Pierre Suteki: Waspada, Madrasah Dihapus Dalam RUU Sisdiknas Di “Religious Nation State”

Pierre Suteki: Waspada, Madrasah Dihapus Dalam RUU Sisdiknas Di “Religious Nation State”
Pierre Suteki

Istilah pesantren pada dasarnya merupakan sebuah tempat pendidikan Islam tradisional yang di dalamnya juga terdapat asrama bagi para siswa atau muridnya. Dengan kata lain, para siswa tinggal bersama dan belajar ilmu agama di bawah bimbingan guru yang dikenal dengan sebutan kiai.

Melansir dari laman tebuireng.online, pada 1899 Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng di Jombang. Lalu dalam perkembangan ada pengkhususan nama sesuai dengan tingkat pembelajaran, ada Madrasah (SEKOLAH) umat Islam mulai dari Ibtidaiyah (dasar), Tsanawiyah (menengah) dan Aliyah (atas).

Jadi dari sisi sejarah kita tdk boleh begitu saja membuang istilah-istilah yang sudah baku dan dikenal baik dlm masyarakat bahkan secara hukum juga telah mendapatkan legitimasi baik di UU maupun turunannya.

Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 menjamin pemeluk agama meyakini dan menjalankan kepercayaannya termasuk bagaimana menyelenggarakan model pendidikan dgn kekhususan.

Dalam Pasal 31 ayat 3 juga disebutkan bahwa Pwmerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidkan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yg diatur dgn UU. Hal ini diperkuat oleh UU HAM No. 39 Tahun 1999. 

Pasal 32 UUD ayat (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Artinya termasuk BAHASA juga boleh dipertahankan, termasuk bahasa ARAB utk penyebutan jenis dan jenjang pendidikan (MADRASAH).

Lagi pula, istilah MADRASAH pun sdh menjadi kata dalam bahasa Indonesia dari Arab. Secara etimologi, kata “madrasah” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan sekolah ataupun akademi yang umumnya bersumber pada Agama Islam. 

Jadi dari sisi diksi, menurut hukum tidak ada alasan yang dpat dipertanggungjawabkan atas upaya mengeliminir kata madrasah dari pasal-pasal UU Sisdiknas, bahkan harus disebutkan untk mengokohkan posisi jenjang pendidikan dgn kekhususan yg telah dirintia oleh umat Islam di negara RELIGIOUS NATION STATE ini.

Ada beberapa pihak yang menyebut ini agenda terstruktur sekularisasi pendidikan, benarkan demikian? Memang pernyataan pimpinan negara itu berakibat multyflyer effect. Setahu saya banyak pemimpin negeri ini yg menyatakan agar AGAMA DIPISAHKAN DARI KEHIDUPAN PEMERINTAHAN. Ini namanya SEKULERISASI.

Upayanya antara lain dengan Pluralisme SALAM, membuang atau menyingkirkan istilah baku agama, termasuk istilah agama Islam dari penyelenggaraan pemerintahan, apakah itu dunia pendidikan, dunia perbankan, dunia politik dll.

Terkait dengan isu eliminasi diksi madrasah dari RUU Sisdiknas, ada beberapa kesan dan harapan agar UU Sisdiknas tetap salam koridor religious nation state, yang nota bene 87% penduduk Indonesia beragama Islam.

Pertama, Saya perlu mendesak penundaan revisi UU Sisdiknas. Tidak ada urgensi revisi UU Sisdiknas. Apalagi sdh asa upaya mengeliminir istilah baku dalam pendidikan Islam, yakni soal MADRASSAH yg secara tegas telah disebutkan dalam UU Sisdiknas, yakni terkait dengan pengaturan tentang satuan pendidikan dasar tertulis gamblang di Pasal 17 Ayat (2).

Ayat itu berbunyi “Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.”

Tidak disebutkannya jenjang pendidikan madrasah itu dapat berakibat semakin tidak diakuinya (diremehkannya) jenis pendidikan agama, dan terkesan kalau pendidikan ini hanya membahas soal pengetahuan agama yang terpisah dari pengetahuan umum.

Atau mungkin ada ketakutan bahwa pendidikan madrasah akan melahirkan kelompok radikal, ekstermis dan terroris? Lalu dengan dalih moderasi maka istilah KEARAB-ARABAN hendak disingkirkan pula. Ini sudah terjangkit ISLAMOFOBIA  bangsa ini, sementara di tingkat GLOBAL, PBB sdh mendeklarasikan HARI ANTI ISLAMOFOBIA tanggal 15 Maret 2022 yll.

Kedua, Lebih baik pemerintah fokus memulihkan pembelajaran yang sempat terkendala karena pandemi Covid-19.

Ketiga, Di samping itu perlu diusulkan pembentukan Panitia Kerja Nasional revisi UU Sisdiknas. Tim itu akan bertugas merancang peta jalan (ROAD MAP) pendidikan Indonesia serta naskah akademik dan rancangan UU Sisdiknas.

Keempat, jika tatap dikehendaki, maka perumusan rancangan UU Sisdiknas harus tetap melibatkan para pemangku kepentingan pendidikan.

Tabik…!!!
Semarang, RABU: 30 Maret 2022

BACA JUGA:

 

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

3 Responses

  1. 6 carat diamond priceNovember 18, 2024 at 11:33 pm

    … [Trackback]

    […] Here you will find 38138 more Info on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/pierre-suteki-waspada-madrasah-dihapus-dalam-ruu-sisdiknas-di-religious-nation-state/ […]

  2. Medical1January 9, 2025 at 1:47 am

    … [Trackback]

    […] Find More on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/pierre-suteki-waspada-madrasah-dihapus-dalam-ruu-sisdiknas-di-religious-nation-state/ […]

  3. Engineering TechniciansJanuary 24, 2025 at 8:43 pm

    … [Trackback]

    […] Read More to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/pierre-suteki-waspada-madrasah-dihapus-dalam-ruu-sisdiknas-di-religious-nation-state/ […]

Leave a Reply