Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Siapapun yang mempelajari sifat Rasulullah Muhammad pasti ingat suatu kisah seorang pengemis buta di sudut pasar Madinah. Pengemis Yahudi tersebut merasa jijik dan muak bila mendengar orang menyebut nama Muhammad. Bahkan, ia menuduh Nabi Muhammad sebagai tukang sihir dan pembohong besar. Pengemis itu sering berkata bahwa siapa pun mesti mewaspadai sosok bernama Muhammad. Sebaliknya Muhammad SAW dengan sabarnya selalu mampir ketempat pengemis buta dan menyuapi makanan. Setelah Rasulullah wafat, tak ada yang datang menyuapkan makanan kepada si pengemis buta tersebut. Selang beberapa waktu, Abu Bakar bin Shiddiq menggantikan kebiasaan Nabi tersebut. berkat informasi yang diberikan oleh Aisyah RA.
Pengemis itu berkata, “Bukan. Pasti engkau bukan orang yang biasa mendatangiku. Apabila ia datang, tak usah tangan ini memegang dan tak usah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku. Dan, ia terlebih dahulu dihaluskan makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku”. Mendengar ucapan si pengemis, Abu Bakar menangis dan berkata, “Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku merupakan salah satu sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia merupakan Nabi Muhammad, Rasulullah SAW”.
Kisah kehidupan Rasulullah itu menandakan sifat nya yang tidak Riya’ melakukan kebaikan kepada orang lain yang membutuhkan, tidak menepuk dada “akulah yang memberi makan kamu”; yang dilakukan Rasulullah adalah berdasarkan ajaran Allah SWT bahwa kita harus melakukan kebaikan kepada orang lain tanpa pamrih; tanpa Riya’.
Riya termasuk salah satu sifat orang munafik. Sifat ini bertentangan dengan sifat orang beriman yang senantiasa ikhlas dalam melakukan segala sesuatu. Orang yang berbuat riya tidak akan mendapat apapun atas kebaikan yang mereka kerjakan.
Sifat Rasulullah yang tidak riya’ dalam membantu sesama itu selayaknya menjadi inspirasi bagi para pemangku jabatan tinggi di Indonesia ini agar dalam melakukan kegiatan kenegaraan dalam membantu rakyat itu tanpa pamrih, tanpa diembel-embeli kepentingan politik sesaat. Pemberian bantuan kepada rakyat seperti Bansos itu sejatinya merupakan kewajiban pemerintah dan merupakan bentuk terima kasih kepada rakyat yang memberi amanat kepada pejabat untuk menjadi pemimpin negara dan kepada rakyat yang telah membayar berbagai macam pajak
Baru-baru ini viral di media ketika Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka membagikan bantuan sembako bagi warga yang terdampak banjir di Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (28/11/2024). Bantuan itu sampai di pengungsian warga yang bertempat di SDN 01-02 Kampung Melayu sekitar pukul 15.00 WIB. Sembako itu ditaruh dalam tas kain warna biru bergambar Istana Wakil Presiden warna putih dan bertuliskan “Bantuan Wapres Gibran”.
Ada yang mengatakan bahwa bantuan itu seharusnya tidak bertuliskan nama mas Gibran Wapres karena itu bisa menunjukkan bahwa bantuan itu tendesius, mengandung kepentingan politik. Meskipun banyak kritikan, tapi dibela oleh Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengatakan pemberian bantuan sosial (bansos) bertuliskan “Bantuan Wapres Gibran” oleh Wapres Gibran Rakabuming Raka sama sekali tidak masalah. Gus Ipul menyebut, yang terpenting adalah manfaat dari bansos itu sendiri.
Sementara itu Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, juga memberikan penjelasan terkait pemberian bantuan tersebut. Menurut Hasan, tidak ada masalah dengan bantuan yang disalurkan oleh Wapres Gibran karena menggunakan anggaran operasional wapres yang memang diperuntukkan untuk kegiatan kesejahteraan masyarakat. “Bantuan Mas Wapres kan enggak apa-apa. Wakil Presiden kan punya biaya operasional. Beliau bisa gunakan itu untuk bantuan kesejahteraan,” kata Hasan saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.
Sebenarnya Anggaran Operasional Wapres itu – apapun istilahnya adalah dana dari negara bukan dari kantong pribadi seorang pejabat. Karena itu penggunaan dana operasional itu juga harus bisa dipertanggung jawab kan. Perlu diperhatikan bahwa uang negara itu berasal dari rakyat.
Lagian, kalau toh pemberian bantuan itu menggunakan dana pribadi pun, maka kalau tidak ingin riya’ sebaiknya tidak menunjukkan gestur “Ini bantuan dari Aku”.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Empat Makna Penting Ibadah Haji
Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (50): Kebijakan Tarfi AS, berpotensi mengancam industri domestik Indonesia
Rancangan Rumah Indonesia
Komunikasi Publik Pejabat Harus Bijak
Genealogi Politik Dan Kosmologi Poltik Indonesia (Bagian 8)
Edisi Cara Meraih Impian: Tiga Tingkatan Impian Pada Pikiran Bawah Sadar
Meluruskan Hubungan Sipil-Militer Di Era Demokrasi
Muhammad Chirzin: Pesan Kearifan Semesta
Sufmi Dasco, Senopati politik Prabowo Subianto (47): Danantara akan menjadi lembaga investasi penting bagi motor penegakan ekonomi di Indonesia
Rahasia Potensi Diri Yang Akan Terjadi
No Responses