Oleh: Ariyana
(Dosen dan Aktivis Muslimah)
Dunia pendidikan sedang mengalami luka, di tengah para pendidik sedang menyiapkan generasi emas. Kita disentakkan dengan perilaku amoral oleh beberapa peserta didik yang didukung oleh orang tua bahkan pemerintah. Guru tugasnya bukan hanya memberikan pengetahuan, namun juga memberikan pendidikan moral yang akan diimplementasikan dalam kehidupan. Sekolah bukan hanya tempat belajar, melainkan sarana berinteraksi dengan guru, teman dan lingkungan. Semua aktivitas yang dilakukan pesesta didik dipantau pihak sekolah karena para guru bertanggung jawab atas perilaku peserta didik di jam sekolah.
Sekolah bukan hanya menerapkan disiplin para siswa melainkan dapat membawa perubahan yang lebih baik menjadi manusia yang mempunyai karakter. Kontroversi Kepala SMAN 1, Dini Fitri, di Kabubapen Lebak, Banten, yang diduga menampar siswa yang ketahuan merokok di lingkungan sekolah telah diselesaikan secara damai. Pihak orang tuanya pun sudah mencabut laporan terhadap kasus tersebut. Insiden bermula ketika siswa yang bernama Indra ketahuan merokok di belakang sekolah namun tidak mengakuinya jika ia merokok, terjadilah penamparan.
Fenomena serupa pun terjadi di Makassar, guru yang bernama Ambo tidak berani menegur siswa berinisial AS, dengan alasan khawatir melanggar HAM. Siswa tersebut dengan santainya merokok dan mengangkat kaki di samping gurunya, hal tersebut menyebar secara cepat di dunia maya (suara.com, 18/10/2025).
Merokok di kalangan peserta didik menjadi pembiasan yang harus ditindak tegas, harus mereka paham akan bahayanya merokok. WHO organisasi kesehatan dunia memperkirakan sekitar 15 juta remaja yang berusia 13-15 tahun di seuruh dunia menggunakan rokok elektrik atau vape. Dalam laporan terbarunya, WHO menyebut remaja memiliki kemungkinan sembilan kali lebih besar untuk menggunakan vape dibandingkan orang dewasa (jawapos.com, 8/10/2025).
Miris dengan posisi pendidik saat ini, alih-alih ingin menerapkan disiplin untuk peserta didik namun di sisi lain tidak ada dukungan dari lingkungan sekolah. Akar permasalahan yang terjadi adanya ruang abu-abu dalam menegakan tata tertib sekolah dan tergerusnya wibawa guru. Fakta ini menunjukkan, kebebasan siswa dalam bertindak dan bersikap di luar batas etika, sementara guru tidak dapat berbuat banyak karena terkendala HAM. Guru yang ingin menegakan kedisiplinan di lingkung sekolah, sering kali diadukan bahkan mengancam posisinya, bahkan ketika guru menindak siswa yang melanggar tidak jarang diunggah di media sosial tanpa narasi yang jelas sehingga guru yang dipersalahkan.
Dari beberapa peristiwa yang terjadi, negara abai melahirkan generasi yang taat aturan yang sudah ditetapkan. Krisis moral dengan sistem liberal memperparah keadaan yang makin rumit, sehingga adab dan etika pudar. Merokok menjadi alasan ungkapan kedewasan, jati diri dan kebanggan agar dikatakan keren dan gaul. Rokok dapat dijangkau anak sekolah bahkan dijual bebas bagi anak sekolah, terbukti lemahnya negara dalam pengawasan. Pelanggaran yang dilakukan siswa dikenakan sanksi namun tidak dibenarkan dengan kekerasan. Untuk itu dibutuhkan pendidik yang menjadikan remaja paham siapa dirinya dan apa arah hidupnya.
Sistem pendidikan saat ini, guru tidak ada perlindungan sehingga ada rasa gamang untuk bertindak. Guru berada dalam tekanan ketika mengambil kebijakan. Sebagai manusi kita berkewajiban untuk mengingatkan seseorang yang bersalah, hal tersebut bagian dari amar makruf nahi mungkar, dan tidak melalui kekerasan secara fisik maupun psikis. Tabayun adalah salah satu cara untuk mengetahui latar belakang seseorang melakukan perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Kebebasan dalam sistem pendidikan sekuler memberikan tindakan kesewenang-wenangan, hal ini terbukti kegagalan dalam mencetak siswa yang bertakwa dan berahlak mulia. Potret buram pendidikan kita menimbulkan krisis moral.
Nilai-nilai fundamental sopan santun dan rasa hormat kepada guru perlu ditanamkan pada peserta didik, karena tugas guru membentuk kepribadian murid. Guru bukan hanya mentransfer ilmu namun memberikan keteladaan bagi muridnya. Dalam hukum Islam merokok memang mubah, tetapi di sisi lain tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Bahaya rokok dapat mengganggu kesehatan dan lebih fatal lagi dapat menyebabkan kematian baik bagi perokok aktif maupun pasif, selian itu hidup menjadi boros.
Pendidikan dalam Islam bertujuan mencerdaskan akal dan membentuk jiwa Islami. Sistem pendidikan Islam mengajarkan bagaimana pelajar mempunyai pola pikir dan sikap yang sesuai Islam. Melahirkan generasi yang mempunyai kesadaran dalam memahami hukum dan perilaku yang sesuai syariat Islam.
Manusia diciptakan untuk beribadah dan diminta pertanggungjawabanya, untuk itu semua perbuatan yang dilakukan harus berkaitan dengan adab dan akhlak yang terpuji. Generasi muslim harus berprinsip dan bangkit untuk menumbuhkan keimanan dan ketakwaan. Bukan generasi yang merusak. Seorang pelajar Islam akan memuliakan para guru yang sudah berjasa, oleh karena itu akidah Islam harus menjadi dasar bagi muslim untuk mewujudkan peradaban yang agung dan mulia.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
Quo Vadis Kampus Era Prabowo
Habib Umar Alhamid: Prabowo Berhasil Menyakinkan Dunia untuk Perdamaian Palestina
No Responses