Oleh: Budi Puryanto
Pemimpin Redaksi
Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki niatan sama sekali untuk menyindir Partai Solidaritas Indonesia (PSI) saat berbicara tentang perubahan logo dalam acara Kongres perdana Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (Gekrafs) di Jakarta, Sabtu (19/7) lalu.
Pernyataan tersebut muncul usai media sosial ramai membahas ucapan Dasco yang menyinggung soal kemungkinan Gekrafs mengganti logonya menjadi “kancil”. Publik langsung mengaitkan ucapan itu dengan PSI, yang pada hari yang sama di Solo, Jawa Tengah, sedang menggelar kongres nasional dan secara resmi mengganti logo partai dari bunga mawar menjadi kepala gajah.
Dasco menyatakan, “Saya, ya, enggak ada niat sama sekali sindir-menyindir,” ujar Dasco saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/7). Ia mengaku pernyataan tersebut hanya bagian dari candaan ringan kepada pengurus Gekrafs, tanpa maksud politik apapun.
Ganti Logo Kancil: Candaan Kreatif
Kongres perdana Gekrafs yang dipimpin oleh Kawendra Lukistian dihadiri sejumlah tokoh nasional, termasuk Dasco. Dalam pidatonya, Dasco sempat mengapresiasi semangat kreativitas anak-anak muda di sektor ekonomi kreatif dan menyebut secara bercanda bahwa “mungkin saja logo Gekrafs bisa berubah menjadi kancil” karena organisasi ini dinamis dan dipenuhi anak muda yang penuh imajinasi.
Kebetulan, pernyataan itu meluncur pada hari yang sama dengan peluncuran logo baru PSI di Solo—perubahan besar dari simbol mawar ke sosok kepala gajah. Maka tak heran, publik cepat membaca komentar Dasco sebagai sindiran terselubung, apalagi mengingat dinamika politik antara PSI dan partai-partai senior seperti Gerindra.
Namun Dasco menegaskan bahwa tak ada konteks PSI dalam candaan itu. “Saya hanya menyampaikan apresiasi kepada Gekrafs. Organisasi kreatif seperti ini wajar punya perubahan, dan saya cuma bercanda soal kemungkinan logo berubah,” katanya.
Dasco & PSI: Hubungan Baik, Tak Perlu Baper
Dalam keterangannya, Dasco juga menegaskan bahwa hubungan antara dirinya dan PSI cukup baik. Ia bahkan mengaku tak percaya jika ada pihak PSI yang merasa tersindir atau terganggu oleh ucapannya.
“Saya hubungan dengan PSI juga cukup dekat. Saya pikir juga enggak ada yang merasa kesindir,” katanya dengan nada tenang.
PSI sendiri belum memberi respons resmi terkait pernyataan Dasco. Namun suasana internal partai berlambang gajah itu tampak adem ayem. Kaesang Pangarep selaku Ketua Umum PSI tidak merespons langsung candaan Dasco, yang dianggap sejumlah pihak hanya sebagai dinamika biasa dalam ruang politik terbuka.
Pengamat: Ini Bukan Sindiran, Tapi Refleksi Satire Politik Ringan
Menurut pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Dr. Fitria Yuniar, ucapan Dasco sebaiknya tidak dibesar-besarkan. Ia menyebut candaan tersebut lebih sebagai bentuk satire ringan yang biasa muncul dalam ruang publik politik Indonesia.
“Candaan soal logo kancil bisa saja dimaknai sebagai bentuk spontanitas. Tapi memang karena momennya bertepatan dengan peluncuran logo PSI, akhirnya publik mengaitkan satu sama lain,” ujarnya.
Fitria menambahkan, penting untuk membedakan antara satire politik dengan kritik langsung. Dalam kasus ini, kata dia, tidak ada intensi serangan politik, hanya permainan simbol yang wajar dalam panggung politik Indonesia yang dinamis dan penuh simbolisme.
PSI dan Simbol Gajah: Transformasi atau Eksperimen?
Perubahan logo PSI dari mawar ke gajah menjadi sorotan tersendiri dalam politik nasional. Bagi sebagian kalangan, simbol gajah dianggap sebagai penegasan arah baru PSI—lebih kokoh, besar, dan kuat. Gajah dinilai mewakili karakter partai yang ingin tampil dewasa, tenang, dan tangguh.
Namun, di balik itu, publik juga tak lepas dari beragam reaksi. Beberapa pihak menilai perubahan tersebut belum tentu berdampak pada elektabilitas. Bahkan sebagian pengamat menyebut perubahan simbol partai harus diikuti dengan perubahan narasi dan arah kebijakan politik yang konkret.
Candaan Dasco soal “kancil” mungkin bisa dibaca sebagai cermin realitas bahwa politik identitas visual tidak lepas dari tafsir publik. Bahkan candaan kecil bisa disulap menjadi diskusi nasional jika konteks dan momennya pas.
Politik Tak Pernah Sepenuhnya Serius
Kisah ini mengingatkan kita bahwa dalam dunia politik, bahkan sebuah candaan ringan bisa memicu tafsir luas dan kegaduhan media sosial. Dasco, dengan gaya lugas dan jenakanya, mungkin tak berniat menyulut polemik. Tapi ketika panggung politik sedang panas dan penuh simbol-simbol baru, apa pun bisa menjadi bahan bakar narasi.
Candaan Dasco yang ringan dan tenang didepan Konggres Gekraf, kumpulan anak-anak muda kreatif, sebenanrya adalah kreatifitas seorang politisi yang cerdik. Politik tidak melulu harus serius, tetapi juga bisa diekspresikan dengan jenaka. Politics is usual and happy.
EDITOR: REYNA
Baca juga artikel terkait:
Related Posts

Sampah Indonesia: Potensi Energi Terbarukan Masa Depan

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Sebuah Kereta, Cepat Korupsinya

Menata Ulang Otonomi: Saatnya Menghadirkan Keadilan dan Menata Layanan

Gerbang Nusantara: Jatim Kaya Angka, Tapi Rakyat Masih Menderita

Imperium Tiga Samudra (5) — Ratu Gelombang

“Purbayanomics” (3), Tata Kelola Keuangan Negara: Terobosan Purbaya

Seri Novel “Imperium Tiga Samudra” (4) – Pertemuan di Lisbon

Habil Marati: Jokowi Mana Ijasah Aslimu?

Misteri Pesta Sabu Perangkat Desa Yang Sunyi di Ngawi: Rizky Diam Membisu Saat Dikonfirmasi



No Responses