Anies Capres, Kemanakah Dewan Kolonel dan Dewan Kopral Berlabuh?

Anies Capres, Kemanakah Dewan Kolonel dan Dewan Kopral Berlabuh?
Isa Ansori

Oleh: Isa Ansori
Kolumnis, Sedang berjuang menjahit tenun kebangsaan untuk Indonesia bersih

 

Dinamika di internal PDIP memang tidak lagi samar, terlihat semakin terbuka, terjadi aroma perseteruan antara loyalis Puan dan loyalis Ganjar. Loyalis Puan adalah representasi loyalis Megawati yang terdiri dari elit PDIP dan para politisi Senayan. Loyalis menyebut dirinya sebagai Dewan Kolonel. Sedangkan loyalis Ganjar adalah mereka yang selama ini menjadi loyalis Jokowi dan terdiri dari para relawan, mereka menyebutnya sebagai Dewan Kopral.

Sebagai partai yang punya kuasa penuh untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden, PDIP tentu tidak akan sembarangan, meski bisa mencalonkan sendiri, PDIP tentu berharap agar calon yang disodorkan bisa mengulang sukses pilpres 2014 dan 2019.

Namun sayangnya situasi pilpres 2014 dan 2019 berbeda dengan situasi 2024. Nampaknya ada hal penting yang harus dilakukan oleh PDIP, utamanya dari kubuh Dewan Kolonel. Megawati berharap Puan Maharani adalah calon yang bisa diusung. Sebaliknya loyalis Jokowi dan relawannya berharap Ganjar adalah calon yang diusung.

Tentu saja masing – masing ada alasan yang publik hanya bisa menduga – duga. Megawati dan Dewan Kolonel berkepentingan mempertahankan trah Soekarno didalam PDIP dan tetap berkuasa, sedangkan kubuh loyalis Jokowi yang cenderung ke Ganjar beralasan bahwa Ganjar elektabilitasnya tinggi. Perseteruan itupun semakin keruh ketika PSI tanpa berkonsultasi dengan PDIP dan Ganjar, tiba mencalonkan pasangan Ganjar – Yeni Wahid, meski dukungan itu tak ada artinya.

Suasana yang sudah beraroma konstraksi ini semakin berdenyut keras, Ganjar dibuat kalang kabut oleh pernyataan PSI, padahal jelas jelas pada saat rakernas PDIP, Megawati menyatakan bahwa urusan pencalonan presiden dan wakil presiden adalah ada ditangannya, karena mandat rakernas. Jadi jangan coba – coba melanggar tata tertib yang ada.

Penegasan Megawati ini tentu secara eksplisit bisa dimaknai bahwa Megawati sedang menegur Ganjar yang hari – harinya dipenuhi dengan publikasi kegiatannya, dan disinyalir sebagai upaya pencitraan guna meraih tiket pilpres.

Menyatukan maksud Dewan Kolonel dan Dewan Kopral dalam satu pasangan tentu akan membuat sulit PDIP, karena PDIP akan berjuang sendirian, apalagi hanya menempatkan Puan sebagai wakil Ganjar.

Sehingga mau tidak mau PDIP harus mencari koalisi agar tetap bisa memenangkan pertarungan Pilpres. Lalu pilihannya akan kemana? Kalau pilihannya seperti ini, maka harus ada yang dipilih salah satu antara Puan dan Ganjar, itu artinya PDIP akan menghadapi dilema.

Bagi Megawati tentu tidak akan sulit menghadapi situasi seperti ini, Megawati sudah sangat teruji menghadapi dilema untuk menyelamatkan PDIP dan trah Soekarno. Apalagi Megawati didukung oleh loyalisnya yang ada di Dewan Kolonel.

Silaturahmi Puan kebeberapa partai Politik, tentu tidak terlepas dari tugas yang diberikan oleh Megawati, hal yang tidak diberikan kepada Ganjar.

Sebagai kader PDIP sejati, Ganjar juga tidak punya rekam jejak untuk melakukan perlawanan kepada Megawati, bagi Ganjar tentu yang paling baik adalah menunggu, meski sesekali terlihat Ganjar juga melakukan aktifitas yang menjurus pada persaingan menuju pilpres.

Peristiwa di Batang dimana Jokowi mengajak Ganjar dalam satu mobil, tentu bisa bermakna dukungan Jokowi kepada Ganjar. Ini tentu akan menimbulkan motivasi dan kepercayaan pada diri Ganjar untuk tetap berusaha mengikuti kontestasi merebut tiket, baik dari PDIP atau partai lain yang sudah ada, misalnya melalui Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang merupakan partai koalisi pendukung Jokowi.

Keduanya tentu berkepentingan untuk bisa survive dalam percaturan politik, sehingga sangat mungkin mereka akan berlabuh kepada koalisi calon pilpres yang dianggap bisa menang dan menjamin keberlanjutan karir politik dan pengaruh politiknya.

Megawati tentu tak akan berani mengulang peristiwa 2014, Jokowi tentu juga akan berusaha menjadikan Ganjar sebagai pilihan. Bagi Megawati Pilpres 2024 adalah pertaruhan pengaruh trah Soekarno terhadap partai dan pemerintahan, atau PDIP tetap dibawah asuhan trah Soekarno. Peristiwa direbutnya kembali kendali PDI dibawah trah Soekarno dari Suryadi, adalah cacatan sejarah penting bagaimana Megawati memperjuangkan ajaran Soekarno tetap menjadi ruh perjuangan didalam PDIP.

Kalau sudah begini akan kemanakah mereka berlabuh?

Surabaya, 7 Oktober 2022

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K