Oleh: Daniel Mohammad Rosyid
@Rosyid College of Arts
Pagi ini saya menerima video clip pernyatan tanggapan Anies dan Cak Imin atas keputusan KPU tentang hasil Pilpres 2024. Saya mencatat tiga kata yang menonjol dalam pernyataan sikap tersebut : kekurangan, kecurangan dan ketidaknormalan. Pilpres sebagai sebuah peristiwa di jagad raya ini juga terpapar kenormalan dan keberuntungan, serta dalam kompetisi ada kekeliruan strategi.
Sayang ketiga kata penting ini tidak muncul dalam pernyataan sikap AMIN tersebut. Dinyatakan bahwa pernyataan sikap itu bukan penyangkalan atas kekalahan sementara sebagaimana keputusan resmi KPU, tapi merupakan penghargaan atas 40 jutaan suara pemilih yang diamanahkan pemilih pada AMIN sekaligus sebagai komitmen untuk membangun budaya demokrasi di negeri ini.
Pertama, soal kekurangan pilpres tidak terlalu dijelaskan dalam pernyataan itu. Sebagai sebuah proyek, ini adalah pilpres yang paling rumit di dunia, melibatkan sekitar 150 juta pemilih yg tersebar di sebuah bentang alam kepulauan seluas Eropa, dengan tingkat melek informasi dan literasi yang sangat beragam. Model pilpres langsung ini hampir pasti rawan salah, sejak salah data pemilih, salah coblos, sampai salah hitung. Anggarannya juga besar sekali mencapai Rp. 70 T. Logistiknya rumit. Jika pilpres diserahkan pada sekelompok orang terpilih di MPR melalui musyawarah bil hikmah, kekurangan ini langsung nyaris hilang. Pilpres sebagai aksi tindakan kolektif (massal), akan mengikuti logika tindakan kolektif yang menurut Mancur Olson kurang lebih berarti : Pilpres adalah aksi asal coblos massal oleh 150 juta pemilih yang tidak saling kenal, tidak bertanggungjawab pada siapapun, tidak terlalu mengenal ketiga paslon, dan tidak punya banyak waktu serta bersikap ambil duitnya coblos sak karepku. Insentif untuk datang ke 800 ribuan TPS oleh 150 juta pemilih itu nyaris tidak ada. Godaan golputnya besar sekali.
Kedua, soal ketidaknormalan. Ini justru terjadi sejak awal proses pencalonan capres dan cawapres. Normalnya, Ketua Umum Parpol sebagai kader terbaiklah yang maju. Prabowo dan Cak Imin adalah Ketua Umum parpol, sedangkan Anies dan Mahfud bukan kader parpol manapun. Sedang Gibran adalah kader PDIP. Bahwa UUD 2002 memberi hak instimewa hanya parpol atau gabungan parpol yang bisa mengajukan calon adalah ketidaknormalan, keganjilan, jika tidak bisa disebut pelanggaran etika politik. Ada parpol, yang Ketua Umumnya cukup puas menjadi makelar politik. Ketidaknormalan SIREKAP tidak bisa dianggap serius karena bukan penentu perolehan suara nyata.
Ketiga, soal kecurangan, walaupun pernyataan AMIN tersebut tidak menyebutnya sebagai kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Dinyatakan telah ada penyalah gunaan bansos untuk suap politik bagi keuntungan paslon 02. Juga keberpihakan aparat sipil maupun militer untuk kepentingan paslon 02. Tuduhan ini harus dibuktikan melalui Angket di DPR atau dipersengketakan di MK untuk membalik perolehan suara yang merugikan paslon 01, dan menguntungkan paslon 02. Kinerja SIREKAP yang kurang meyakinkan tidak bisa disebut sebagai kecurangan karena keputusan KPU berdasarkan perhitungan manual berjenjang, sedangkan SIREKAP hanya alat bantu saja. Lagipula telah dilakukan Hitung Cepat oleh banyak lembaga survey independen yang terdaftar di KPU. Hitung cepat telah tebukti sangat dapat dipercaya sehingga bisa dipakai sebagai kontrol adanya kecurangan Pemilu. Bansos dan serangan fajar lebih banyak berperan dalam mengurangi jumlah golput, namun tidak banyak mengubah preferensi pemilih yang makin mandiri bersikap ambil duitnya coblos sak karepku.
Keempat, soal keberuntungan. Ini yang luput dari banyak analisis. Dalam perpektif pilpres oleh 150 juta lebih pemilih sebagai aksi coblos massal, maka siapun yang terundi 02 dan disajikan dalam posisi di tengah kertas suara pilpres, akan memenangkan kontestasi oleh 3 paslon ini. Distribusi perolehan suara akan mendekati nomal Gaussian [25/50/25]% sesuai hukum the law of large number yang menguntungkan paslon 02. Perolehan hasil akhir Real Count dan Quick Count berasal dari sebaran ini. Paslon 01 masih beruntung karena kekeliruan strateginya dikoreksi oleh kekuatan efek Olson, sementara paslon 03 melakukan blunder strategi. Hampir semua tambahan suara paslon 02 berasal dari migrasi suara pemilih paslon 03 menjadi [25/58/17]%, bukan karena kecurangan TSM. Aspek keberuntungan ini tidak ada dalam kasus peserta pilpres hanya 2 paslon seperti dalam pilpres 2019.
Kelima, soal kekeliruan strategi. Ini tidak pernah diakui oleh AMIN. Dalam public mood yang pro-Jokowi, memilih tema perubahan merupakan resep bagi kekalahan. Jadinya Paslon 01 tampak hanya untuk meramaikan Pilpres, tidak serius dirancang untuk memenangkan Pilpres. Mungkin juga hanya untuk menyalurkan aspirasi kelompok Islam yang pasca Pilpres 2019 memilih Prabowo. Paslon 03 tidak jelas posisinya di awal periode pilpres, namun kemudian malah menyerang Paslon 02 di tengah jalan. Akibatnya pendukung Jokowi di PDIP beralih ke paslon 02 yang memposisikan diri sebagai penerus Jokowi.
Setiap pemenang Pilpres memiiliki cukup keleluasaan untuk mengagendakan perubahan, namun sebagai tema kampanye perubahan bukan posistioning yang tepat. Baik paslon 01 maupun 03 mendekati Pilpres ini terlalu politico-legal dengan bias intelektualisme yang tinggi. Padahal, seperti yang dikatakan antropolog senior Dr. Kartini Syahrir, Pilpres ini bukan sekedar peristiwa politik atau hukum, tapi peristiwa antropologis. Sikap menyerang Anies dan Ganjar pada sosok tua seperti Prabowo bukanlah sikap yang bisa diterima oleh banyak pemilih Pilpres di Pulau Jawa.
Menutup analisis ini baiklah dikatakan, bahwa kekurangan model pilpres langsung ini begitu jelas. Perbaikannya pun jelas sekali : menyerahkan pilpres ini pada wakil-wakil terpilih kita di MPR melalui proses elaboratif yang transparan dan akuntabel, yaitu musyawarah bil hikmah sesuai UUD45 sebelum diganti UUD2002. Kita tentu memerlukan anggota MPR yang mencerminkan wakil dari seluruh rakyat Indonesia, yang memiliki kearifan dan kapasitas yang memadai untuk tepat pilih presiden mandataris MPR bukan asal pilih presiden petugas partai.
Gunung Anyar 21 Maret 2024.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Makna Simbol: Analogi Pesawat Sasyuik dan Pencarian Manusia
Muhammad Chirzin: Israel Merajalela
Alumni Harvard Turun Gunung Membantu Alma Maternya Melawan Trump.
OPINI Ulrich Schlie: Kebangkitan pertahanan Jerman: Perspektif Bundeswehr
Sampai Kapan US$ Menguat Terhadap Rupiah?
ICMI: Dari Gagasan Menuju Gerakan, Dari Cendekiawan Menuju Pelayan Umat
Diskusi Psikologi Rakyat Konoha
Prabowo Adalah TNI Demokratis: Tanggapan Untuk Dhimam Abror Djuraid
Mau Dibawa Kemana Negara Ini Ketika Polri Ingkar Terhadap Konstitusi
Janji Gibran 19 Juta Lapangan Kerja, Realisasi Buka Moratorium Kerja di Arab Saudi
No Responses