Membongkar Kebohongan Sejarah, Batara R Hutagalung : Walisongo Tidak Ada Yang Dari Cina

Perlu diketahui, bahwa bangsa Cina di wilayah jajahan Belanda, adalah mitra penjajah di segala bidang, sejak tahun 1619. Bangsa Cina juga mitra penjajah dalam “perdagangan budak”.

“Artinya, pribumi leluhur bangsa Indonesia, diiperjual-belikan sebagai budak di negeri sendiri,” kata Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) tersebut.

Catatan Poortman

Pada tahun 1928 Residen Poortman sebagai Kepala Dinas Intel Politik Belanda (Politieke Inlichtingen Dienst) mendapatkan tugas untuk meneliti “Apakah benar Raden Patah itu merupakan keturunan Cina”. Dia kemudian menggeledah kelenteng Sampo Khong di Semarang dan menyita 3 cikar/gerobak dokumen dalam bahasa Cina.Penggeledahan itu berdalih ada pemberontakan PKI tahun 1928 di Semarang.

“Perlu diluruskan, pemberontakan PKI itu terjadi tahun 1926 di Banten dan Sumatera Barat. Jadi suatu kesalahan besar, karena di Semarang itu tidak ada pemberontakan PKI, ” kata Batara.

Berdasarkan dokumen-dokumen bahasa Cina yang dia sita, Poortman melakukan suatu penelitian. Hasilnya kemudian dia tulis menggunakan “catatan tangan”. Konon dia buat 5 eksemplar. Satu eksemplar untuk Perdana Menteri. Satu  eksemplar untuk Gubernur Jenderal, dan 3 lainnya untuk beberapa dinas dalam pemerintahan Hindia Belanda.

“Dengan catatan itu sangat rahasia, dan hanya boleh dibaca di kantor. Aneh, kan. Tapi kok dia sebarkan kemana-mana,” ungkap Batara.

Salah seorang yang mendapatkan salinan catatan Poortman adalah Sutan Martua Raja (SMR). Salinan itu kemudian diwariskan kepada anaknya Mangaraja Onggang Parlindungan (MOP), dan termuat dalam buku berjudul “Tuanku Rao”  yang terbit perrtama tahun 1964.

Buku Tuanku Rao ditulis oleh Mangaradja Onggang Parlindungan dikenal sebagai MOP, kemudian dari buku ini dikutip oleh Prof. Benedictus Slamet Muljana dengan bukul judunya adalah ‘Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam Di Nusantara’.

Di buku ini Slamet Muljana, mengutip yang ada di buku MOP, yang merupakan lampiran ke 31, dari halaman 650-672. Jadi, dikutip penuh oleh Prof. Slamet Muljana.

Baik MOP maupun SMR tidak pernah melihat sumber aslinya yang bahasa Cina. Hanya catatan tangan dari Residen Poortman. 

Poortman sendiri sangat hati-hati dalam menuliskan hasil penelitiannya. Dia menegaskan bahwa apa yang dia tulis masih bersifat “dugaan”.. Misalnya, dugaan putri Campa adalah isteri Haji Ma Hong Fu.Dugaan Haji Ga Heng Cu adalah Ario tejo dan adalah ayah dari Nyi Ageng Manila yang lahir di Manila. Dugaan Bong Swee Ho adalah Raden Rahmad bergelar Sunan Ampel.”

“Jadi itu semua masih dugaan-dugaan. Ditulis sendiri oleh Poortman semua masih dugaan-dugaan. Dan MOP, ayahnya SMR mengutipnya sama,” jelas Batara.

Berubah 

Tetapi, Pof Slamet Muljana dalam beberapa hal dia tidak menulis dugaan, sebagaimana juga disampaikan oleh Dr Asvi Warman Adam, bahwa Slamet menyimpulkan padahal inikan lemah sekali.

Penulis aslinya sendiri menyatakan menduga, tapi dia menyimpulkan dan bahkan di halaman 105 buku ini (Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam Di Nusantara) dia tulis “telah dibuktikan bahwa Jaka Dilah atau Arya Damar adalah Swan Liong.Prof Slamet Mulyana tidak menulis dugaan. Profesor Slamet menyimpulkan. Padahal ini kan lemah sekali. Penulis aslinya menuliskan “menduga” kok dia menulis menyimpulkan. 

“Buku Slamet Mulyana ini menjadi polemik dan menyesatkan,” katanya.

Bagaimana dia bisa membuktikan? Yang seharusnya dia tulis dugaan kemudian meyimpulkan dan memastikan. Sekarang yang beredar bukan lagi dugaan-dugaan. Kata dugaan itu sudah hilang. Jadi seolah-olah Swan Liong adalah Sunan Ampel. Padahal aslinya diduga, diduga Sunan Ampel.”

Ada 5 nama Walisongo yang oleh Profesor Slamet Mulayan disimpulkan berasal dari Cina.
1. Sunan Bonang itu Bun An
2. Sunan Kalijaga itu Gan Si Cang
3. Sunan Gunungjati adalah Toh A Bo
4. Sunan Kudus adalah Ja Tik Su.
5.  Sunan Ampel adalah Bong Swie Hoo

Motif Poortman

Batara menyebutkan untuk menghancurkan atau menguasai suatu bangsa itu ada 3 tahapan :

1.Sejarahnya dikaburkan atau dikacaukan
2.Diputus mata rantai antara pengetahuan mengenai leluhur dengan keadaan sekarang
3.Ditulis, dikarang, atau dipalsukan sejarah baru.

Nah, tadi saya katakan, saya hubungkan metode Belanda yang ratusan tahun memanipulasi penulisan sejarah. Termasuk banyak sekali yang terkecoh pada awal tahun 1950-an sejarawan atau buku sejarah yang terbit di Indonesia, ketika kita belum memiliki pakar-pakar sejarah pada waktu itu hanya diterjemahkan buku-buku sejarah dari bahasa Inggris ataupun bahasa belanda dan sekarang sudah terbukti banyak sekali yang salah dari sudut pandang Belanda.