Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 10: Topo Ing Saktengahe Projo

Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 10: Topo Ing Saktengahe Projo
Gambar ilustrasi Pondok Pesantren

Ditulis Ulang Oleh: Ir HM Djamil, MT

 

Rabu sore di masjid depan pasar dimana wali Paidi sering berjama’ah Dhuhur & Asar di situ sedang mengadakan pengajian rutin tiap ba’da Asar hari Rabu atau Rabuan. Tema dan topiknya ganti-ganti tergantung Ustad atau Kyai yang membawakan.

Pengajian ini bersifat umum, siapa saja boleh bergabung mendengarkan atau menanyakan sesuatunya. Wali Paidi sengaja tidak ikut dalam majlis tapi sambil duduk-duduk diserambi depan masjid, wali Paidi mendengarkan sebagian apa yang disampaikan oleh Kyai yang memberikan tausiyah.

Pikiran wali Paidi masih mengganjal perihal ‘orang gila’ yang di terminal beberapa hari yang lalu. Diantara sadar dan melamun wali Paidi mendengar tausiyah pengajian: “mana yang lebih baik…mempunyai ilmu gelut..hingga ndak pernah kalah dan ndak bisa dikalahkan… atau ilmu yang orang tidak akan memusuhinya karena kasihan, atau karena apapun… keduanya sama-sama ndak punya musuh… yang pertama orang takut memusuhinya… yang kedua orang malas bermusuhan dengannya?” tanya Kyai pada hadirin.

Sebenarnya ini adalah materi lama bagi wali Paidi, dulu dia dilarang berlatih kanuragan oleh Abah Kyai dan diwejang dengan pertanyaan yang hampir sama dengan wejangan Kyai dalam masjid itu.

Pikiran wali Paidi melamun ke Gohell sang pendekar yang ditakuti banyak orang terutama para korak anak buahnya, sayang Gohell yang pandai ilmu kanuragan itu digunakan untuk mencari rejeki kotor dengan mengompas orang.

Andaikan Gohell mau jadi tentara atau Polisi tentu dia cepet naik pangkat karena dia pemberani punya ilmu berkelahi dia akan ditakuti oleh para korak yang sering mengacau keamanan.

Wali Paidi tersenyum sendiri sambil hatinya tetap berdzikir… Subhanallah… Alhamdulillah… laailaha illallah… hari sudah sore tapi matahari masih tinggi di ufuk barat.

Sebenarnya wali Paidi belum memutuskan untuk pulang namun karena dia melihat mbah Maimun si tukang andong yang biasanya pulang seperjalanan dengannya sudah melambaikan tangan mengajaknya pulang, maka dengan agak malas wali Paidi berjalan juga menuju andong yang siap berangkat.

Sesampai di rumah setelah mandi sore matahari masih tinggi, wali Paidi sengaja duduk santai di serambi mushollahnya. Di pelataran mushollah dua anak kecil sedang membaca komik wayang. Mereka memperdebatkan kesaktian Raden Harjuna.

Salah seorang mengatakan kesaktian Raden Harjuna karena dia sering melakukan Tapa Brata hingga Kahyangan guncang, maka para dewa mengutus Betara Narada untuk mengabulkan permintaan Raden Harjuna agar diberi Kesaktian yang mandra guna.

Wali Paidi memanggil kedua anak itu dan diberinya uang, suatu kebiasaan yang sering dilakukan oleh wali Paidi hingga banyak anak kecil yang suka padanya, mereka juga sering mendengarkan cerita-cerita khayal yang disampaikan oleh wali Paidi, kebanyakan cerita-cerita itu berbau pendidikan agama Islam.

Kali ini wali Paidi ingin mendengarkan anak-anak itu bercerita, anak-anak itu diminta untuk bercerita tentang Nabi Ibrohim, tapi anak-anak itu ndak mau katanya kurang seru. Atau mungkin mereka kurang tahu tentang kisah Ibrohim.

Lalu wali Paidi tanya tentang cerita Hanuman yang dibakar tapi tidak terbakar, mereka pun belum pernah mendengar cerita seperti itu, bahkan anak-anak itu mendesak agar wali Paidi bercerita tentang Hanuman..

Akhirnya wali Paidi meminta komik yang dibaca oleh anak-anak itu dan melihat-lihat gambar wayang yang ada di sana ternyata komik itu bercerita tentang punokawan Raden Harjuna atau yang dikenal dengan Petruk, Gareng, Semar.

Karena wali Paidi kurang bisa bercerita prilaku Punokawan, maka ia bercerita bab lainnya yang diberi judul ceritanya sebagai ‘Tapa Brata – ono ing satengahing projo’.

Anak-anak tampaknya senang dan bersila di depan wali Paidi untuk siap-siap mendengarkan, bahkan datang seorang anak lagi sambil membawa layang-layang di punggungnya.

“Bertapa atau menyepi itu adalah salah satu cara untuk memohon sesuatu pada sang Pencipta.. yaitu Allah… cara terbaik untuk mohon kepada Allah adalah dengan cara Sholat,” kata wali Paidi sambil melihat satu persatu anak-anak itu yang rata-rata bengong ndak tertarik sama sekali dengan ucapan wali Paidi.

“Raden Harjuna itu bertapa karena dia belum ada yang mengajari sholat,”… kata wali Paidi lagi.

“Tapi Raden Harjuna itu sakti yaa oom,”… tanya salah seorang dari mereka.

“Raden Harjuna itu sakti karena bertapa..dan diberi kesaktian oleh Betara Narada.. Betara Narada itu Tuhan yaa om,”.. tanya anak itu lagi.

“Bukan Tuhan..Le… Tuhan itu Allah dan Batara Narada itu malaikat yang jadi pesuruhnya Allah atau jangan-jangan Jin,”… jawab wali Paidi meluruskan dengan logika anak-anak.

“Tapa brata itu upaya orang untuk membersihkan hatinya dari keserakahan dunia dan memohon Petunjuk pada Allah agar selalu diberikan jalan yang benar,”… kata wali Paidi tidak memperdulikan apakah anak-anak mengerti apa tidak.

“Kalau bertapa untuk mencari dunia misalnya kekayaan atau kesaktian, maka yang datang itu Syetan berwujud Jin yang akan mengabulkan sebagian permintaan dengan persyaratan yang menyebabkan orang tersebut jadi syirik dan masuk Neraka,”..diliriknya anak-anak itu ada yang menunduk bahkan yang membawa layang-layang tadi matanya mengarah ke atas memperhatikan ada layang-layang yang sedang sambitan.

BACA JUGA:

“Bertapa digua-gua yang sepi itu hanyalah menghindarkan raga dari keramaian agar bisa lebih konsentrasi, tiada gunanya,… bertapa yang baik adalah berada di tengah pasar… raganya tetap dalam keramaian namun berusaha menyepikan hati dari nafsu-nafsu duniawi… “

“Awali tiap pagi dengan niat menyepikan diri dari nafsu-nafsu duniawi… Gerakan-gerakan hanya kepatuhan pada Allah… karena kuwajiban-kuwajiban yang harus dipenuhi dan semuanya itu diniatkan karena Allah semata….”

Belum habis tausiyah wali Paidi tiba-tiba anak yang membawa layang-layang tadi berteriak: “gembul..” katanya sambil melompat lari. Yang lain ikut melihat ke atas dan terlihat ada layang-layang putus maka merekapun ikutan lari mengejar layang-layang putus tanpa menghiraukan Komik yang masih dibawa oleh wali Paidi.

Wali Paidi tersenyum memandangi prilaku anak-anak ini, dia berdiri dan mencoba melihat dimana layang-layang yang putus tadi ternyata ada dua yang limbung… dan sangat kebetulan ada benang yang ngelewer berjalan tepat diatas wali Paidi.

Dengan reflek wali Paidi mengambil benang itu yang ternyata benang dari salah satu layang-layang yang limbung tadi. Dengan tenang wali Paidi menarik benang itu menurunkan layang layang di pelataran Mushollah.

Hari sudah sore wali Paidi mandi dan bersih bersih diri untuk untuk sholat magrib. Segulung benang dan layang-layangnya diletakan di serambi mushollah yang di atas nya diletakkan Komik milik salah seorang anak tadi.

Tak berapa lama anak-anak tiba dan ribut karena mereka tak bisa menyentuh Komik dan layang-layang yang tergeletak di lantai. 

“Om… komik saya ndak bisa diambil… ada kacanya.. tolong.,”… kata anak-anak itu karena tak bisa menyentuh komik dan layang-layang di lantai.

“Sudah pulang dulu… mandi dan wudhu di rumah… nanti kesini dan baca Bismillah… baru bisa diambil… sekalian dengan layang-layangnya… ayo, satu…dua….,”.. belum sampai hitungan ke tiga mereka sudah bubar ke rumah masing-masing.

Beberapa saat menjelang adzan magrib seorang anak sudah datang dan dengan suara lantang melafat Basmalah dan mengambil Komik serta layang-layang itu, ternyata dia adalah si pemilik Komik karena memang rumahnya yang paling dekat.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K