Nasib Emir Terakhir Alhambra

Nasib Emir Terakhir Alhambra

ZONASATUNEWS.COM, MADRID – Ada kalimat terkenal yang telah dibadikan berabad-abad. Ini kalimat Ibu Boabdil (Abu Abdillah) Emir terakhir Alhambra, saat anaknya Boabdil terus-menerus menangis saat meninggalkan Alhambra.

“Kau tidak pantas menangis seperti perempuan, saat kau tidak mampu mempertahankan milikmu sebagai laki-laki,” kata ibu Boabdil.

Duta Besar RI untuk Spanyol Dr Muhammad Najib

Dubes Muhammad Najib memberikan pandangan mengenai kalimat terkenal itu untuk memberikan makna sesuai konteks zamannya.

Penjelasan itu, katanya, disampaikan oleh seorang ibu, yang sekaligus sebagai mentor politiknya. Karena waktu Boabdil diangkat menjadi Emir (dengan wilayah yang sudah sangat kecil), Boabdil masih berusia sangat muda, sementara ibunya (cukup lama) mendampingi ayahnya ketika menjadi Emir.

“Jadi dia faham betul politik. Nah, sehingga kata-kata itu keluar dari seorang ibu yang terlibat di dunia politik secara aktif, menyaksikan peristiwa-peristiwa besar, yang bermuara pada penyerahan istana Alhambra,” kata Dubes Muhammad Najib dalam channel youtube Wisma Duta RI Madrid.

Abu Abdilla (Boabdil) Emir Alhambra terakhir

Namun kalau saya boleh mengkritisi juga, lanjutnya, tidak adil menyalahkan hal itu hanya kepada seorang Boabdil. Mengapa begitu? Karena Boabdil ini hanya akumulasi muara dari peristiwa-peristiwa sebelumnya. Kalau harus saya katakan dari dosa-dosa generasi sebelumnya, yang terakumulasi dan menyebabkan dia harus meninggalkan istana.

“Kenapa saya katakan dosa, karena Alhambra yang menguasai wilayah Granada itu sudah dalam keadaan lemah, terjepit oleh penguasa-penguasa kristen kuat di sekitarnya, berkelahi terus memperebutkan kekuasaan antar keluarga. Itu sejarah mencatat. Mereka berkelahi terus. Sudah dalam keadaan lemah, terjepit, kok tidak bersatu, kan begitu logika sederhananya,” tutur Dubes Najib.

Ilustrasi penyerahan kunci Islatan Alhambra dari Boabdil kepada Isabela-Ferdinand

Nah, oleh karena itu tidak bijaksana juga menyalahkan atau membebankan akumulasi dosa ini hanya kepada seorang Boabdil. Ini juga sebuah pelajaran.

Boabdil sendiri dan keluarganya entah apa pertimbangannya beserta pengikutnya, memutuskan untuk hijrah ke tanah leluhurnya di Maroko. Dan dia meninggal dan dikuburkan di Fes, sebuah kota tua di Maroko.

“Saya sudah tiga kali ke Maroko, tetapi sayang belum pernah ke Fes. Oleh karena itu saya niatkan untuk ke Fes dan berziarah ke makam Boabdil ini. Dia digambarkan meninggal dalam keadaan miskin,” ujarnya.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K