M Fattah Santoso: Penghargaan Untuk Sang Teladan

M Fattah Santoso: Penghargaan Untuk Sang Teladan
Foto: Prof.Dr. M. Fattah Santoso (kiri), Dr M Habib Chirzin (tengah)

Oleh: Prof.Dr. M. Fattah Santoso, UMS

 

Bersyukur kepada Allah Swt yang telah menakdirkan bisa hadir dalam upacara penganugerahan Doktor Honoris Causa untuk Sang Teladan, ustadz Drs. Muhammad Habib Chirzin, oleh UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu, 21 September 2022.

Tahniah, aalaafu mabruuk, ustadzii. Beliau sudah sepantasnya mendapatkan penghargaan ini. Beliau adalah teladan dalam banyak hal:

1) Konsistensi dalam pilihan; beliau memilih aktivitas di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sejak 1970-an hingga kini. Yang menarik dari pilihan itu, beliau tidak tenggelam dalam dunia aksi/praksis, namun menjadikan LSM jembatan untuk meluaskan ilmu dan networking. Ilmu yang dipilih terfokus pada “(sosiologi) perdamaian”. Networking yang dibangun nasional dan bahkan global, melintasi lima benua–seolah beliau berkata: “Telah kugenggam dunia”. Pengembaraan empat dasawarsa yang memadukan aktivisme dan ilmu telah mengantarkan beliau tampil sebagai narasumber pada 109 forum ilmiah internasional. Per dasawarsa rata-rata lebih dari 25 forum ilmiah. Very very excellent.

Penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa dari UIN Yogyakarta kepada M Habib Chirzin

2) Pembelajar penuh percaya diri dan piawai dalam berkomunikasi; sangat tidak mungkin ‘konsistensi dalam pilihan’ yang begitu produktif tanpa menjadi pembelajar sepanjang hayat sekaligus penuh percaya diri (walau hanya dengan kemampuan berbahasa Inggris dari Gontor) sehingga melintasi batas-batas pendidikan formal–tidak canggung berwacana dan berdiskusi dengan doktor dan profesor, gagasan dan opininya diapresiasi sampai-sampai, misalnya beliau diberi amanah menjadi direktur International Institute of Islamic Thought (IIIT) Indonesia. Menjadi lengkap, beliau piawai dalam berkomunikasi dengan berbagai pihak tanpa membedakan, dan di hampir setiap akhir pertemuan beliau biasa berujar: “Keep in touch”.

BACA JUGA:

3) Dokumenter terbaik, par excellent; semua kegiatan di atas oleh beliau dan ibu Sri Hindun, isteri beliau, didokumentasikan dengan baik dalam bentuk soft-file maupun foto, hobi yang tidak banyak dilakukan orang.

Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, KH Hassan Abdullah Sahal, KH Akrim Mariyat, Prof. Dr. KH Amal Fathullah Zarkasyi

4) Sense of humanity yang tinggi; memperlakukan kesetaraan dengan isteri dengan mengajaknya dalam forum-forum nasional dan internasional, hampir tidak ada kegiatan tanpa di samping beliau ibu Hindun–sebuah pasangan yang serasi, saling melengkapi, penuh kasih sayang. Selain itu, beliau juga menghormati yang senior dan menyayangi yang yunior, betapa capaian doktor honoris causa ini beliau persembahkan untuk para senior, terutama guru-guru beliau–alhamdulillah Trimurti Pondok Gontor sebagai simbol hadir lengkap. Sikap menyayangi yunior diperlihatkan melalui terbukanya rumah beliau di Wijilan, Yogyakarta (tahun 1980-an) menjadi perpustakaan bagi mahasiswa yang kantongnya pas-pasan, dan melalui pemberdayaan yunior dalam forum-forum internasional.

Sungguh empat teladan yang tidak mudah diteladani oleh saya sekalipun. Sekali lagi, selamat, ustadzi, semoga bertambah berkah.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K