Oleh : Budi Puryanto
Anak-anak sekolah sudah masuk sejak 13 Juli kemarin. Mereka sekolah didepan HP atau laptop. Resmi. Baru kali ini secara resmi dilakukan pendidikan tanpa tatap muka langsung. Massif, secara nasional.Berkat internet. Berkat pandemi Corona.
Namun tidak semua dapat menikmati kemudahan sekolah dari rumah. Soal sinyal, pulsa, dan HP menjadi masalah. Seorang Guru di Ngawi menceritakan kesulitan siswanya. Karena HP tidak sesuai spek (RAM dibawah 2 GB) para siswa kesulitan mengakses materi. Maklumlah, para orangtua sebelumnya ber HP hanya untuk keperluan telpon, WA, SMS. Tidak mengkases multimedia.
Kesulitan lain menurutnya, soal pulsa dan sinyal. Orangtua harus menambah biaya untuk pulsa. Dan tidak sedikit jumlahnya. Juga soal sinyal yang belum baik secara merata. Bahkan, karena kesulitan sinyal, sorang siswa harus bersepeda jauh dari rumahnya, menuju bukit. “Di bukit itu sinyal bagus. Jadi dia siswa saya harus menuju bukit itu setiap kali mengakses materi maupun mengirimkan jawaban tugas-tugas,” kata Retno.
Dia menceritakan siswanya itu tinggal di Desa Karanggeneng,Pitu, Kabupaten Ngawi. Retno merasakan kesulitan yang dihadapi siswanya itu. Namun dia tidak berdaya.Sebab, memang tidak boleh tatap muka langsung. Kabupaten Ngawi masuk kategori zona kuning Covid 19. Tidak boleh ada tatap muka dalm pendidikan.
Di Malang, ibu-ibu juga mengeluh. Adanya daring ini mengganggu pekerjaan rumah tangga para ibu-ibu karena diharuskan ikut mengawasi proses belajar anaknya.
Dengan daring banyak menghabiskan kuota data sehingga keuangan belanja sering kali dipergunakan untuk membeli data, padahal saat Pandemi ini Covid 19 ini ekonomi sangat sulit.
“Guru tetap di gaji tapi pekerjaan dipendidikannya minta bantuan orang tuanya anak didik,” keluh mereka.
“Sekolah sebagai tempat pendidikan kenapa tidak dipergunakan sebagaimana biasanya karena disini tidak ada yang terpapar covid.”
Sekolah Siap?
Covid memaksa cara mendidik siswa diubah. Dari duduk didepan kelas, menjadi duduk atau tiduran didepan HP. Guru tidak perlu awasi siswa lagi. Cukup tekan tombol HP “tit” materi terkirim. Dulu guru sibuk mengajar, sekarang santai. Orang tualah yang sekarang sibuk mendampingi anak-anaknya.
Reaksi orangtua di Ngawi dan Malang, seperti tertulis diatas adalah contoh. Keadaan itu dirasakan semua orangtua. Bisa dibayangkan kalau anaknya 3. Satu di SD, satu di SMP, dan satunya lagi di SMA. Mereka harus full dampingi anaknya. Menerima limpahan tugas yang dulu diemban sekolah.
Covid 19 memaksa pendidikan anak dikembalikan sebagian besar waktunya, kepada keluarga, kepada orangtuanya. Orangtua memang gagap diawal, tetapi akhirnya akan terbiasa. Yang menjadi soal justru sekolah dan gurunya.
Perubahan ini seharusnya bukan sekedar memindah materi ajar kelas (tatap muka) menjadi secara daring (online). Harus diikuti perubahan materi, target, dan penilaiannya. Siapkah guru dan sekolah?
Jangan sampai terjadi, materi sekolah sudah terkirim semua. Tugas sudah terjawab semua. Tetapi siswa tidak tahu apa-apa. mengapa? Karena yang mengerjakan orantuanya. Apa guru tahu?
EDITOR : SETYANEGARA
Related Posts
Skandal Tirak: Dinasti Narkoba di Balik Kursi Perangkat Desa Ngawi
Studi iklim menunjukkan dunia yang terlalu panas akan menambah 57 hari superpanas dalam setahun
Pendulum Atau Bandul Oligarki Mulai Bergoyang
“Perang” terhadap mafia dan penunjukan strategis: Analisis Selamat Ginting
20 Oktober: Hari yang Mengubah Lintasan Sejarah Indonesia dan Dunia
Vatikan: Percepatan perlombaan persenjataan global membahayakan perdamaian
Hashim Ungkap Prabowo Mau Disogok Orang US$ 1 Miliar (16,5 Triliun), Siapa Pelakunya??
Pembatasan ekspor Mineral Tanah Jarang Picu Ketegangan Baru China-AS
Penggunaan kembali (kemasan) dapat mengurangi emisi hingga 80%, kata pengusaha berkelanjutan Finlandia di Forum Zero Waste
Bongkar Markup Whoosh – Emangnya JW dan LBP Sehebat Apa Kalian
รับออกแบบลายเซ็นJanuary 21, 2025 at 11:27 pm
… [Trackback]
[…] Read More to that Topic: zonasatunews.com/nasional/warga-mengeluh-pendidikan-secara-daring-pulsa-dan-sinyal-jadi-masalah/ […]