemenangan mutlak bagi kepentingan mereka. Sedangkan kelompok tangan kiri pro perubahan, bagaimana sebelum “hal buruk” terjadi, Gibran segera dimakzulkan dulu. Karena kalau dilihat secara delik dan komposisi kekuatan Politik di MPR/DPR, Prabowo punya kemampuan untuk itu. Tinggal kompromi Prabowo akan berpasangan dengan siapa, apakah AHY atau Puan Maharani ? Atau siapa saja yang punya sumber daya politik untuk itu. Ini hanya masalah political will saja.
Kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan. Tetapi, setidaknya kita sudah menyiapkan langkah-langkah antisipasi (preventive action) apabila sesuatu hal buruk terjadi. Karena yang namanya politik, apapun bisa terjadi. Apakah Prabowo “mengganti Gibran” atau Gibran “Menggantikan Prabowo ??
Sebagai masyarakat, kita hanya bisa berdo’a agar apapun yang terjadi nanti, semua tetap kondusif, aman, tentram, bagi kelangsungan hidup kita berbangsa dan bernegara. InsyaAllah.
Salam Indonesia Jaya !
Magelang, 08 Mei 2025.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Muhammad Chirzin: Pesan Kearifan Semesta
Sufmi Dasco, Senopati politik Prabowo Subianto (47): Danantara akan menjadi lembaga investasi penting bagi motor penegakan ekonomi di Indonesia
Rahasia Potensi Diri Yang Akan Terjadi
Muhammad Chirzin: Bekal Haji 2025
Fungsi dan Isi Pikiran Bawah Sadar (2)
Fungsi Dan Isi Pikiran Bawah Sadar
Memahami Dikotomi Konflik Sipil, Militer, Demokrasi, Dalam Algoritma Politik Indonesia
Berbagi motivasi di Hari Pendidikan Nasional: Proses Terwujudnya Garis Nasib
Bijak Berdoa
Mengungkap Potensi Diri Yang Tersembunyi: Hati adalah magnet dahsyat pengundang “nasib” kehidupan
No Responses