Oleh : Salamuddin Daeng
Sejak jaman Belanda dulu orang waspada terhadap segala macam penyakit menular pada hewan, termasuk penyakit mulut kuku (PMK). Kewaspadaan ini berlangsung sampai dengan pemerintahan Indonesia merdeka. Terakhir jaman pemerintah Pak Harto, Indonesia masih menganut azas maximum security dalam menghadapi penyakit menular berbahaya seperti PMK karena Indonesia sudah bebas dari PMK.
Namun era reformasi semua UU diobrak abrik. Bahkan semua UU yang baik di masa sebelumnya juga diobrak abrik dengan alasan reformasi. Termasuk UU peternakan dan kesehatan hewan. Alasan utamanya adalah reformasi adalah perubahan. Bukannya keadaan tambah baik. Malah keadaan makin kacau balau, tumpang tindih, dan membahayakan keselamatan bangsa Indonesia.
Reformasi pada intinya memang melakukan liberalisasi ekonomi, termasuk liberalisasi perdagangan. Praktek ini dilakukan secara sembarangan termasuk mengorbankan kesehatan hewan dan manusia. Tujuan utamanya membuka kran impor hewan ternak. Padahal sistem kita dahulu melarang melakukan impor hewan dari negara yang masih mengidap penyakit mulut kuku (PMK) demi menghindari penyakit ini menular di dalam negeri. Dasar memang reformasi semua dihancur leburkan dengan UU baru yang dibuat atas dasar kepentingan pebisnis atau importir semata.
Salah satu UU yang membahayakan tersebut adalah UU Nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan. UU ini menghapus azas maximum security tersebut. UU ini memberi peluang melakukan impor dari negara yang masih terjangkit PMK. Pembukaan impor ini katanya untuk membuat harga daging sapi kerbau dll di dalam negeri menjadi murah. Solusi instan dengan cara impor.
Demi kewaspadaan nasional kami dan beberapa organisasi menggugat UU Nomor 18 tahun 2009 ke Mahkamah Konstitusi (16/10/2009). Organisasi tersebut terdiri dari Serikat Petani Indonesia (SPI), Institute for Global Justice (IGJ), Perhimpunan Dokter Hewan (PDHI), Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (Wamti), Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), masyarakat korban, serta Badan Eksekutif Mahasiswa Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Selamat gugatan dikabulkan dengan alasan bahwa UU Nomor 18 tahun 2009 melanggar konstitusi. Indonesia tidak boleh impor dari negara yang masih belum terbebas dari penyakit mulut kuku (PMK).
Pertahanan Negara Dijebol
Namun rupanya importir tidak menyerah, mereka merangsek masuk dengan usaha membuat regulasi baru agar bisa impor hewan dan daging murah demi alasan agar harga murah di dalam negeri. UU baru dibuat dan disahkan yakni UU nomor 41 tahun 2014 tentang Perubahan UU peternakan dan Kesehatan Hewan. Atas dasar UU ini pemerintah membuka peluang impor dari manapun termasuk dari negara yang masih mengalami PMK. Selanjutnya berdasarkan UU ini Presiden Jokowi membuka peluang impor dari negara atau zona yang masih terjangkit mulut kuku segera setelah dia menjadi Presiden. Presiden Jokowi menerbitkan peraturan baru yakni PP Nomor 4 Tahun 2016 yang membuka peluang Pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan Dalam Hal Tertentu yang Berasal dari Negara atau Zona Dalam Suatu Negara Asal Pemasukan. Ijin impor diberikan kepada BUMN.
Tidak cukup juga. Presiden kembali menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan Dalam Hal Tertentu Yang Berasal Dari Negara atau Zona Dalam Suatu Negara Asal Pemasukan. Menurut peraturan ini, selain badan usaha milik negara, pelaku usaha lainnya dapat melakukan pemasukan produk hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) setelah memenuhi persyaratan tertentu,” bunyi Pasal 7 Ayat 2 aturan tersebut.
Luar biasa memang, usaha pemerintah untuk menjebol azas maximum security yang telah dianut sejak Indonesia merdeka. Kini Indonesia boleh mengimpor dari negara manapun, meskipun negara tersebut masih terjangkit penyakit menular berbahaya pada hewan. Alasan utamanya demi murahnya harga daging sapi dan kerbau. Tapi apakah benar sejak DPR dan pemerintah Jokowi mengeluarkan peraturan liberalisasi impor yang mengorbankan aspek kesehatan itu, lalu harga daging di Indonesia menjadi murah? Tanya rumput yang bergoyang.
Malah sekarang yang terjadi adalah penyakit mulut kuku menjadi isu nasional kembali, katanya sudah menjangkiti hewan ternak di Indonesia. Ini penyakit jaman baheula kembali menjadi wabah di tanah air. Lalu datanglah ide lain mengimpor vaksin untuk hewan di Indonesia. Hewan divaksin, manusia divaksin juga. Jadilah semua pemakan vaksin. Astaga.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
unieke reizenNovember 2, 2024 at 6:43 am
… [Trackback]
[…] Info on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/penyakit-mulut-kuku-siapa-yang-salah/ […]
free Stripchat accountNovember 15, 2024 at 10:48 am
… [Trackback]
[…] Info on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/penyakit-mulut-kuku-siapa-yang-salah/ […]
GiftsDecember 17, 2024 at 10:34 pm
… [Trackback]
[…] Information to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/penyakit-mulut-kuku-siapa-yang-salah/ […]
cinemaruleDecember 29, 2024 at 2:35 am
… [Trackback]
[…] Here you can find 42865 more Information to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/penyakit-mulut-kuku-siapa-yang-salah/ […]