KALEIDOSKOP SINGKAT ATMOSFIR POLITIK INDONESIA.

Oleh : Agus Mualif Rohadi.

Awalnya gerakan perlawanan terhadap orde baru adalah dengan tema SUKSESI. Dan Amin Rais ada di garda depan.

Kemudian, SUKSESI berkembang menjadi REFORMASI, karena sumber masalahnya adalah dalam penjelasan konstitusi tidak dijelaskan berapa periode maksimal seseorang boleh menjadi Presiden.

Format kepartaian era orde baru yang dikontrol penuh oleh Presiden sehingga konstitusi lebih cenderung monolitik.

Parlemen dikontrol oleh Ketua MPR yang merangkap ketua DPR, dan adanya utusan golongan yang diangkat Presiden, serta adanya jalur ABG dalam tubuh Golkar membuat Parlemem tidak bisa berfungsi sebagai lembaga tinggi yang menjalankan Check and balances.

Hal itu kemudian mendorong gerakan Reformasi berubah mengerucut pada isyu amandemen konstitusi.

Itu semua, ketika suksesi berhasil, terjadi pergantian kekuasaan, kemudian kran politik dibuka lebar – lebar, eforia politik tak terkendali, berdirinya partai partai politik tak bisa dicegah, Presiden Habibie tidak berdaya menahan arah politik menjadi sangat liberal, Timor Timur jadi kurban, pemilu dipercepat, Habibie di cap sebagai orang terakhir orde baru harus di tumbangkan sehingga pergantian era politik menjadi tuntas.

MUNCUL amandemen amandemen yang menandai ERA BARU politik Indonesia, Pancasila dibelokkan menjadi ERA DEMOKRASI LIBERAL, hingga kini.

Sila ke empat saat ini dimaknai DEMOKRASI LIBERAL. Musyawarah mufakat hanya dimaknai PEMUNGUTAN SUARA.

Muncul kekuatan baru yang dapat ikut menggiring rakyat untuk memilih menjadi penguasa. KEKUATAN MODAL menjadi sangat perkasa masuk sangat dalam menentukan arah politik negara dalam semua level dari level kabupaten/kota sampai level negara.

Ketika tujuan partai, kekuasaan pemerintahan, dan visi masyarakat sudah dikendalikan oleh kepentingan pragmatis kekuatan modal, maka hal ini mendorong munculnya kekuatan society. Tidak akan ada visi politik yang dapat melawan visi partai, dan kekuatan pemerintahan yang sangat liberal kecuali VISI BERLATAR AGAMA.

Ini adalah hukum sosial yang pasti berlaku. Kebetulan mayoritas pemeluk agama adalah Islam. Sayangnya pemicu munculnya gerakan ini adalah bertema penghinaan terhadap agama. Tapi hal itu juga sesuatu yang tersedia dalam ruang politik yang sangat liberal dimana kekuatan agama menjadi kekuatan yang harus dipinggirkan, karena salah satu musuh kuat liberalisasi adalah politik yang berbasis kekuatan pemeluk agama.

Jadi tidak aneh bila kemudian muncul gerakan muslim dipimpin ulama, berhadap hadapan dengan pemerintahan.

Gerakan berlatar agama juga akan dilawan dengan tema tema dan isyu keagamaan. Maka MUNCUL STIGMA ekstrimisme, radikalisme, fundamentalisme, tidak tolerans, mengganti dasar negara, mengancam NKRI adalah suatu keniscayaan untuk membendung kekuatan berlatar agama. Padahal dalam sejarahnya kekuatan muslim adalah pembentuk utama NKRI, Pancasila dan konstitusi. Rasanya sulit dipahami apakah mereka akan merobek NKRI, mengganti Pancasila dan Konstitusi, meskipun ada indikasi sumir dan sangat kecil masuknya politik trans nasional berlatar agama yang kemudian dijadikan alasan untuk mengendalikan Ormas terutama ormas Agama yang dianggap membahayakan arah politik negara. Mereka tidak punya wakil di parlemen dan di pemerintah. Bagaimana akan mengganti konstitusi ? Apa mereka akan menumbagkan pemerintah yang sah ? Mampukah mereka ? Selama ini tidak ada tanda tanda atau indikasi ke arah itu. Yang nampak mereka baru sebatas protes besar besaran.

Namun karena kekuatan protes sangat besar, tidak pernah diduga sebelumnya dan belum pernah terjadi sebelumnya sehingga mereka dikhawatirkan ikut campur dalam menentukan arah politik negara. Mempengaruhi besar kecilnya partai, mempengaruhi arah pilkada dan pilpres. Maka kemudian gerakan ini dicegah.

Oleh karena itu, kriminalisasi Ulama adalah cara ampuh untuk menghentikan gerakan ini.

Ini adalah atmosfir politik Indonesia tahun 2017.
Bagaimana kelanjutannya?

Related Posts