Anton Permana : Pemerintah Kok Beroposisi Terhadap Rakyat?

Anton Permana : Pemerintah Kok Beroposisi Terhadap Rakyat?
Dr Anton Permana, Pengamat Ekonomi dan Geopolitik

Oleh : Anton Permana
(Tanhana Dharma Mangruva Institute)

Hal ini mungkin baru terjadi di negeri ini. Pemerintah atau penguasa, yang seharusnya menjadi bahagian dari struktur bernegara dan entitas utama dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, justru lebih banyak menghabiskan energinya seolah “berseberangan” dengan rakyatnya sendiri.

Ketika negara ini sudah disepakati bersama menjadi Negara berPancasila, ehh tiba-tiba mau diubah menjadi Eka Sila.

Ketika negara ini hidup harmonis tenang dan damai karena mayoritas rakyatnya beragama Islam, ehh tiba-tiba pemerintah sibuk membangun narasi-narasi radikal-radikul tak peduli hal itu menyakiti hati rakyatnya.

Ketika MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, PMI, sebagai reseprentasi suara civil society meminta Pilkada diundur atas nama nyawa, kemanusiaan dan keterpurukan ekonomi, ehh penguasa tetap bersikukuh memaksakan Pilkada tetap berjalan di tengah badai wabah mematikan ini.

Ketika rakyat butuh pekerjaan, ekonomi sulit harga-harga semakin tinggi, dan minyak dunia turun, ehh pemerintah malah bombardir mendatangkan TKA China tanpa rasa malu dan keberpihakan terhadap nasib rakyat yang banyak menganggur dan susah hidup.

Belum lagi kenaikan iuran BPJS, tarif listrik dan tidak mau menurunkan harga BBM sebagaimana negara lain, yang semakin mencekik kehidupan rakyat yang sekarat.

Ketika rakyat haus akan sebuah nilai keadilan dan penegakan hukum, ehh semua dikotori dengan kasus Tjoko Chandra, Harun Masiku, hingga teror penganiayaan kepada para ulama dan imam masjid yang seolah terjadi biasa saja.

Hari ini harmonisasi kehidupan terasa pahit. Keadilan hukum semakin mahal. Rasa kebersamaan dan persatuan telah dicabik-cabik oleh prilaku penguasa yang semakin tak jelas arah tujuannya kemana-mana. Yang jelas, negeri ini semakin rusak parah menuju titik kehancuran.

Inilah out put dari kepemimpinan oligharki. Yang dijiwai oleh paham liberalisme dan neo kolonialisme. Ditambah lagi dengan semakin “semena-menanya” para anak keturunan PKI yang menyusup dalam sendi-sendi negara dan memproduksi aturan serta kebijakan yang sangat menyakitkan hati rakyat. Bahkan tidak sedikit yang sebenarnya menabrak berbagai macam aturan hukum.

Tapi begitulah. Rakyat hari ini merasa kecolongan. Rakyat hari ini seakan tertipu dengan bahasa manis reformasi. Ternyata, hari ini semua menjadi lebih buruk dan rusak parah.

Yang namanya rakyat, pasti akan tetap setia dengan nilai-nilai kebenaran sesuai apa yang telah diajarkan dan hidup berkembang dalam kehidupan. Disitulah ada norma, nilai, adat budaya, dan agama. Dimana semua terkristalisasi dengan indah dalam Pancasila dan UUD 1945.

Cuma sayang, pondasi indah ini yang saat ini mereka rusak dan langkahi dengan semena-mena. Maka jadilah seolah pemerintah yang beroposisi terhadap rakyatnya. Karena tak pernah lagi bertindak dan bekerja untuk rakyatnya. Semua kalah dan tunduk di bawah ketiak politik kepentingan pribadi dan kelompok golongan.

Konstitusi dan aturan hukum yang secara prinsip seharusnya jadi alat untuk mengekang kekuasaan, justru hari ini menjadi alat kekuasaan. Bahkan parahnya lagi, aturan hukum dan kekuasaan dijadikan alat untuk mengintimidasi rakyatnya sendiri. Kekuasaan digunakan untuk membunuh kebenaran itu sendiri. Lalu apa bedanya kita hari ini dengan masa penjajahan terdahulu ??

Kita tidak tahu sampai kapan ini akan terjadi. Tapi yakinlah, tidak ada kekuasaan yang bertahan lama kalau terus menekan, menindas, semena-mena dan beroposisi terhadap rakyatnya.

Apalagi, kalau kekuasaan itu digunakan untuk merubah total tatanan nilai yang sudah hidup berurat dan berakar bersama rakyatnya turun temurun.

Semoga, kondisi buruk hari ini menemukan titik cahaya kebaikan esok atau di kemudian hari. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Negeri ini lahir dan berdiri dari hasil perjuangan rakyat. Sekali khianati dan sakiti rakyat, maka yakinlah akan ada massanya nanti rakyat akan bangkit untuk mengambil alih hak dan kedaulatannya kembali secara konstitusional. Ini hanya masalah waktu saja. InsyaAllah. Salam Indonesia Jaya !

Jakarta, 26 September 2020

EDITOR : SETYANEGARA

Last Day Views: 26,55 K