DeepSeek dan TikTok: Senjata Digital dalam Perang AI dan Propaganda Global

DeepSeek dan TikTok: Senjata Digital dalam Perang AI dan Propaganda Global



Oleh : Soegianto, Fakultas Sain dan Teknologi UNAIR
Pengamat AI, soegianto@fst.unair.ac.id

Di tengah pertarungan dominasi global yang semakin intens, dunia dikejutkan dengan munculnya DeepSeek, sebuah aplikasi kecerdasan buatan (AI) asal China yang dianggap mampu mengguncang perekonomian Amerika dan mengubah dinamika persaingan teknologi global. Dalam waktu singkat, DeepSeek berhasil menyalip dominasi OpenAI dengan menawarkan efisiensi dan kecerdasan yang melampaui harapan. Namun, lebih dari sekadar inovasi teknologi, DeepSeek merupakan simbol dari pergeseran kekuatan global antara dua raksasa ekonomi: Amerika Serikat dan China.

Di tengah persaingan antara Amerika Serikat dan China untuk menguasai masa depan kecerdasan buatan (AI), muncul fenomena lain yang menunjukkan bagaimana teknologi digital bisa menjadi alat propaganda global. Selain “DeepSeek”, TikTok menjadi contoh nyata bahwa teknologi tidak hanya berfungsi sebagai media hiburan, tetapi juga sebagai instrumen manipulasi informasi yang kuat. Keberadaan platform seperti TikTok semakin mempertegas bahwa pertempuran global bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal kontrol terhadap persepsi publik.

Babak Baru dalam Perang Global: AI dan Propaganda Digital

“DeepSeek”, sebagai aplikasi AI revolusioner dari China, telah menjadi simbol pergeseran kekuasaan digital global yang mengancam dominasi Amerika. Namun, di luar AI, China juga memiliki alat digital lain yang tak kalah kuat: TikTok. Platform ini telah membuktikan kemampuannya dalam membentuk opini publik secara cepat dan masif melalui konten viral yang didesain untuk merangsang emosi. Dengan jumlah pengguna yang terus meningkat, TikTok memberikan gambaran tentang bagaimana propaganda modern dapat disebarluaskan dengan cara yang lebih halus namun sangat efektif.

Babak Baru dalam Dominasi Global: AI sebagai Kunci Kuasa Masa Depan

DeepSeek merupakan hasil karya Liang Weng Feng, seorang pionir AI China dengan rekam jejak luar biasa dalam pengembangan teknologi berbasis kecerdasan buatan. Berbeda dari model AI Barat seperti ChatGPT yang bergantung pada infrastruktur mahal, DeepSeek hadir dengan solusi yang jauh lebih hemat energi, biaya, dan sumber daya. Bahkan, dalam beberapa hal, ia dinilai lebih canggih dibandingkan ChatGPT. Ini menyebabkan pasar Amerika mengalami guncangan besar, dengan kerugian hingga triliunan dolar dalam waktu singkat.

Yang menarik, DeepSeek berhasil mengatasi hambatan besar seperti embargo Amerika terhadap teknologi semikonduktor yang vital bagi pengembangan AI. Inovasi ini menunjukkan bahwa China tidak hanya meniru teknologi Barat, tetapi juga mengembangkan strategi baru yang lebih efisien dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Dalam hal ini, pernyataan yang menyebut DeepSeek sebagai hasil dari “pencurian intelektual” menjadi bahan diskusi yang luas, tetapi tidak mengurangi kekaguman terhadap efisiensi teknologi yang dihasilkannya.

Dampak Global: Guncangan terhadap Pasar Teknologi dan Investasi Amerika

Peluncuran DeepSeek tidak hanya mengguncang pasar saham, tetapi juga memicu reaksi berantai di sektor teknologi Amerika. Saham Nvidia, sebagai produsen chip utama yang mendukung AI Barat, sempat anjlok drastis sebelum mengalami pemulihan. Hal ini mencerminkan betapa bergantungnya perusahaan-perusahaan teknologi Amerika pada dominasi mereka di pasar global, dan bagaimana ancaman dari China kini menjadi kenyataan.

Menurut laporan dari berbagai analis, salah satu keunggulan utama DeepSeek adalah kemampuannya untuk mengurangi biaya pengoperasian model bahasa besar (large language models) seperti ChatGPT. Di tengah kritik terhadap besarnya konsumsi energi dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan model AI Barat, DeepSeek menawarkan solusi hemat energi yang mengancam fondasi bisnis besar seperti Microsoft dan Google. Dengan model bisnis yang lebih efisien, China berpotensi memonopoli pasar AI global dan meraih dominasi ekonomi baru berbasis data dan teknologi.

Perubahan Paradigma: Dari Dominasi Hardware ke Dominasi Software

Selama ini, dominasi global sering kali diukur dari penguasaan perangkat keras (hardware) seperti chip, server, dan infrastruktur fisik lainnya. Amerika, melalui perusahaan seperti Nvidia, selama bertahun-tahun menguasai sektor ini dan membatasi akses China ke teknologi canggih melalui embargo semikonduktor. Namun, China menunjukkan bahwa kekuatan perangkat lunak (software) dan inovasi digital bisa menjadi senjata yang sama kuatnya, bahkan lebih efisien.

Perusahaan-perusahaan raksasa China seperti ByteDance (TikTok), Alibaba, dan kini DeepSeek, berhasil membangun dominasi di sektor digital global. Data menjadi komoditas baru yang menentukan kekuasaan, dan China mampu memanfaatkannya untuk menciptakan ekosistem digital yang sulit ditandingi. Dalam konteks ini, AI tidak hanya menjadi alat untuk inovasi, tetapi juga senjata geopolitik dalam perang ekonomi global.

Resiko dan Keamanan Data: Kekhawatiran Barat terhadap Penguasaan Data oleh China

Salah satu isu utama yang menjadi perhatian dalam perkembangan DeepSeek adalah keamanan data dan potensi penyalahgunaannya oleh pemerintah China. Beberapa pengguna di Barat mengkhawatirkan bahwa data yang dihasilkan oleh DeepSeek bisa digunakan untuk tujuan politik atau militer. Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat model AI China sering kali dikaitkan dengan kebijakan otoritarian dan kontrol informasi domestik.

Sebagai contoh, DeepSeek disebut-sebut menolak memberikan jawaban jujur terkait peristiwa-peristiwa sensitif seperti Tragedi Tiananmen atau status Taiwan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah masyarakat global bersedia mengorbankan transparansi demi efisiensi teknologi yang ditawarkan oleh AI China? Atau, seperti yang dikatakan beberapa analis, apakah perbedaan ini tidak lagi menjadi perhatian utama, mengingat platform Barat seperti Twitter juga dipenuhi informasi yang menyesatkan?

TikTok: Lebih dari Sekadar Hiburan, Sebuah Alat Propaganda

TikTok telah mencatat rekor sebagai salah satu platform dengan waktu penggunaan terlama di dunia, khususnya di Indonesia. Namun, di balik popularitasnya, terdapat risiko besar dalam bentuk manipulasi kognisi, emosi, dan persepsi pengguna. Dengan fitur komentar dinamis dan algoritma yang mendorong viralitas, TikTok memudahkan penyebaran informasi—baik yang benar maupun yang keliru. Hal ini menempatkannya sebagai salah satu aplikasi yang rentan terhadap penyalahgunaan oleh aktor politik dan agen propaganda.

Beberapa faktor kunci yang membuat TikTok menjadi alat propaganda yang efektif adalah:

1. Manipulasi Opini Publik melalui Komentar:

Fitur komentar di TikTok memberikan ruang bagi buzzer dan akun palsu untuk mendominasi diskusi, menciptakan ilusi bahwa opini tertentu merupakan pendapat mayoritas. Mereka yang kurang memiliki literasi digital cenderung mudah terpengaruh, menganggap opini tersebut sebagai kebenaran tanpa memverifikasinya. Dalam konteks propaganda, ini sangat berbahaya karena dapat mengarahkan persepsi publik sesuai agenda tertentu.

2. Hubungan antara Pendidikan dan Respons Emosional:

Konten TikTok yang viral cenderung bersifat provokatif dan emosional, menjadikan pengguna dengan latar belakang pendidikan rendah lebih mudah bereaksi impulsif. Ketika konten-konten semacam ini digunakan untuk tujuan politik atau propaganda, efek emosional yang ditimbulkan dapat memperkuat narasi tertentu tanpa melalui proses berpikir kritis.

3. Kemudahan Viralitas dan Manipulasi Akun:

TikTok memungkinkan pengguna baru untuk viral dengan mudah, bahkan tanpa banyak pengikut. Hal ini membuka celah bagi buzzer politik dan agen propaganda untuk menggunakan akun-akun anonim atau kosong dalam menyebarkan narasi negatif, khususnya selama periode pemilu. Hasilnya adalah persepsi publik yang bisa dimanipulasi dalam waktu singkat, dengan dampak serius terhadap stabilitas demokrasi.

Hubungan TikTok dan DeepSeek: Teknologi Digital yang Membentuk Dunia Baru

Kaitan antara TikTok dan “DeepSeek” menunjukkan bahwa dominasi digital China tidak hanya bergantung pada kecerdasan buatan, tetapi juga pada penguasaan platform media sosial. Sementara “DeepSeek” fokus pada pengolahan data dan efisiensi teknologi, TikTok berperan dalam membentuk opini publik melalui konten yang dirancang untuk viralitas dan daya tarik emosional. Kombinasi ini menciptakan strategi ganda: menguasai teknologi masa depan dan mengendalikan persepsi publik secara global.

Hal ini sejalan dengan narasi besar tentang bagaimana China berupaya menggeser dominasi Amerika melalui strategi digital yang komprehensif. Jika “DeepSeek” adalah senjata dalam perang teknologi, maka TikTok adalah senjata dalam perang psikologis dan propaganda, keduanya saling melengkapi untuk menciptakan pengaruh global yang masif.

Dampak terhadap Indonesia: Menavigasi di Tengah Persaingan Global

Bagi Indonesia, keberadaan TikTok dan “DeepSeek” membawa peluang sekaligus tantangan. TikTok telah menjadi bagian dari kehidupan digital masyarakat Indonesia, tetapi juga menjadi pintu masuk bagi propaganda yang dapat mengubah persepsi publik. Di sisi lain, “DeepSeek” menandakan bahwa teknologi AI tidak hanya akan mempengaruhi industri dan ekonomi, tetapi juga pola konsumsi informasi dan pengambilan keputusan di tingkat individu.

Dalam menghadapi persaingan antara China dan Amerika, Indonesia perlu meningkatkan literasi digital masyarakat untuk mengurangi dampak negatif dari propaganda digital. Pemerintah dan institusi pendidikan memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana media sosial dan teknologi AI dapat memengaruhi opini dan keputusan.

Kesimpulan: Siapa yang Akan Menang dalam Pertempuran Digital?

Perang global antara China dan Amerika tidak lagi terbatas pada kekuatan militer atau ekonomi, tetapi telah merambah ke ranah digital, di mana AI dan media sosial menjadi senjata utama. “DeepSeek” dan TikTok adalah contoh nyata bagaimana teknologi dapat digunakan tidak hanya untuk inovasi, tetapi juga untuk propaganda dan penguasaan informasi.

Pertanyaan besarnya adalah, apakah dunia akan menyaksikan perubahan besar dalam tatanan kekuasaan global, dengan China sebagai pemimpin baru? Ataukah Amerika masih mampu mempertahankan dominasinya di era digital ini? Bagi negara-negara seperti Indonesia, tantangannya adalah bagaimana tetap relevan dan adaptif di tengah pergeseran kekuasaan ini, sambil melindungi masyarakat dari dampak negatif manipulasi digital.

Dampak bagi Indonesia dan Negara Berkembang

Bagi negara seperti Indonesia, perkembangan ini menempatkan mereka dalam posisi sulit. Di satu sisi, Indonesia harus menjaga hubungan baik dengan Amerika yang selama ini menjadi sumber investasi dan teknologi utama. Di sisi lain, China menawarkan peluang baru melalui teknologi yang lebih murah dan akses yang lebih luas ke pasar digital.

Pertanyaannya adalah: apakah Indonesia akan memilih satu pihak, ataukah mencoba menyeimbangkan kepentingan di antara kedua kekuatan besar ini? Keputusan ini akan berdampak besar pada masa depan ekonomi digital dan kebijakan luar negeri Indonesia.

Kesimpulan: Apakah China Akan Menang dalam Perang AI Global?

DeepSeek bukan hanya inovasi teknologi semata, tetapi juga simbol dari perubahan besar dalam struktur kekuasaan global. Revolusi industri berbasis AI ini bisa menjadi penentu siapa yang akan menguasai masa depan. Jika China berhasil memonopoli pasar AI global, kita bisa melihat terjadinya pergeseran kekuasaan besar dari Barat ke Timur—sebuah transformasi yang bisa mengubah tatanan dunia seperti yang kita kenal.

Namun, perang ini belum selesai. Amerika masih memiliki kekuatan besar dalam hal inovasi, modal, dan jaringan global. Persaingan ini tidak hanya akan menentukan masa depan AI, tetapi juga masa depan dominasi ekonomi dan politik dunia.

Seperti yang disimpulkan dalam beberapa diskusi internasional, pertanyaan utama bagi setiap negara, termasuk Indonesia, adalah: siapa yang akan mereka dukung, dan apakah mereka siap menghadapi konsekuensi dari perubahan kekuatan global ini?

Literasi digital yang kuat dan kesadaran akan bahaya propaganda adalah kunci agar masyarakat dapat menghadapi perubahan ini dengan bijak. Tanpa itu, ancaman propaganda digital akan terus mengintai, mengubah cara berpikir, bertindak, dan bahkan memilih pemimpin masa depan.

EDITOR: REYNA




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=