Oleh: Muhammad Chirzin*
Bermula dari percakapan via handphone beberapa anak muda yang memiliki minat pada dunia tulis-menulis. Mereka lalu berkumpul di sebuah warung somay di kawasan Timoho Yogyakarta. Langkah pertama adalah berkenalan, karena mereka belum pernah saling bertemu di darat. Suasana canggung dan lucu pun terjadi, karena mereka belum saling mengenal wajah sekalipun.
Tukar pikiran dan pengalaman pun mengalir. Di antara mereka ada yang suka menulis puisi, ada yang suka menulis cerpen, dan ada pula yang suka menulis opini maupun reportase. Kami pun sepakat untuk membentuk perkumpulan para peminat tulis-menulis sebagai wadah komunikasi.
Lantas muncul gagasan untuk merekrut teman-teman lain yang berminat dalam tulis-menulis, dan mencari nama yang pas untuk wadah menulis-ria mereka. Ketepatan yang hadir dalam pertemuan itu berlatar belakang agama Islam, hingga muncul pertanyaan untuk dipertimbangkan, apakah kelompok ini khusus untuk sahabat-sahabat seagama ataukah lintas agama. Sebagai ikhtiar kehati-hatian, akhirnya diputuskan bahwa anggota kelompok ini khusus yang beragama Islam.
Sebagai wadah persahabatan para peminat tulis-menulis, muncul beberapa usulan nama untuk kelompok ini, antara lain Sahabat Pena, Sahabat Pena Indonesia, Sahabat Pena Nusantara. Disepakatilah usulan nama yang disebut terakhir sebagai nama grup WA peminat kepenulisan: Sahabat Pena Nusantara.
Dengan antusiasme yang tinggi teman-teman lintas kota dan provinsi segera berkoordinasi untuk melakukan kopi darat sebagai arena musyawarah perdana. Mereka segera menentukan tata tertib organisasi dan pembagian tugas sedemikian rupa. Semua menggebu-gebu untuk mengembangkan minat dan bakat di dunia tulis-menulis.
Seiring perjalanan waktu, berlangsung dinamika dalam wadah peminat tulis-menulis ini, hingga Sahabat Pena Nusantara membelah menjadi dua. Melalui musyawarah di kota Surabaya, belahan dari Sahabat Pena Nusantara menamakan dirinya Sahabat Pena Kita hingga kini.
Tampaknya ruh semboyan koperasi “dari kita, dengan kita, untuk kita” melekat pada paguyuban ini. Ada saatnya ketika para anggota bergairah untuk menyumbangkan tulisan di grup WA; mereka saling merespons tulisan sesama anggota. Iklim kepenulisan pun mulai tumbuh dan berkembang. Hingga lahir buku himpunan tulisan bersama satu per satu dengan pembiayaan patungan.
Waktu demi waktu anggota Sahabat Pena Kita undur diri satu per satu karena sebab tertentu. Upaya rekrutmen anggota baru pun dilakukan melalui keputusan kopdar demi kopdar dengan segala dinamika dan hambatannya. Idealnya setiap organisasi memang memiliki aturan yang mengingat semua anggotanya demikian rupa, tetapi boleh jadi itu pula yang menjadikan anggota paguyuban ini berguguran.
Pengalaman berorganisasi dan berkarya anggota Sahabat Pena Kita sangat berharga, Masing-masing telah mengalami pendisiplinan diri menulis secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu. Maka lahirlah tulisan-tulisan bermutu yang tersebar di berbagai media massa maupun media sosial, dan sebagian telah diterbitkan dalam bentuk buku secara solo.
Kopdar Sahabat Pena Kita bulan Juli 2024 di Pondok Pesantren Darul Istiqamah Bondowoso merindukan kebangkitan kembali gairah berliterasi. Untuk itu telah dibentuk kepengurusan SPK baru dengan pembagian tugas yang cukup rapih dan realistis. Diharapkan SPK lahir kembali dengan karya-karya yang baru.
Penulis berharap kawan-kawan SPK bertahan, istikamah, konsisten untuk tetap menulis, menulis, dan menulis. Slogan untuk tetap menggairahkan semangat menulis ialah: Menulis untuk mengabdi dan mengabadi. Apa yang terucap akan menguap, apa yang tersurat akan menetap. Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan buku.
Tambahan amunisi untuk menggairahkan literasi SPK ialah pesan Kanjeng Nabi Muhammad saw agar umur kita tidak berakhir di alam kubur, yakni dengan amal jariyah yang tetap mengalir dari ilmu dan pengetahuan yang kita abadikan dalam tulisan sebagai warisan, maupun pembinaan kader-kader penerus tulis-menulis di lini mana pun kita berada.
Sahabat Pena Kita perlu mempertimbangkan penambahan setoran tulisan bulanan setiap anggota, dari dua tulisan setiap bulan, yakni setoran wajib dan setoran sunah sesuai tanggal yang diinginkan, ditambah setoran sukarela, kapan saja anggota mau melakukannya. Tulisan-tulisan yang dimaksud diharapkan bisa segera dinikmati oleh semua anggota via grup WA, sebelum diunggah di situs resmi SPK.
Setiap anggota SPK memiliki keleluasaan untuk menulis apa saja sebagai setoran sunah maupun setoran sukarela, sejauh tidak melanggar norma dan etika yang telah disepakati bersama, dalam rangka memperluas arena kepak sayap SPK. Masing-masing bisa sharing catatan perjalanan, catatan pekerjaan, catatan renungan spontan dan lain sebagainya. Grup WA SPK juga dapat dimanfaatkan sebagai media curhat dan sharing pemikiran. Penulis pribadi telah mencoba merambah wilayah penulisan yang tidak semata-mata sesuai bidang keilmuan, tetapi juga wilayah lain yang dalam ruang lingkup tanggung jawab dan kepedulian individual maupun sosial atas dasar agama maupun nilai-nilai kebangsaan.
Penulis dalam hal ini mengamalkan dan mempopulerkan semboyan: sekali dayung dua pulau terlampaui. Setiap kali mendapat tugas untuk menjadi pembicara, sekalipun hanya tujuh menit (kultum), baik dalam forum pengajian di wilayah RT, masjid, maupun kampus, penulis selalu membuat catatan, dan catatan itu kemudian penulis kembangkan menjadi tulisan untuk disebarkan di media sosial atau media massa.
Sebagai Dosen, baik di kelas mahasiswa S1, S2, maupun S3 penulis selalu memulai perkuliahan perdana dengan mengintroduksi peribahasa baru: Sambil menyelam menangkap ikan; disertai pesan Albert Einstein kepada para calon ilmuwan dan cendekiawan: Yang penting jangan pernah berhenti bertanya-tanya. Untuk itu penulis selalu sisipkan inspirasi tema, ide, gagasan, dan pokok pikiran yang dapat dikembangkan dalam tulisan/penelitian sesuai dengan bidang kajian yang sedang didiskusikan. Ibarat benih tanaman, siapa tahu ide yang kita tebarkan kepada para mahasiswa akan tumbuh subur pada saatnya, daripada ide itu kita tanam di lahan sendiri.
Al-Quran surat Al-‘Ashr sangat mendorong pemeluknya untuk setia saling mengingatkan dalam menetapi kebenaran, dan saling mengingatkan untuk menetapi kesabaran. Rasulullah saw juga telah mengamanatkan kepada siapa saja yang menyaksikan kemungkaran hendaklah mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu dengan lisannya. Dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya.
Berikut serpihan opini dalam rangka peningkatan minat dan kualitas literasi. Pertama, membaca untuk menulis. Membaca itu melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati); mengeja atau melafalkan apa yang tertulis; mengucapkan; mengetahui; meramalkan; memperhitungkan; memahami.
Membaca meningkatkan kualitas tulisan, baik segi bahasa maupun isinya. Membaca adalah pembuka gerbang segala cabang ilmu pengetahuan. Membaca memperluas wawasan, memperkaya gagasan, lmendialogkan pengetahuan, mengasah ketrampilan, dan menambah pengalaman, serta meneguhkan kebenaran. Berapa pun banyaknya bacaan, tanpa menuliskannya, kita tidak mewariskan karya. Dengan membaca kita telah belajar menulis. 365 halaman tulisan bermula dari lembar pertama. Kehidupan adalah kitab yang indah, tetapi tidak bermanfaat bagi yang tak membacanya.
Kita belajar berjalan dengan berjalan. Kita belajar berbicara dengan berbicara. Kita belajar membaca dengan membaca. Kita belajar menulis dengan menulis.
Menulis adalah ketrampilan; siapa saja dapat melakukan.Menulis tak perlu bakat, karena bakat adalah kesabaran dan ketekunan yang lama. Membaca membantu Anda menulis dengan baik, benar, etis, dan estetis.Siapa yang berhenti membaca, niscaya berhenti menulis. Banyaklah membaca, agar menjadi penulis yang luar biasa.Bila Anda berjumpa dengan penulis yang hebat dan mengagumkan, ketahuilah bahwa ia telah melakukan apa yang belum Anda lakukan.
Kedua, menulis dengan membaca kata-kata bijak. Peribahasa adalah kalimat pendek dari pengalaman hidup yang panjang. ”Di antara 1000 tulis Anda, pasti ada yang sangat bagus.” (Seno Gumira Ajidharma). Siapa rajin membaca, jendela dunia akan terbuka. Menuntut ilmu baru berakhir, jika nyawa sudah menyingkir (H. Sulaiman Yusuf); Membaca itu memperkaya perbendaharaan jiwa, oleh karena itu sangat membahagiakan. (Goethe).
Hati akan mati bila tidak berhasrat kepada ilmu pengetahuan (Fathul Mausuli); Kehebatan daya cipta adalah berkat rajin membaca, hingga kekayaan dan kebahagiaan berupa apa pun dapat dicapai manusia yang banyak pengetahuannya (G Bernard Shaw); “Hidup ini seperti orang naik sepeda; kita harus terus berjalan.” (Albert Einstein).
”Perbaikan dalam segala bidang, dilatarbelakangi oleh ribuan kesalahan kecil, dan besarnya kesuksesan Anda berdasar pada berapa kali Anda gagal melakukan sesuatu. Jika seseorang lebih baik daripada Anda mengenai sesuatu hal, sepertinya itu karena dia telah mengalami kegagalan lebih banyak daripada Anda. Jika seseorang lebih buruk dari Anda, sepertinya itu karena dia belum mengalami semua pengalaman belajar yang menyakitkan seperti yang Anda rasakan. Coba bayangkan seorang anak kecil yang sedang belajar berjalan, anak kecil itu akan jatuh dan melukai dirinya ratusan kali. Namun tidak pernah sedikit pun anak itu berhenti dan berpikir, ”Oh, saya rasa berjalan bukan bidang saya. Saya tidak mahir melakukannya. Kita hanya bisa benar-benar sukses kalau kita ada suatu bidang yang memungkinkan kita untuk rela gagal. Jika kita tidak bersedia untuk gagal, kita pun tidak bersedia untuk sukses.”
(Mark Manson)
Ketiga, menulis dengan membaca pengalaman orang. Charles Bukowski dulunya adalah seorang pecandu alkohol, senang main perempuan, pejudi kronis, kasar, kikir, tukang utang, dan, dalam hari-hari terburuknya, seorang penyair. Bukowski bercita-cita menjadi seorang penulis. Namun karya-karyanya terus-menerus ditolak oleh hampir setiap majalah, surat kabar, jurnal, agen, dan penerbit yang pernah dihubunginya. Tulisannya sangat hancur, kata mereka. Tiga puluh tahun berjalan tanpa arti seperti itu, saat Bukowski berusia 50 tahun, setelah seumur hidup merasa gagal dan membenci diri sendiri, seorang editor di sebuah penerbitan independen kecil menaruh minat aneh terhadap dirinya. Dia memutuskan untuk memberikan satu kesempatan. Itulah peluang pertama Bukowski, dan, ia sadar, mungkin itu satu-satunya yang bisa didapatkannya. Bukowski menjawab tantangan sang editor, ”Saya hanya bisa memilih satu dari dua pilihan – tetap bekerja di kantor pos dan bakalan sinting … atau tetap di luar sini, menjadi penulis, dan kelaparan. Saya lebih memilih kelaparan saja.” Setelah menandatangani kontrak, Bukowski menulis novel pertamanya hanya dalam 3 minggu. Judulnya sederhana, Post Office. Di dalamnya, dia menulis, ”Didedikasikan untuk tak seorang pun.” Kelak Bukowski mencatatkan diri sebagai seorang penulis novel dan puisi yang sukses. Dia terus berkarya dan menerbitkan 6 novel dan ratusan puisi, menjual lebih dari 2 juta kopi. Popularitasnya melampaui harapan setiap orang, terutama ekspektasinya sendiri.
(Mark Manson)
”Tiga hal paling sulit dalam hidup, yaitu kejujuran dalam berintrospeksi, kesabaran dan keikhlasan dalam berikhtiar dan menerima hasilnya, serta istiqamah untuk terus menapaki jalan-Nya yang lurus. Persis boling, semua orang punya jalurnya sendiri. Memang ada skor, tetapi esensinya masing-masing berusaha melempar lebih baik.” (Rene Suhardono dan Intan Yamuna)
Buah keheningan adalah doa
Buah doa adalah iman
Buah iman adalah cinta
Buah cinta adalah pelayanan
Buah pelayanan adalah damai.
(Lucinda Vardey)
Bagaimanapun juga
Jika kamu melakukan yang baik
orang akan menuduhmu egois
punya motif tersembunyi
Bagaimanapun juga lakukanlah yang baik
Hal baik yang kamu lakukan, esok akan dilupakan
Bagaimanapun juga lakukanlah yang baik
Apa yang telah kamu bangun bertahun-tahun
mungkin akan dihancurkan dalam semalam
Bagaimanapun juga membangunlah.
(Lucinda Vardey)
Sehari sehelai benang, setahun selembar kain.
Sehari selembar tulisan, setahun sebuah buku.
*Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, penulis trilogy Kamus Pintar Al-Quran, Kearifan Al-Quran, 10 Tema Utama Al-Quran (Jakarta: Gramedia, cetak ulang 2021).
EDITOR: REYNA
Related Posts
Pemimpin Mangro Tinggal
JOKOWI-PRABOWO
Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subanto (Bagian 44): Aktif Mengawal Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Mengapa Korupsi?
Dinamika Relasi Akademia dan Komunitas Bisnis
Bagaimana Seharusnya Danantara Bekerja (Bagian 1)
Jejak-Jejak Jokowi
Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (Bagian 43): Dampingi Presiden Prabowo Bicarakan Industri Musik Dengan Yovie Widianto
Analisis Dampak Revolusi AI terhadap Indonesia: Kita bergerak atau tenggelam
Etika Dan Spiritualitas Fondasi Kehidupan
No Responses