Tinta dan zat warna
Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya bertajuk Islamic Technology: An Ilustrated History mengungkapkan, pada era kejayaannya, peradaban Muslim telah mampu memproduksi tinta hitam. Pada masa itu, terdapat dua tipe utama tinta permanen. Pertama, tinta permanen yang dihasilkan dari partikel-partikel halus karbon, kedua tinta hitam yang berasal dari besi tanat.
Menurut Al-Hassan dan Hill, karbon untuk tinta hitam diperoleh dari jelaga berbagai minyak dan lemak, seperti minyak biji rami dan minyak bumi, atau arang giling yang dibuat dari berbagai biji-bijian.
Cara membuat tinta di masa itu begitu khas. Salah satu cara membuat tinta dari jelaga, papar Al-Hassan, dengan menggunakan lampu empat sumbu untuk membakar minyak biji rami. Pada bagian atas lampu, terdapat penutup berbentuk kubah dengan sebuah lubang dan di atasnya terdapat lagi enam penutup serupa membentuk cerobong. Sumbu dinyalakan dan minyak terbakar habis, kemudian jelaga yang terkumpul di dalam cerobong dikumpulkan menggunakan bulu. Selanjutnya, jelaga itu diayak hingga didapat serbuk yang halus.
Pembuatan tinta permanennya juga ada yang menggunakan gom Arab (diperoleh dari tumbuhan sejenis akasia) sebagai bahan pengikat, walaupun glair (dibuat dari kocokan putih telur) dapat dijadikan alternatif.
“Tinta lain juga dijabarkan dalam manuskrip Arab, di antaranya tinta biruhitam yang didapatkan dari biji-bijian tertentu dan ferro sulfat yang masih digunakan hingga kini,” ungkap Al-Hassan dan Hill.
Dalam bukunya berjudul, Keahlian Menulis dan Peralatan Orang-orang Arif, Ibnu Badis juga mengungkapkan keberhasilan umat Islam dalam memproduksi tinta berwarna, cat minyak, dan pernis.
Zat warna seperti ini digunakan dengan pena atau sikat dan digunakan untuk menulis, melukis miniatur pada kertas, kulit, kayu, dan permukaan-permukaan lain.
Ibnu Badis, seperti dikutip Al-Hassan dan Hill, memaparkan, pewarna hitam berasal dari karbon yang diperoleh dari jelaga lampu atau arang khusus seperti yang diterangkan sebelumnya. “Pewarna putih dihasilkan dari timah (isfidaj), bahkan terkadang dicampur dengan putih tulang,” paparnya.
Lalu bagaimana dengan pewarna merah? Menurut Al-Hassan dan Hill, pewarna merah yang ditemukan dunia Islam terdapat dalam berbagai nuansa. Unsur pokoknya adalah cinabar (zanifar), kristal merkuri sulfida dan timah merah (isribj) terkadang juga digunakan lempung batu besi yang mengandung lapisan merah.
Lac, resin berwarna merah gelap yang ditanamkan ke batang pohon tertentu oleh serangga lac (laccifer lacca), juga diproses untuk pewarna ini dan petunjuk rinci pembuatannya banyak dipublikasikan. Sementara itu, pewarna kuning diproduksi terutama dari orpiment (zarnikh ashfa) arsenik trisulfida. Menurut naskah Arab, massicot (timah monoksida) sebagaimana saffron bisa digunakan bersama zat warna lain.
Sedangkan pewarna biru didapat dari mineral lapis lazuli. Selain itu, azurit (suatu bentuk tembaga karbonat) dan indigo juga digunakan sebagai pewarna biru. Pewarna hijau diperoleh dari verdigris tembaga karbonat basa (zinjar) dan dari mineral malasit. Untuk nuansa hijau yang lain, termasuk warna tanaman, dibuat dengan mencampur berbagai zat warna.
Cat minyak dan pernis
Dalam bukunya berjudul Keahlian Menulis dan Peralatan Orang-Orang Arif, Ibnu Badis juga mengungkapkan keberhasilan umat Islam dalam memproduksi tinta berwarna, cat minyak, dan pernis. Zat warna seperti ini digunakan dengan pena atau sikat dan digunakan untuk menulis, melukis miniatur pada kertas, kulit, kayu, dan permukaan-permukaan lain.
Sebuah manuskrip abad ke-16 M mencatat proses pembuatan cat dan teknik pemakaiannya. Untuk membuat cat minyak, dibutuhkan campuran larutan gom resin sandarak dengan minyak biji rami, kemudian ditambahkan zat warna bersama sulingan nafta. Semua bahan-bahan itu dicampurkan dan dilarutkan dengan cara dikocok. Selain itu, peradaban Islam juga tercatat berhasil menciptakan pernis.
Larutan ini diproduksi untuk melindungi lukisan. Pernis dibuat dengan cara menambahkan pelarut nafta (minyak tanah putih) ke dalam campuran kental sandarak dan minyak biji rami. Larutan itu kemudian dilaburkan ke permukaan yang ingin dilindungi.
Begitulah, peradaban Islam memproduksi tinta dan zat warna yang penting dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan seni rupa.
Bersambug ke halaman berikutya
Related Posts
Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (19) - Berita TerbaruAugust 2, 2022 at 9:24 am
[…] Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (18) […]
Engineering1January 8, 2025 at 10:10 am
… [Trackback]
[…] Info to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/memahami-gagasan-dr-muhammad-najib-renaissance-islam-18/ […]