Tujuh Masukan Arah Kebijakan Pendidikan Indonesia

Tujuh Masukan Arah Kebijakan Pendidikan Indonesia
Daniel Muhammad Rosyid



Oleh: Daniel Mohammad Rosyid @ITS Surabaya

Pertama, Pendidikan itu soal perluasan kesempatan belajar, bukan kesempatan bersekolah. Kegiatan belajar seperti praktek, berbicara, membaca dan menulis tidak pernah mensyaratkan birokrasi sekolah yg rumit. Sekolah seringkali justru mempersempit kesempatan belajar dengan membangun dinding tembok yg tinggi dan tebal, serta menjadi tempat terbaik untuk menyombongkan diri.

Kedua, Sekolah tidak selalu tempat terbaik untuk belajar. Jika belajar adalah proses memaknai pengalaman, maka tempat belajar terbaik justru di masyarakat. Sekolah adalah lingkungan buatan yg memberikan pengalaman yg miskin. Tempat belajar terpenting adalah keluarga di rumah. Rumah yg sehat memberi sarapan dan makan malam beragam, sedangkan sekolah melengkapi dengan makan siang seragam.

Ketiga, Pendidikan universal harus selesai di tingkat SMA. Lulusan SMA sederajat sudah mandiri belajar, sehat, siap bekerja dan bermasyarakat secara produktif serta siap menikah. Tidak semua warga harus kuliah. Permintaan kuliah yg meningkat adalah permintaan semu, dan menunjukkan kegagalan Dikdasmen untuk menyiapkan warga negara yg cakap, sehat dan produktif pada usia 18 tahun.

Keempat, Tradisi universitas lebih tua daripada tradisi sekolah. Universitas bukan kelanjutan SMA. Tugas universitas adalah menyiapkan para spesialis dan mengembangkan iptek dan inovasi melalui riset.

Kelima, Kelulusan warga belajar dari sebuah sekolah adalah kewenangan dewan guru sekolah, tidak bisa ditentukan oleh Pemerintah melalui tes standar yg bersifat nasional. Kesenjangan guru, ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan masih perlu diperbaiki dan disetarakan. Kelulusan warga belajar ditentukan melalui proses moderasi dalam rapat Dewan Guru Sekolah secara multi-ranah, dan multi-kecerdasan, tidak diserahkan pada hasil tes kognitif pilihan-ganda yg dievaluasi oleh mesin.

Keenam, Pemerintah memerlukan peta sebaran kinerja belajar warga negara untuk merumuskan kebijakan dan program pendidikan yg sesuai dengan keadaan daerah dari Aceh hingga Papua. Ini bisa dilakukan melalui sampling, tidak diikuti semua warga belajar, dan tidak perlu dilakukan setiap tahun, serta tidak menentukan kelulusan.

Ketujuh, Uji kompetensi Mapel seperti Fisika, Kimia, dan Matematika dll bisa dikelola oleh Asosiasi Guru Mapel, dan ditempuh secara sukarela oleh warga belajar yang membutuhkannya. Perlu disediakan juga uji kompetensi seni dan olahraga bagi warga yg berbakat. Universitas bisa mensyaratkan ini dalam seleksi masuk mahasiswanya.

Tidak semua lulusan SMA harus bekerja di pasar kerja. Lulusan SMA perlu dipersiapkan untuk membuka usaha sendiri sesuai bakat dan potensi daerah di mana sekolah itu berada, terutama daerah dengan potensi2 agro-maritim yg melimpah. Down streaming hasil2 agro-maritim akan menjadi sumber kekayaan dan ketahanan pangan nasional, mencegah brain draining kawasan pedesaan, dan mengurangi urbanisasi.

Tujuan pendidikan bukan sekedar menyiapkan buruh yg cukup trampil menjalankan mesin2 dan sekaligus cukup dungu untuk setia bekerja bagi investor, tapi untuk menyediakan syarat2 budaya bagi bangsa yg merdeka, yaitu jiwa yg merdeka. Mendidik berarti memberi kesempatan untuk belajar merdeka.

Gunung Anyar, Surabaya. 28 Oktober 2024.

EDITOR: REYNA




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=