2 Mantan Rektor, Dosen Dan Alumni ITS Tolak Revisi UU KPK

Surabaya, Zonasatu News –Saat ini sedang berlangsung upaya revisi UU KPK yang diprakarsai oleh DPR dan secara umum didukung oleh Pemerintah. Revisi itu banyak ditentang oleh masyarakat, khususnya dari kalangan akademisi kampus.

Ratusan akademisi/dosen dan alumni ITS menerbitkan pernyataan sikap yang menolak upaya revisi UU KPK yang pada akhirnya bertujuan melemahkan lembaga anti korupsi itu.

Menariknya 2 mantan Rektor ITS termasuk menanda tangani pernyataan itu, yaitu Soegiono dan Triyogi Yuwono.

“Kami menilai bahwa upaya revisi ini membahayakan upaya pemberantasan korupsi karena berpotensi besar akan melemahkan KPK,” bunyi pernyataan sikap itu.

TERKAIT:
Puluhan Akademisi Unair Menolak 
Pelemahan KPK

Menurut pihaknya, sekalipun KPK dengan platform regulasi yang ada masih perlu meningkatkan kinerjanya, namun revisi UU KPK itu justru berlawanan dengan mandatory yang diberikan oleh rakyat.

Karena itu mereka menyatakan sikap :

1. Revisi atas UU KPK tidak boleh dilakukan tergesa-gesa oleh DPR saat ini yang mandatnya segera berakhir dalam bulan September 2019 ini. Revisi ini harus dilakukan melalui prosedur legislasi yang prudent, transparan dan akuntabel melalui konsultasi dan debat publik yang memadai* sebelum disahkan.

2. Fokus KPK dari penangkapan melalui operasi tangkap tangan (OTT) perlu diubah pada pembangunan sistem anti-korupsi yang mempersempit peluang korupsi. Upaya-upaya pencegahan korupsi secara sistemik perlu memperoleh lebih banyak perhatian KPK.

TERKAIT : Daniel M Rosyid : KPK

3. Seleksi komisioner KPK yang baru selesai terindikasi cacat etis yang serius sehingga komisioner yang terpilih tidak memiliki kredibilitas yang memadai untuk mampu memimpin KPK secara efektif. Perlu dilakukan seleksi ulang oleh Tim Seleksi yang berbeda dan diseleksi oleh DPR yang baru.

4. Sebagai lembaga adhoc yang istimewa, KPK seharusnya diperkuat independensi dan sumberdayanya, namun pada saat yang sama harus diikuti dengan perumusan agenda atau Peta Jalan Pemberantasan Korupsi dengan sasaran waktu yang eksplisit (misalnya untuk masa 2019-2029) dengan fokus untuk mereformasi lembaga-lembaga penegakan hukum (kepolisian, kejaksaan, kehakiman) yang sejak reformasi telah kehilangan kepercayaan masyarakat, serta lembaga-lembaga lain yang menunjukkan resiko korupsi yang besar. Sebagai lembaga istimewa ekstra konstitusional, KPK tidak boleh menjadi lembaga permanen.

Inilah Pernyataan Sikap selengkapnya :

Pernyataan Sikap Dosen&Alumni ITS Surabaya Terhadap Revisi UU KPK

Saat ini sedang berlangsung upaya revisi UU KPK yang diprakarsai oleh DPR dan secara umum didukung oleh Pemerintah. Kami menilai bahwa upaya Revisi ini membahayakan upaya pemberantasan korupsi karena berpotensi besar akan melemahkan KPK. Sekalipun KPK dengan platform regulasi yang ada masih perlu meningkatkan kinerjanya dengan mengubah strategi dalam melaksanakan misi utamanya sebagai lembaga adhoc dengan posisi yang istimewa, Kami menyatakan sikap sebagai berikut :

1. Revisi atas UU KPK tidak boleh dilakukan tergesa-gesa oleh DPR saat ini yang mandatnya segera berakhir dalam bulan September 2019 ini. Revisi ini harus dilakukan melalui prosedur legislasi yang prudent, transparan dan akuntabel melalui konsultasi dan debat publik yang memadai sebelum disahkan.

2. Fokus KPK dari penangkapan melalui operasi tangkap tangan (OTT) perlu diubah pada pembangunan sistem anti-korupsi yang mempersempit peluang korupsi. Upaya-upaya pencegahan korupsi secara sistemik perlu memperoleh lebih banyak perhatian KPK.

3. Seleksi komisioner KPK yang baru selesai terindikasi cacat etis yang serius sehingga komisioner yang terpilih tidak memiliki kredibilitas yang memadai untuk mampu memimpin KPK secara efektif. Perlu dilakukan seleksi ulang oleh Tim Seleksi yang berbeda dan diseleksi oleh DPR yang baru.

4. Sebagai lembaga adhoc yang istimewa, KPK seharusnya diperkuat independensi dan sumberdayanya, namun pada saat yang sama harus diikuti dengan perumusan agenda atau Peta Jalan Pemberantasan Korupsi dengan sasaran waktu yang eksplisit (misalnya untuk masa 2019-2029) dengan fokus untuk mereformasi lembaga-lembaga penegakan hukum (kepolisian, kejaksaan, kehakiman) yang sejak reformasi telah kehilangan kepercayaan masyarakat, serta lembaga-lembaga lain yang menunjukkan resiko korupsi yang besar. Sebagai lembaga istimewa ekstra konstitusional, KPK tidak boleh menjadi lembaga permanen.

1. Widi A Pratikto
2. Momok Sritomo
3. Asjhar Imron
4. Mukhtasor
5. Hanafi Pratomo
6. Akhmad Yusuf Zuhdy
7. Soeharto
8. Mustahid Astari
9. Kusumastuti
10. Anas Rosjidi
11. Harun Alrasyid
12. Aji Gunawan
13. Daniel M Rosyid
14. Sudiyono Kromodihardjo
15. Amir Hamzah
16. Rosihan Jh
17. Reny Widya Lestari
18. Agoes Pamino
19. Bachtiar S
20. Rustam Effendi
21. Auzai Semman
22. Orianto
23. Sri Haryati
24. Suntoyo
25. Cipung Noer
26. Agus Maksum
27. Yoga Pradana
28. M Sholikhudin Z
39. Nur budi
30. Machsus
31. Hasan Ikhwani
32. Ibnu Pudji Rahardjo
33. Mahirul Mursid
34. Bambang Sampurno
35. Tontowi Ismail
36. Soegiono
37. Saiful Pristiwanto
38. MP Gagas Samodra
39. Chairul Imron
40. Agus Lengky
41. Eddy Surohadi
42. Teguh Hari
43. Haryo Dwito Armono
45. Rianto joko s
46. Bb. Setiobroto
47. Suyatno Mashari
48. Endri Prasojo
49. Budi Sulaksono
50. Rachmat AW
51. Suwardi
52. Imam hidayat
53. Tri Yogi Yuwono
54. Djoko Santoso
55. Sutan Kesayangan
56. Budi Puryanto

Related Posts