Ditulis Ulang Oleh: Ir HM Djamil, MT
Setelah beberapa hari Subakir suluk di Mushollah wali Paidi, dia pulang ke pesantren untuk menghadap dan melaporkan hasil kerjanya ke Kyai Mursyid.
Di gerbang pondok, Subakir disambut oleh adik-adik yang sengaja diperintahkan untuk menyambut kedatangannya.
Layaknya tamu agung, dia langsung digiring ke masjid, yang di sana sudah menunggu Kyai Mursyid.
“Kang…. sampeyan udah ditunggu pak Kyai di masjid…”
“Lho…. yai sudah menunggu tho…,” sahut Bakir sambil nyalami tiga orang kawan yang menyambutnya.
“Tadi kira-kira setengah jam yang lalu kami disuruh pak Kyai membuat lima gelas kopi dan beliau berpesan, setelah membuat kopi tolong taruh di teras masjid dan cepat-cepat kamu kepintu gerbang karena dulurmu akan datang…,” tukas si kawannya.
Mereka berdua memasuki pintu gerbang pondok yang kecil itu. Pintu gerbang pondok di sini memang beda dengan pintu gerbang pondok-pondok lainnya.
Pintu gerbang di sini cuma satu daun pintu dengan ukuran 1,5 x 2 meter terbuat dari kayu yang dilapisi seng, kalau orang yang tidak pernah ke pondok ini pasti tidak tahu pintu gerbangnya.
Pernah dulu sepeninggal mbah Kyai, kang Mursyid mau merenovasi pintu gerbang ini membuatnya agak lebar dan diperbagus, tapi malamnya beliau mimpi bertemu mbah abah Kyai yang melarang untuk memugarnya, dengan alasan agar dari luar tidak nampak seperti pondok.
Sejak mimpi itu Gus Mursyid urung merenovasi pintu gerbang pondok, Kyai Mursyid sudah menunggu kedatangan Bakir termasuk ketiga santri yang menjemputnya tadi dipersilahkan untuk duduk bareng mendengarkan laporan Bakir setelah perbandingan nyantri beberapa hari ke Mushollah wali Paidi.
Laporan ini tidak formal dan dibuat bersifat santai, namun diskusinya dibuat menjadi materi tambahan bagi santri muda yang menjembut Bakir, dan diminta oleh Kyai Mursyid untuk ikut mendengarkan.
Baca Juga:
- Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 1: Sholat di Gunung Pring
- Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 2: Jatuh Sakit
Subakir membuka laporannya dengan mengatakan bahwa nada atau irama ngaji Kyi Paidi dianggap kurang pas, hingga sholatnya sebagai makmum menjadi kurang khusyuk.
Namun setelah diingatkan oleh Kyai Paidi, bahwa dalam sholat dia lebih memperhatikan kekurangan imam dari pada lebih mengingat Allah, maka lama kelamaan suara Kyai Paidi waktu mengimami seperti suara imam Masjidil Haroom.
Setelah menceritakan pengalamannya, gus Bakir bertanya “kok bisa begitu Kyai?”.
Setelah menghisap rokok dalam-dalam Kyai Mursyid berkata, “Kamu kan jelas pernah mendengar, sabda Nabi: Bau mulut orang yang berpuasa itu wangi bagaikan minyak kesturi di hadapan Allah….ketika kamu mendengar suara kang Paidi itu menjadi merdu, sesungguhnya kuping yang kamu pakai untuk mendengar itu tanda kuping yang telah ikhlas untuk mendengarkan kalamullah hingga kupingmu telah disetel oleh gusti Allah,” kata Kyai Mursyid.
“Kalau kupingmu sendiri yang kamu pakai, maka terdengar seperti itu jadi terdengar tidak sempurna menurutmu, tapi di hadapan Allah bacaan kang paidi ini begitu merdu… Begitu juga dengan bau mulut orang yang berpuasa, akan tercium sangat busuk kalau menciumnya itu dengan hidung kita sendiri… Sholat yang benar adalah Sholat dengan hati.. seperti sholatnya kang Paidi, Riyadholah kamu selalu berdzikir.. dan sholat dengan hati,” lanjut Kyai Mursyid.
“Kuncinya adalah ihlas menjadi makmum… dan ihlas mendengarkan kalamullah yang dibacakan imam… apalagi kalau kamu memahami arti kalam yang dibacakan, maka imamnya salah baca sedikit tidak akan kamu hiraukan, dan bahkan kalau bisa meresapi, kamu bisa menangis… ikhlas mendengarkan itu seperti kamu mendengarkan anakmu atau pacarmu menyanyi, pasti kupingmu disetel oleh gusti Allah, suara anakmu pasti merdu”… begitu penjelasan Kyai Mursyid.
“Lalu saya nggelundung ke pelataran Mushollah, padahal saya wirid di dalam Mushollah,” tanya Santri itu lagi.
Sekali lagi Kyai Mursyid menghisap rokoknya dalam-dalam dan merenung sebentar dan berkata, “Kalua boleh saya ingatkan, sebaiknya wirid itu, kalau perlu ndak usah diamalkan lagi… wirid itu hanya memberi ilusi padamu, kamu seolah-olah berada di suatu tempat tertentu, padahal sesungguhnya kamu tetap berada di tempatmu… andaikan ada orang didekatmu maka mereka ikut teresonansi dari wiridmu dan melihat kamu seolah olah… makanya mereka melihatmu sholat di atas daun…. Itu semacam ilmu sihir.”
“Makanya ketika ahli sihir Fir’aun melemparkan tali khalayak melihatnya sebagai ular, dan ketika Musa melempar tongkat, ahli sihir itu melihat bahwa tongkat musa atas ijin Allah menjadi ular beneran dan atas ijin Allah ular tersebut memakan tali-tali tukang sihir, dan tukang sihir itu tahu… dan hatimu belum bersih… untuk mengamalkn ilmu seolah-olah tadi,” tutur Kyai Murstid.
“Makanya ketika kamu lafat La haula walakuwata…. frekwensi wiridmu lenyap dan kamu belum siap hingga seperti orang mabuk, kamu sempoyongan dan nggelundung sampai di pelataran mushollah,” Kyai Mursyid berhenti sejenak dan menghisap rokoknya dalam-dalam.
“Kalau kamu ingin mencari ilmu ya yang beneran, seperti banyak Kyai yang dapat pergi ke Makkah dan segera Kembali dengan membawa oleh-oleh… tapi kalau hatimu belum bersih kamu bisa kesasar dan ndak bisa mbalik,” lanjutnya.
“Apakah Kyai Paidi ini juga orang thoriqoh,” tanya salah seorang santri yang ikut nimbrung tadi.
“Iya… dia murid abahku, kang Paidi ini sebelum masuk mondok perilakunya sudah sangat thoriqoh.. hingga Abah ndak perlu mengajarinya, beliau hanya memberi sarana pada Kang Paidi untuk berlatih dengan menjadikan kang Paidi semacam kacung di Pondok ini…”
“Kalau kamu melihat tingkah polahnya yang kelihatan awur-awuran itu hanya untuk menutupi ke sejati-an dirinya… Setahu saya kang Paidi ini orang yang tidak punya su’udzon kepada orang lain, kepada siapapun orangnya baik, anak kecil maupun maling, kang Paidi ini tetap husnudzon, inilah salah satu kelebihan kang paidi,” jawab Kyai Mursyid.
Baca Juga:
- Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 3: Gagal di Alas Ketonggo
- Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 4: Santri Studi Banding
“Tapi… mengapa bukan Kyai sendiri yang mengatakan kepada saya kalau selama ini tempat yang saya kira Makkah itu sebenarnya ndak ada,” tanya si Bakir lagi.
“Lho… ada filsafat pendidikan, kalau kamu diberi tahu kamu akan lupa… tapi bila kamu berusaha mencari tahu, maka kamu akan ingat selamanya,” jelas Kyai Mursyid.
“Dan kalau aku yang menunjukkan, kamu akan bingung dan belum tentu percaya, sebaiknya kamu mengalami sendiri.. pasti kamu tidak akan lupa peristiwa itu…
“Ayo.. kopinya diminum itu memang disediakn untuk kalian… apa ada yang didiskusikan lagi ?” tanya Kyai Mursyid sambil hendak menyeruput kopinya.
“Maaf Kyai, kalau Kyai Paidi bisa mengijazahi kang Bakir untuk menyetop wirid yang seolah olah, berarti beliau punya ilmu yang ndak seolah-olah…ya.. dan apa kang Bakir juga diijazahi ilmu itu?”…. tanya salah seorang santri entah ditujukan ke siapa.
Semuanya jadi diam karena merasa pertanyaan tidak ditujukan pada mereka.
“Ente ini nanya ke siapa ?” Kyai Mursyid memecah suasana…
“Panjenengan,” jawab santri tadi sambil menunjukkan jempolnya ke arah Kyai Mursyid.
“Ya.. tidak tahu toh … mustinya tanya ke Bakir sendiri… tapi tebakan saya gus Bakir tidak diijazahi ilmu lain selain … la haula wala kuwata.. tadi, sebab sepengetahuan saya beliau itu tidak pernah ngajari apa-apa ke orang lain, kecuali ngajar ngaji baca Qur’an pada anak-anak kampung situ… tidak tahu lagi kalau ada yang mau meguru laku padanya… seperti Musa meguru ke nabi Khidir… dalam surat Kahfi” kata Kyai Mursyid sambil memberi isyarat bahwa diskusi diakhiri.
“Ayo kembali ke tempat masing masing, siap-siap yang mau tidur dhuha silahkan, bersih-bersih badan, wudhu-wudhu, sebentar lagi sudah masuk dhuhur,” tutup Kyai Mursyid sambil beranjak berdiri dan diikuti oleh yang lain.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Dajjal, namanya terkenal, siapakah dia sebenarnya??
Yakjuj dan Makjuj, dimanakah mereka tinggal??
Allah Tahu Yang Terbaik Untukmu
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-276 TAMAT)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-275)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-274)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-273)
Agus: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-272)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-271)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-270)
LSM99 ซื้อหวยได้ตลอด 24 ชั่วโมงNovember 19, 2024 at 9:40 am
… [Trackback]
[…] Find More to that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bab-4-periode-kewalian-episode-5-melapor-hasil-studi-banding/ […]
ceata uleioasaNovember 26, 2024 at 4:46 pm
… [Trackback]
[…] Information on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bab-4-periode-kewalian-episode-5-melapor-hasil-studi-banding/ […]
free webcam tokensDecember 6, 2024 at 12:21 pm
… [Trackback]
[…] Information to that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bab-4-periode-kewalian-episode-5-melapor-hasil-studi-banding/ […]