Chris Komari: Bagaimana Awal Partai Politik Mengkudeta Kedaulatan Tertinggi Rakyat Indonesia?

Chris Komari: Bagaimana Awal Partai Politik Mengkudeta Kedaulatan Tertinggi Rakyat Indonesia?
Chris Komari, Aktivis Democrascy, mantan anggota City Council, 2 term, tahun 2002 dan 2008, dinegara bagian California USA



Bagaimana awal PARTAI POLITIK mengambil alih (mengkudeta) kedaulatan tertinggi rakyat Indonesia, dan mengubah DEMO-KRASI menjadi PARTAI-KRASI….???? Saya akan tunjukan….!!!

Oleh: Chris Komari
Activist Democracy, Activist Forum Tanah Air (FTA)

Pertama: Konsep para founding Fathers (pendiri) NKRI dalam UUD 1945 teks asli.

(1). Para pendiri NKRI dalam teks asli UUD 1945 disebutkan bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Bab 1, Pasal 1, Ayat 2, UUD 1945 asli.

(2). Dalam teks asli UUD 1945, tidak ada satupun Bab, Pasal atau Ayat yang memberikan kedaulatan partai politik.

Kedua: Mulai kapan perubahan dan pergeseran kedaulatan tertinggi rakyat itu pindah dari tangan rakyat ke partai politik….???

(1). Awalnya adalah lewat amandemen UUD 1945 asli dimana banyak pasal tambahan dan ayat dari UUD 1945 asli yang dirubah.

(2). Bab 1, Pasal 1, Ayat 2 UUD 1945 (amandemen) berubah bunyinya menjadi: “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD).”

Disini awal dari pergeseran itu.

Bagaimana mungkin kedaulatan tertinggi rakyat yang dijamin oleh UUD dan akan diatur oleh atau di jabarkan dalam UUD…???

Anggota DPR dan para ahli Konstitusi yg berada dibalik perubahan Bab 1, Pasal 1, Ayat 2 ini jelas tidak memahami hierarchy hukum dan konstitusi.

Pancasila sebagai falsafah bangsa.

Preambule sebagai visi bangsa.

UUD 1945 sebagai misi bangsa

UU sebagai SOP bangsa.

Bagaimana mungkin UUD diatur dan dijabarkan dalam UUD….???

(3). Pada amandemen ke #3 UUD 1945 tahun 2001, ditambahkan Pasal 22E, yang isinya menyatakan bahwa peserta PEMILU adalah partai politik.

Inilah pergeseran ke #2, hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat, karena pasal 22E amandemen itu sekaligus memberikan “MONOPOLY” PEMILU kepada partai politik.

(4). Kemudian DPR meloloskan UU MD3 dimana didalam UU MD3 ini ada hak pergantian antar waktu anggota DPR (P.A.W) yang menjadi senjata “nuclear” para petinggi partai politik untuk mengikat dan mengontrol semua anggota DPR di Parliamen dengan ancaman MUTASI dan P.A.W.

(5). Setelah itu dibuatlah UU PEMILU, No.7 tahun 2017 dengan pasal 222, yang dikenal dengan Presidential threshold 20%, yang intinya BURSA PILPRES dikuasai dan dimonopoly oleh partai politik besar, dan rakyat tidak memiliki kedaulatan apapun terhadap PILPRES dan CAPRES.

Semuanya dikuasai dan dimonopoly oleh partai politik.

Itulah pergeseran dan perubahan DEMO-KRASI di Indonesia menjadi PARTAI-KRASI, yakni pemerintahan dari partai politik, oleh kader-kader partai politik, untuk kepentingan petinggi partai politik…!!!

Disaat itulah, KUDETA kedaulatan tertinggi rakyat oleh partai politik sudah lengkap.

Mau bukti apa lagi…???

(6). Para petinggi partai politik membuat aturan AD/ART yang sangat autocratic, ONE WAY dan jelas tidak demokratis, either my way or, the highway.

AD/ART partai politik lebih condong dibuat untuk mempertahankan kekuasaan dynasty di kepartaian dengan membuat hak dan kekuasaan prerogative seorang Ketua partai politik untuk menentukan seorang CAPRES dan siapa yang berhak duduk di DPR….???

Padahal yang namanya partai politik itu adalah public entity, bukan private entity karena terbuka untuk umum dan menerima donasi dari uang publik untuk kepentingan partai politik.

Bila partai politik itu dikuasai oleh dynasty keluarga, maka partai politik itu harus dilarang untuk menerima dan mengunakan uang publik.

Ketika partai politik itu menerima donasi publik dan mengunakan uang publik, maka partai politik itu adalah public entity dan semua aturan dalam AD/ART partai politik harus mencerminkan sebagai public entity, dan bukan sebagai private entity milik dynasty keluarga.

Saya sudah sebutkan 6 Hal diatas, bagaimana awal pergeseran dan perubahan hilang kedaulatan tertinggi rakyat Indonesia.

Ketiga: Dampak dari hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat

Dampaknya apa…??? Dampaknya sangat massive, sangat luas dan besar sekali.

(1). Lembaga DPR dan MPR tidak berfungsi adalah diawali karena hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat.

(2). Anggota DPR, DPD dan MPR pada mandul tidak berani membela kepentingan rakyat adalah karena hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat, yang dikudeta oleh UU MD3, dengan HAK P.A.W yang dikuasai petinggi partai politik.

(3). Anggota DPR tidak mampu menjalankan tugas dan tanggung-jawab oversight terhadap Presiden Dan pejabat Executive lainya adalah karena hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat.. Anggota DPR takut mengoreksi abuse of power pejabat Executive karena takut kena mutasi dan kena pergantian antar waktu (P.A.W) dari petinggi partai politik.

Hal ini sudah di akui oleh anggota KOMISI III dari PDI-P, Bambang Pacul yang takut meloloskan RUU perampasan asset hasil korupsi….!!!

(4). Presiden Jokowi banyak melanggar aturan, hukum dan Konstitusi tetapi DPR tidak berani mengunakan hak ANGKET, hak INTERPELASI dan hak mengeluarkan pendapat adalah karena hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat.

(5). POLICE BRUTALITY dan banyak ABUSE OF POWER dalam pemerintahan adalah karena hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat.

(6). Bahkan banyak pelanggaran conflict of interest, korupsi dan KKN adalah karena hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat.

(7). Presiden ikut cawe-cawe menentukan CAPRES 2024 mengunakan kehormatan, penghormatan, fasilitas kepresidenan dan assets negara, dan bahkan ada kasus allegasi Presiden Jokowi memiliki IJAZAH PALSU di Pengadilan, DPR takut membuat PANSUS untuk membuktikan “keadilan” ijazah Presiden, adalah karena hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat.

Terlalu banyak dan sangat massive, konsekwensi dan ramifikasi hukum dan politik dari hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat Indonesia.

Itulah mengapa tuntutan perubahan pertama dalam manifesto politik Forum Tanah Air (MPFTA) adalah mengembalikan kedaulatan tertinggi rakyat kepada rakyat dari tangan jahil para petinggi partai politik dengan melakukan amandemen UUD 1945, khususnya pasal 22E, dan membatalkan puluhan UU yang isinya MENGKUDETA kedaulatan tertinggi rakyat.

Kesimpulan:

Apapun perubahan yang dijanjikan oleh para CAPRES 2024 yang tidak menyangkut pengembalian kedaulatan tertinggi rakyat kepada rakyat dari tangan jahil petinggi partai politik hanya perubahan semu, palsu, abal-abal, tipu-tipu dan HOAXES.

Bergabunglah menjadi anggota FTA dan menjadi perwakilan FTA di Kota atau Kabupaten dimana anda berdomisili untuk bersama menuntut dikembalikannya kedaulatan tertinggi rakyat.

Tanpa pengembalian kedaulatan tertinggi rakyat kepada rakyat, jangan harap akan ada perubahan politik dan ekonomi ditanah air.

EDITOR: REYN




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=