Fatal Menjadi Teman Amerika Serikat

Fatal Menjadi Teman Amerika Serikat
Sumber gambar: Global Times



Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

 

Judul tulisan diatas adalah penggalan kalimat yang terkenal diucapkan bukan oleh pejabat negara lain, melainkan pernah diucapkan oleh pejabat paling tinggi di Amerika Serikat setelah Presiden yaitu mantan Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger. Persisnya kalimat yang diucapkan adalah: “it may be dangerous to be America’s enemy, but to be America’s friend is fatal,” (mungkin berbahaya menjadi musuh Amerika, tetapi menjadi teman Amerika berakibat fatal,”. Dia mungkin tidak menyangka bahwa kata-katanya itu bergaung dimana-mana dan terdengar benar adanya selama lebih setengah abad kemudian.

Siapa pun yang akrab dengan poin-poin pembicaraan umum para pejabat AS akan melihat bahwa mereka hampir tidak pernah menyelesaikan pidato tanpa menyebutkan frasa “sekutu dan teman.” Tetapi realitanya tindakan AS menunjukkan bahwa definisi “teman” berbau standar ganda.

Sejarah mencatat dulu Amerika Serikat membantu mati-matian negara Irak bertempur melawan negara Iran selama 8 tahun, namun pada akhirnya Amerika Serikatlah yang meluluhlantakan negara Iraq dan menumbangkan Presiden Saddam Husein yang kemudian dihukum mati. Kejadian yang hampir sama menimpa negara Vietnam, Afghanistan, Libia dsb. Kejadian yang terakhir  menimpa negara Ukraina saat ini mengkonfirmasi kalimat yang diucapkan mantan Menlu AS Henry Kissinger diatas.

Politisi Amerika Robert Kennedy Jr. menyatakan dalam sebuah wawancara dengan jurnalis terkenal Tucker Carlson bahwa CIA, melalui USAID menghabiskan 5 miliar dolar (sekitar Rp 75 trilliun) untuk mengobarkan revolusi warna di Ukraina pada tahun 2014 dimana ribuan demonstran melakukan demonstrasi yang berdarah-darah menumbangkan Presidennya yang pro Rusia.  Uang sebanyak itu dipakai untuk membiayai pihak-pihak yang anti pemerintah dan pro barat seperti LSM, organisasi pemuda, partai politik dsb. Sejak itu pemerintah Ukraina membumihanguskan wilayah-wilayah negaranya yang dihuni warga Ukraina keturunan Rusia. Budaya, bahasa Rusia bahkan gereja orthodox Rusia di larang. Setelah itu terjadilah invasi Rusia tahun 2022 ke negara Ukraina.

Meskipun Ukraina dalam perang dengan Rusia itu di pihak yang kalah dimana sekitar 500-600 ribu tentaranya mati, ratusan ribu cacat tubuhnya, 1-2 juta penduduknya lari mengungsi keluar negeri, ekonominya hancur. Namun pihak barat – Amerika Serikat dan para sekutunya seperti Inggris, Perancis, Jerman, Rumania, Polandia, Italia dsb meyakinkan Presiden Ukraina untuk terus berperang dengan bantuan senjata dari mereka. Khusus Amerika Serikat dibawah pemerintahan Joe Biden telah mengeluarkan milyaran dolar untuk memprovokasi Ukraina agar terus berperang sampai titik darah penghabisan; yang penting Rusia kalah dan lemah. Menteri Pertahanannya Joe Biden yaitu Jendral Austin mengatakan secara terbuka bahwa bantuan AS kepada Ukraina bertujuan untuk – “to weaken Russia” atau membuat Rusia lemah.

Lalu baru-baru ini dunia barat dan Ukraina terkejut setengah mati ketika Presiden Donald Trump tiba-tiba menelpon Presiden Rusia Vladimir Putin tanpa sepengetahuan sekutunya untuk meminta perang dikahiri. Para pengkritik Donald Trump menuduhnya telah “ menyerah” pada Putin sebab Donald Trump setuju permintaan Putin bahwa perdamaian bisa di capai asal Ukraina tidak menjadi anggota pakta pertahanan Eropa barat NATO dan wilayah-wilayah Ukraina yang diduduki Rusia saat ini tidak dikembalikan ke Ukraina. Putin juga tidak mau berunding dengan Presiden Ukraina Zalensky karena dianggap tidak legitimate sebab masa kepresidenannya sudah selesai.

Donald Trump lalu mengirimkan para pejabat tinggi nya ke Saudi Arabia untuk mempersiapkan pertemuan tingkat tinggi dengan Putin untuk membicarakan perdamaian di Ukraina dalam minggu-minggu ini sebelum Ramadhan dimulai.

Para pemimpin Eropa dan NATO merasa “dikhianati” oleh Trump karena ternyata mereka tidak diberi tahu akan ada perundingan damai di Saudi Arabia, dan mereka juga tidak dilibatkan dalam perundingan itu, dan menyakitkan lagi keikut sertaan Presiden Ukraina Zelensky dalam acara itu disebutkan Trump “is not mandatory” atau tidak wajib – padahal Ukraina lah yang menjadi korban perang ini. Mereka juga bertanya-tanya kenapa Trump memilih Saudi Arabia dan bukannya salah satu negara di Eropa sebagai tempat perundingan itu.

Betul kata mantan Menlu AS Henry Kissinger diatas bahwa menjadi teman Amerika Serikat ternyata berakibat fatal.

EDITOR: REYNA