Menakar Daya Tarik Anies

Menakar Daya Tarik Anies
Isa Ansori

Oleh: Isa Ansori, Kolumnis

Pergerakan politik partai partai politik terlihat sangat dinamis dan cepat, tentu saja hal ini dilakukan untuk mencari titik temu diantara kepentingan kepentingan mereka.

Dalam politik berlaku adagium menang atau ikut menang, sehingga adagium ini kadang berbanding terbalik dengan logika masyarakat kebanyakan. Bagi partai politik tidak ada yang disebut dengan wilayah hitam dan putih, yang ada adalah bagaimana kepentingan kepentingan mereka bisa terakomodir oleh kekuasaan. Hal ini wajar terjadi, karena didalam Demokrasi pancasila tak dikenal dengan partai oposisi.

Lalu titik temu yang seperti apa yang sedang dikomunikasikan diantara mereka? Merujuk pada hasil survey tentu ini berkaitan dengan siapa yang akan dijadikan sebagai capres dan cawapres.

Merujuk pada hasil survey beberapa lembaga survey yang ada, selalu muncul top mind tiga teratas, yaitu Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Dari tiga calon teratas tersebut yang paling menarik adalah Anies Baswedan. Pertama karena Anies tidak memiliki kendaraan politik untuk maju, kedua, Anies selalu diposisikan sebagai capres yang tidak didukung oleh istana dan dimusuhi oleh oligarki, ketiga, Anies selalu dihadapkan dengan Prabowo, seolah Anies tidak akan maju kalau Prabowo maju, meski yang dipublikasikan video Anies tahun 2019, ketika Prabowo maju sebagai capres tahun 2019. Selalu ada upaya untuk menggagalkan Anies maju sebagai kandidat calon presiden tahun 2024.

Anies kerap kali dimusuhi oleh mereka – mereka yang menjadi peliharaan istana dan oligarki. Apapun yang dilakukan Anies tak akan ada benarnya, bagi mereka Anies selalu salah.

Yang terbaru ada upaya dikalangan elit politik untuk berupaya mentersangkakan Anies berkaitan dengan ajang pelaksanaan Formula E yang sukses dimata dunia Internasional. Meski menurut catatan BPK bahwa pelaksanaan Formula E clear dan memberi keuntungan kepada Jakarta sebesar 2.1 T selama masa kontrak pelaksanaan event.

Terlepas dari upaya – upaya elit politik yang merasa terancam dengan sepak terjang Anies yang anti terhadap perilaku serakah pejabat dan oligarki, Anies nampaknya menjadi magnet tersendiri bagi partai politik dan konstituennya. Sehingga siapapun yang berjuang bersama Anies akan berpotensi mendulang suara banyak untuk mendapatkan kursi kekuasaan di parlemen.

Sebagaimana data yang merujuk pada hasil survei Charta Politika pada 10-17 April 2022 yang menyebut sebanyak 24,1 persen simpatisan Partai Golkar memilih Anies, lalu NasDem 33,9 persen, PKS 63,8 persen, PPP 24 persen, PAN 38,9 persen, dan Demokrat 30,6 persen. Ini artinya bahwa Anies menjadi daya tarik tersendiri bagi konstituen partai politik.

Sehingga menjadi logis bila dikaitkan pada hasil kongres partai Nasdem yang mengusung tiga nama Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Andhika Perkasa, Panglima TNI.

Keputusan Surya Paloh memunculkan nampaknya juga menjadikan daya tarik NasDem juga semakin meningkat, terbukti Nasdem menjadi prioritas penting bagi kalangan partai politik untuk melakukan silaturahmi.

Nasdem dan Anies nampaknya ibarat dua sisi mata uang yang memikat, ketertarikan terhadap Anies bisa dilihat ketika dipelaksanaan Formula hampir semua pejabat negara datang untuk menyaksikan ajang tersebut, bahkan Jokowi, Puan Maharani, Bambang Soesatyo dan lain lain hadir dan melakukan swafoto bersama.

Tentu saja kehadiran mereka dalam perspektif politik bisa dimaknai sebagai restu terhadap acara yang digelar oleh Anies. Bahkan jauh hari sebelumnya Puan menyatakan bahwa dirinya tidak ada masalah dengan Anies.

Anies nampaknya bisa menjadi titik temu diantara kepentingan partai politik dan elit partai, sehingga posisi Anies yang bukan kader dari sebuah partai politik, tapi prestasinya membangun Jakarta yang luar biasa, menjadikan Anies menjadi sebuah harapan menuju Indonesia yang lebih baik, adil dan mensejahterakan.

Pada akhirnya juga bisa dibaca kunjungan DPP PDIP yang dipimpin oleh Puan dalam rangka mencari titik temu dengan Partai Nasdem yang sudah semakin intens berkomunikasi. Titik temu itu bisa diduga ada pada sosok Anies yang sejak awal digadang oleh konstituen partai – partai untuk menjadi presiden.

Keputusan partai politik untuk mencalonkan capres dan cawapres menjadi titik temu adalah sebuah keniscayaan yang harus kita Terima sebagai rakyat, kalau toh nanti Anies dipasangkan dengan cawapres yang kita nggak setuju, lalu kita bisa apa? Bukankah relawan sejak awal berkomitmen mengantarkan Anies menjadi presiden, sehingga seharusnya para relawan harus bisa membuka hatinya bahwa politik tidak bisa dipahami hitam putih sesuai selera kita. So mari belajar membuka hati dan bersikap realistis dalam melihat kenyataan.

Surabaya, 24 Agustus 2022

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K