Oleh: Muhammad Chirzin
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah… (QS Al-Baqarah/2:196)
Bawalah bekal, tetapi bekal yang terbaik ialah takwa. Maka bertakwalah, wahai orang
yang arif. (QS Al-Baqarah/2:197)
Mengerjakan ibadah haji merupakan kewajiban manusia kepada Allah, – siapa yang
mampu ke sana… (Qs Ali Imran/3:97)
Serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka datang kepadamu dengan berjalan kaki atau mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. (Al-Hajj/22:27-28)
Haji dan umrah adalah ibadah yang diajarkan kepaea Nabi Ibrahim as, dan Allah swt memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk melaksanakan keduanya.
Ibadah Haji dan Umrah dimulai dengan berihram, mengenakan dua potong kain tak berjahit, simbol menjauhkan diri dari dunia fana.
Berakhirnya ibadah haji dan umrah dilambangkan dengan mencukur rambut kepala, melapaskan pakaian ihram, dan mengenakan pakaian biasa kembali.
Allah swt memerintahkan Nabi Ibrahim as membangun Ka’bah sebagai tempat perlindungan yang damai.
Allah swt berpesan kepada Nabi Ibrahim dan Ismail untuk menjaga Rumah itu dari segala noda dan mempersiapkannya untuk mereka yang thawaf, beriktikaf, dan bersujud.
Nabi Ibrahim berdoa, “Wahai Tuhan kami, utuslah seorang rasul dari keturunan dan kerabat kami yang mengajarkan kitab suci yang diwahyukan kepadanya, ilmu pengetahuan, hukum-hukum yang kokoh, dan menyucikan mereka dari perilaku buruk. Engkau Maha Menguasai, Maha Menundukkan dan Maha Bijaksana atas perbuatan, perintah, dan larangan.” (al-Baqarah/2:129)
Allah swt mengabulkan doa Nabi Ibrahim as dengan mengutus Nabi Muhammad saw yang mengajarkan Al-Quran dan hikmah, yakni sunnah, cahaya dalam hati.
Thawaf mengelilingi Ka’bah tujuh kali putaran, dari sudut Hajar Aswad dan diakhiri pada tempat yang sama, bermakna menyatukan kehendak diri dengan kehendak Allah.
Dalam thawaf seseorang meleburkan dirinya dalam hadirat Ilahi, menghadirkan perasaan ta’zhim, cemas, harap, dan cinta kepada Allah swt.
Tubuh mengelilingi Ka’bah, sekaligus menawafkan hati, pikiran, dan perasaan dengan jantung dekat pada Ka’bah; menyadari hakikat hidup di dunia ini.
Ka’bah adalah rumah, tempat kembali untuk beristirahat. Di sana kelelahan dan kegelisahan akan hilang atau berkurang.
Ibadah haji melibatkan banyak orang, sejak pembekalan, persiapan, dan upacara pemberangkatan hingga penjemputan sekembalinya dari Tanah Suci.
Ibadah haji melibatkan akal, hati, dan fisik sekaligus.
Manasik haji sejak berihram di miqat, thawaf mengelilingi Ka’bah, sa’i dari Shafa ke Marwa, wuquf di padang Arafah, mabit di Muzdalifah dan melempar jumrah di Mina serta thawaf ifadhah menggambarkan perjalanan ruh manusia sejak pertama kali diciptakan di alam malakut, ditiupkan ke dalam rahim dan hidup dalam alam kandungan, dilahirkan ke alam dunia dunia, dipanggil kembali ke hadirat Ilahi, menanti di alam barzakh, dan kelak dihimpun di padang mahsyar.
Berhajilah, seolah-olah ini satu-satunya kesempatan berhaji bagimu. Dialog Murid dengan Guru Sepulang dari Ibadah Haji
Murid : ”Guru, alhamdulillah, saya sudah menunaikan ibadah haji.”
Guru : ”Ketika engkau berniat haji dan mengganti pakaianmu dengan kain ihram, apakah engkau juga telah membulatkan tekad untuk melepaskan segala pakaian yang bisa membuatmu merasa lebih dari yang lain?”
Murid : ”Tidak, Guru.”
Guru : ”Kalau begitu, engkau belum berihram.” ”Ketika engkau mengucap talbiyah labbaik allahumma labbaik – apakah engkau berusaha fokus memenuhi panggilan Allah di Tanah Suci?”
Murid : ”Tidak, Guru.”
Guru : ”Kalau begitu, engkau belum bertalbiyah.” ”Ketika engkau menghampiri
Ka’bah dan berputar mengelilinginya, apakah engkau menyatukan hati, pikiran dan perasaan pada Allah swt?”
Murid : ”Tidak, Guru.”
Guru : ”Kalau begitu, engkau belum thawaf.” ”Apakah ketika bersa’i engkau
berusaha sungguh-sungguh menghampiri Allah swt?”
Murid : ”Tidak, Guru.”
Guru : ”Kalau begitu, engkau belum sa’i.” ”Apakah ketika wuquf di Arafah engkau telah berhenti sejenak untuk mengenal dirimu sendiri dan mengenali Rabbmu?”
Murid : ”Tidak, Guru.”
Guru : ”Kalau begitu, engkau belum wuquf.” ”Apakah ketika singgah di Muzdalifah engkau merenungkan kebesaran Allah saw di malam sunyi?”
Murid : ”Tidak, Guru.”
Guru : ”Kalau begitu, engkau belum mabit di Muzdalifah.” ”Apakah ketika di Mina dan melempar jumrah engkau membulatkan tekat untuk bermusuhan dengan setan selama hayat?”
Murid : ”Tidak, Guru.”
Guru : ”Kalau begitu, engkau belum melempar jumrah.”
Murid : ”Kalau begitu, aku belum benar-benar berhaji…”
EDITOR: REYNA
Related Posts
Muhammad Chirzin: Pesan Kearifan Semesta
Sufmi Dasco, Senopati politik Prabowo Subianto (47): Danantara akan menjadi lembaga investasi penting bagi motor penegakan ekonomi di Indonesia
Rahasia Potensi Diri Yang Akan Terjadi
Fungsi dan Isi Pikiran Bawah Sadar (2)
Anton Permana: Prabowo Diantara Dua Mata Pisau
Fungsi Dan Isi Pikiran Bawah Sadar
Memahami Dikotomi Konflik Sipil, Militer, Demokrasi, Dalam Algoritma Politik Indonesia
Berbagi motivasi di Hari Pendidikan Nasional: Proses Terwujudnya Garis Nasib
Bijak Berdoa
Mengungkap Potensi Diri Yang Tersembunyi: Hati adalah magnet dahsyat pengundang “nasib” kehidupan
No Responses