Para pendiri bangsa tentu membayangkan. Bahwa jika nilai-nilai Pancasila diterapkan dengan benar, maka sila pamungkas Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia akan terwujud.
Karena jika kita selami dari catatan-catatan notulensi persidangan BPUPKI dan PPKI, akan terangkai suatu bayangkan seperti ini;
Jika warga bangsa ini melaksanakan Sila Pertama dari Pancasila dengan konsekuen, maka akan lahir kualitas manusia yang berketuhanan. Sehingga pribadi- pribadi tersebut tidak mungkin melakukan apa yang dilarang oleh Tuhan mereka. Otomatis menjadi pribadi-pribadi yang baik dalam ukuran universal ketuhanan.

Pengurus Pusat PSHT menemui Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, yang juga merupakan Dewan Pembina PSHT Nasional, di Kediaman Ketua DPD RI, kawasan Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta, Senin (25/10/2021).
Sebagai pribadi yang baik, taat pada agamanya, sudah barang tentu menjadi manusia-manusia yang beradab. Dan manusia beradab pasti menimba ilmu dan belajar dengan pemahaman yang jernih. Dengan akal yang sehat. Sehingga menjadi manusia yang adil sejak dalam pikirannya. Sehingga adil pula terhadap kemanusiaan. Itulah Sila Kedua dari Pancasila.
Maka, Indonesia akan berisi mayoritas manusia yang taat beragama dan adil serta beradab dalam pikiran dan perbuatan. Sehingga Persatuan Indonesia dengan sangat mudah terjadi tanpa paksaan atau tekanan apapun. Karena mereka adalah manusia-manusia beradab. Yang memanusiakan manusia, dalam takaran keadilan yang kemudian bersatu. Inilah Sila Ketiga dari Pancasila.
Manusia-manusia baik yang bersatu tersebut lantas memilih para hikmat. Untuk mengutus tokoh-tokoh terbaik bangsa yang bijak. Untuk mewakili mereka. Untuk memegang Daulat Rakyat. Dalam menjalankan tugas perwakilan di Lembaga Pemegang Kedaulatan Rakyat. Yaitu Lembaga Tertinggi Negara. Dimana semua terwakili. Ada unsur partai politik. Ada unsur dari daerah-daerah. Dan ada unsur dari golongan-golongan. Untuk memilih kepala pemerintahan sebagai mandataris rakyat. Itulah Sila Keempat dari Pancasila.
Dan pada akhirnya, karena wakil-wakil rakyat dan mereka yang diberi amanat serta mandat untuk menjalankan pemerintahan berasal dari tokoh-tokoh hikmat dan bijaksana, maka tujuan hakiki dari lahirnya bangsa ini, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yang merupakan Sila Pamungkas dari Pancasila, niscaya akan terwujud.

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengisi kunjungan kerja di Sumatera Utara dengan mengunjungi Kesultanan Deli di Istana Maimun, Medan, Kamis (25/11/2021).
Demokrasi Pancasila
Begitulah bayangan para pendiri bangsa saat itu. Karena itu, baik Muhammad Yamin, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Mr. Soepomo, maupun Bung Karno, dan lainnya, sepakat untuk meneguhkan ‘isme’ sendiri yang tepat untuk Indonesia. Sesuai dengan Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Yaitu; sistem Demokrasi Pancasila. Sistem demokrasi asli milik Indonesia. Sesuai dengan D.N.A. Indonesia. Dengan dilengkapi Konstitusi yang bernama Undang-Undang Dasar 1945.
Demokrasi Pancasila berbeda dengan Isme-Isme yang ada. Seperti Liberalisme di Barat atau Komunisme di Timur. Liberalisme di Barat bersifat sekularistik dan kapitalistik. Karena lahir dari gerakan protes terhadap dominasi Gereja ata pemerintah pada saat itu. Sedangkan Komunisme atau Sosialisme lahir dari perlawanan rakyat terhadap Tuan Tanah dan kelompok Borjuis yang berlindung di balik pemerintah.
Tetapi Demokrasi Pancasila sangat berbeda. Demokrasi Pancasila dengan titik tekan Permusyawaratan Perwakilan adalah jalan tengah yang lahir dari akal fitrah manusia sebagai makhluk yang berfikir dengan keadilan. Itulah prinsip Syuro dalam sistem tata negara kita yang asli. Atau dapat kita sebut sebagai sistem tata negara sesuai D.N.A. asli bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, ciri utama dari Demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa ini, yang berbeda-beda, harus terwakili sebagai pemilik kedaulatan utama yang berada di dalam sebuah Lembaga Tertinggi di negara ini.

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti diangkat menjadi pembina Paguron Jalak Banten Nusantara (PJBN). Pengangkatan ini dilakukan di sela peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Mako PJBN, Pandeglang, Banten, Minggu (21/11).
Itulah mengapa pada Konstitusi kita yang asli, sebelum dilakukan Amandemen pada tahun 1999 hingga 2002, MPR adalah Lembaga Tertinggi Negara. Karena MPR adalah perwujudan Kedaulatan Rakyat dari semua elemen bangsa ini. Baik itu elemen Partai Politik, Elemen Daerah-Daerah, dan Elemen Golongan-Golongan.
Utusan Daerah adalah representasi seluruh daerah dari Sabang sampai Merauke. Harus ada wakil-wakil dari daerah. Meskipun daerah tersebut terpencil. Terisolasi secara sosial-kultural, daerah khusus dan sebagainya.
Harus pula ada wakil dari golongan-golongan, seperti etnis tertentu sebagai unsur kebhinnekaan, badan-badan kolektif, koperasi, petani, nelayan, veteran, para raja dan sultan Nusantara, ulama dan rohaniawan, cendekiawan, guru, seniman dan budayawan, maha putra bangsa, penyandang cacat dan seterusnya. Dengan demikian utuhlah demokrasi kita, semuanya terwakili.
Sehingga menjadi Demokrasi yang berkecukupan. Karena semua terwakili. Tanpa ada yang terpaksa ditinggalkan, atau suara yang dibuang, seperti demokrasi barat, karena akibat kurangnya Bilangan Pembagi Pemilih atau BPP hasil pemilu.
Itulah sebabnya, dengan bijaksana, founding fathers kita menggariskan bahwa “kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” sebagai Lembaga Tertinggi Negara.

Pemberian Gelar Kehormatan untuk LaNyalla di Kerajaan Jambu Lipo, Sijunjung, Sumatera Barat, Sabtu (27/11/2021).
Tidak semua dipilih. Tetapi semua harus terwakili. Semua harus ada. Itu merupakan prinsip rumah kedaulatan rakyat. Karena tidak semua rakyat anggota partai politik. Ada rakyat yang menjadi anggota partai politik. Ada juga rakyat lain, di luar partai politik.
Ada golongan-golongan yang tidak mungkin mengikuti kontestasi pemilu untuk mewakili golongannya. Demikian pula ada penduduk di daerah terisolir dan terpencil yang juga tidak mungkin mengikuti kontestasi pemilu untuk mewakili daerahnya.
Maka anggota-anggota MPR terdiri dari anggota-anggota DPR (yang “dipilih” dari hasil pemilihan umum) ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan yang “diangkat” (sesuai peraturan perundangan –tentu peraturan ini harus dibenahi sesuai azas keadilan dan ketepatan).
Bersambung ke halaman berikutnya
Related Posts
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
Quo Vadis Kampus Era Prabowo
Habib Umar Alhamid: Prabowo Berhasil Menyakinkan Dunia untuk Perdamaian Palestina
Kalah di Leg I Final Piala AFF, LaNyalla Minta Timnas Tetap Semangat dan Main Lepas di Leg II - Berita TerbaruDecember 30, 2021 at 8:39 am
[…] BACA JUGA : Catatan Akhir Tahun 2021, Ketua DPD RI: Kita Benamkan Nilai-Nilai Pancasila, Demi Apa? […]
moreDecember 2, 2024 at 10:42 am
… [Trackback]
[…] Find More on to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/catatan-akhir-tahun-2021-ketua-dpd-ri-kita-benamkan-nilai-nilai-pancasila-demi-apa/ […]
สล็อต888 วอเลทJanuary 8, 2025 at 9:11 am
… [Trackback]
[…] Info to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/catatan-akhir-tahun-2021-ketua-dpd-ri-kita-benamkan-nilai-nilai-pancasila-demi-apa/ […]