Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (62): Putusan MK Pisahkan Pemilu 2029, Dasco Pasang Rem, Rakyat Wajib Tahu Bahayanya

Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (62): Putusan MK Pisahkan Pemilu 2029, Dasco Pasang Rem, Rakyat Wajib Tahu Bahayanya
Presiden Prabowo Subianto (tengah) diapit oleh Sufmi Dasco (kanan) dan Muzani (kiri)

Oleh:Budi Puryanto
Pemimpin Redaksi

 

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah mulai tahun 2029 mengguncang dunia politik Indonesia. Sebuah keputusan konstitusional yang disambut pro-kontra tajam, kini jadi medan tempur baru di Senayan. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, buka suara – dan bukan sembarang suara. Ia menyentil pentingnya rem darurat konstitusional, agar DPR tak terjebak dalam euforia perubahan tanpa peta jalan yang jelas.

“Kami tidak ingin tergesa-gesa merespons putusan MK ini. Harus ada kajian mendalam, diskusi, bahkan simulasi internal. Jangan sampai kita melakukan rekayasa konstitusi tanpa arah,” ujar Dasco, Ketua Harian Partai Gerindra, pada awal Juli 2025.

Pernyataan itu bukan basa-basi. Di balik narasi kehati-hatian itu, tersembunyi sejumlah ketegangan politik, potensi kekacauan administratif, dan keresahan publik yang mungkin belum tersuarakan secara luas.

Apa Sebenarnya Putusan MK Itu?

Dalam amar putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pemilu serentak nasional dan lokal bertentangan dengan semangat keadilan konstitusional. Artinya, mulai 2029, pemilihan Presiden, DPR, dan DPD akan dipisahkan waktunya dari pemilihan DPRD dan kepala daerah.

Dulu semuanya digelar serentak, satu hari, satu sistem logistik, satu gelombang euforia. Tapi MK menganggap itu melelahkan dan membingungkan rakyat. Sayangnya, MK hanya memberi arah – tanpa memberi peta.

Dasco: Jangan Main Hantam UU

Di tengah sorotan tajam publik dan elite, Dasco menyerukan akal sehat. “Putusan MK tidak bisa langsung diterjemahkan sebagai perintah revisi Undang-Undang secara sembrono. Kami perlu masukan dari semua pihak, terutama masyarakat sipil dan ahli tata negara,” tegasnya.

Ia juga membuka ruang untuk simulasi. Ini langkah penting yang jarang dilakukan DPR: mencoba meniru skenario dunia nyata sebelum mengubah hukum. Seperti pilot yang melakukan flight simulator sebelum menerbangkan pesawat sungguhan.

Langkah ini adalah sinyal kuat bahwa Dasco dan Gerindra enggan membiarkan Indonesia jadi kelinci percobaan konstitusional.

Bahaya Pemisahan Pemilu Tanpa Kajian

Jika diterapkan asal-asalan, pemisahan pemilu bisa menciptakan:

Kebingungan pemilih – masyarakat harus mencoblos dua kali dalam waktu berbeda. Kampanye tak pernah berhenti.

Pembengkakan biaya negara – dua kali logistik, dua kali TPS, dua kali rekap.

Konflik politik terus-menerus – tidak ada waktu jeda dari polarisasi.

Lemahnya kesinambungan kebijakan pusat-daerah – presiden bisa punya kepala daerah yang oposisi total.

Ini bukan sekadar perubahan teknis. Ini potensi krisis demokrasi jika salah jalan.

Elite Politik Terbelah

Beberapa partai menyambut putusan MK. Mereka menganggap ini sebagai “penguatan demokrasi lokal.” Tapi tidak sedikit yang menganggapnya sebagai jebakan. Sebuah “bom waktu” yang akan meledak bila tidak diurai dengan saksama.

Dasco berada di tengah. Tidak menolak, tapi juga tidak mengiyakan mentah-mentah. Sikap ini seperti cool-headed strategist, bukan politisi impulsif. “Kami tidak anti-perubahan, tapi kami anti-kegaduhan yang tidak perlu,” ujarnya dalam satu wawancara off-record.

Rakyat Harus Ikut Bersuara

Ini bukan hanya urusan elite. Ini soal bagaimana rakyat akan memilih, dipimpin, dan hidup lima tahun sekali.

Rakyat berhak tahu bahwa:

Putusan MK tidak otomatis berlaku tanpa revisi UU Pemilu.

DPR punya waktu dan hak untuk menyusun mekanisme baru.

Partisipasi masyarakat bisa menekan agar tidak terjadi deal-deal gelap antar partai dalam menyusun sistem baru.

Dasco menegaskan bahwa DPR “terbuka terhadap masukan masyarakat sipil.” Momentum ini harus digunakan oleh LSM, akademisi, mahasiswa, hingga netizen cerdas, untuk mengawal dan mengoreksi arah reformasi politik.

Kita tidak boleh membiarkan putusan Mahkamah dijalankan secara otomatis tanpa otak. Hukum adalah alat, bukan takdir. Dan DPR adalah wakil rakyat, bukan pelayan elite. Dalam soal ini, Dasco memberikan suara nalar di tengah gemuruh syahwat politik.

Pemilu adalah jantung demokrasi. Jangan biarkan jantung itu berdetak dua kali tanpa sinkronisasi. Jangan biarkan rakyat kelelahan oleh politik yang tak pernah selesai.

2029 masih jauh. Tapi jika hari ini kita diam, kita mungkin akan melihat negeri ini terjebak dalam pilkada dan pilpres tanpa henti, tanpa jeda, dan tanpa makna.

EDITOR: REYNA

Baca juga artikel terkait:

Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (61): Tarif Trump Turun 19%, Awal Kerja Kolektif Legislatif dan Eksekutif

Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (60): Kunjungan Presiden ke Arab Saudi Memiliki Agenda Strategis

Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (59): DPR Bentuk Tim Khusus Kawal Penulisan Ulang Sejarah Bangsa

Last Day Views: 26,55 K