Sebuah tulisan untuk menyambut milad Forhati ke 23
Oleh Alfiah Sufiani
Koordinator Presidium Forhati MD Surabaya
Saya awali tulisan ini dengan :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan,” (QS. At-Tahrim : 6)
Ada kasus menarik perhatian saya minggu lalu, yaitu kekerasan seksual pada seorang perempuan muda yang membuatnya mengambil tindakan ekstrim yaitu bunuh diri di pusara ayahanda nya.
Salah satu penyebab perempuan muda ini mengambil tindakan ekstrim adalah sikap ekstrim ibunda sang lelaki dengab menyuruhnya aborsi. Nir empati sang ibu pada perempuan muda tadi dan over protective pada anak lelaki dan keluarganya yang menurut pemberitaan media, keluarga pejabat.
Di sisi yang lain, ibu kandung perempuan muda ini di sorot media sebagai perenpuan lemah setelah ditinggal suaminya dan digambarkan sebagai “korban” keadaan juga.
Lingkaran para perempuan ini dan bagaimana ketahanan keluarga itu berawal dan berasal. Mengapa begitu ?
Mari kita urai.
Pertama, seperti yang saya tulis di mukaddimah bahwa tanggung jawab memelihara kaum keluarga itu ada di “pundak” orang-orang yang beriman (yang berada di keluarga tersebut). Siapa sajakah mereka ? Ayah, ibu, sepasang suami dan istri yang beriman kepada Allah SWT.
Memelihara dari api neraka, itu artinya berupaya seoptimal mungkin mengejewantahkan perintah² Allah dan sunnah Rasul dalam keseharian.
Kedua, dalam al-Qur’an, dinyatakan bahwa suami isteri itu dua badan satu jiwa, yakni (Q.S. An-Nisa (4) : 1, “Minnafsin Waahidatan”.
Allah sangat menghargai dan memposisikan suami istri ini sebagai media dalam implementasi aturan-aturan Allah melalui ikatan yang kokoh (mitsaqan qalida) dan keturunan mereka sehingga menjadi bagian dari kuntum khairu ummah yang dibanggakan oleh Rasulullah kelak di padang mahsyar.
Ketiga, ketahanan keluarga adalah kemampuan keluarga dalam mengelola masalah yang dihadapinya berdasarkan sumberdaya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dalam hal ini, kebutuhan keluarga tersebut dapat dilihat dari tiga aspek yaitu, yaitu ketahanan fisik, ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis.
Keempat, keluarga sebagai sumber nilai, sikap, attitude dan moral. Keluarga merupakan sumber utama dan pertama dalam proses penanaman nilai dan norma. Karena perempuan adalah madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya.
Penanaman ini dilakukan lewat interaksi sosial. Nilai adalah gagasan mengenai suatu perbuatan atau pengalaman yang mempunyai arti atau tidak.
Seseorang yang telah melakukan interaksi dengan berbagai pengaruhnya akan memberikan kesadaran mengenai adanya sikap dan perasaan yang diperlihatkan oleh seseorang tentang baik, buruk, benar salah, suka tidak suka terhadap objek mterial maupun non material.
Berkaca pada kasus perempuan muda yang bunuh diri diatas setelah mengalami kekerasan seksual oleh pacarnya berupa pemerkosaan dan kekerasan psikologi verbal dari ibunda sang pelaku agar menggugurkan kandungan serta ketiadaan figur sang ayah di dekatnya ketika semua peristiwa ini terjadi.
Ini sebuah puncak dari gunung es yang muncul di permukaan atas kasus-kasus yang hampir serupa namun tidak terekspos oleh media. Kasus-kasus kekerasan pada perempuan acapkali dianggap remeh oleh sesiapapun, bahkan kadang oleh perempuan sendiri.
Bahkan tidak jarang pilihan diksi berita2 di surat kabar maupun medsos terlalu memojokkan perempuan korban kekerasan dan makin menyurutkan niat korban kekerasan ini untuk kuat dan lantang memperjuangkan dirinya atas tindak kekerasan yang dialaminya.
Dan pastinya ini akan menyisakan trauma besar dan tidak akan mudah sembuh.
Kesadaran bersama tentang ketahanan keluarga ini haruslah menjadi kampanye yang wajib terus terorkestrasi oleh setiap perempuan di semesta raya agar terdengar hingga ke pelosok negeri.
Setiap orang memiliki kewajiban yang sama beratnya di pundak masing2 dengan merunut QS At Tahrim ayat 6 diatas.
Sehingga tataran ideal dalam berbangsa dan bernegara dapat mencapai titik optimum karena basis akidah, Tauhid dan etika keluarga yang kokoh dan terinternalisasi pada setiap insan di setiap keluarga.
Pemuliaan perempuan oleh Islam salah satunya adalah agar keluarga dan anak-anak mendapatkan pengajaran dan teladan terbaik oleh guru terbaik di madrasah terbaik yaitu rumah.
Bagi Forhati khususnya, PR di depan masih banyak. Tantangan semakin lebar dan kompleks. Fakta dan data tersaji rapi dalam database. Maka kolaborasi antar elemen organisasi perempuan menjadi sebuah keniscayaan.
Dengan kontribusi yang terbaik untuk dapat menuju ultimate goal yaitu Kuntum khairu ummah.
Pertanyaan nya, sudah siapkah Forhati menuju ultimate goal tersebut??
Selamat milad Forhati.
Salam Takzim, Surabaya, 12 Desember 2021
EDITOR : REYNA
Related Posts
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
Quo Vadis Kampus Era Prabowo
Habib Umar Alhamid: Prabowo Berhasil Menyakinkan Dunia untuk Perdamaian Palestina
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Kelemahan Jokowi
Sevink MolenDecember 4, 2024 at 3:56 am
… [Trackback]
[…] Information to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/alfiah-sufiani-ketahanan-keluarga-berawal-dari-perempuan/ […]
สล็อต เครดิตฟรีJanuary 4, 2025 at 4:38 am
… [Trackback]
[…] There you will find 32882 additional Info to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/alfiah-sufiani-ketahanan-keluarga-berawal-dari-perempuan/ […]