CABE, Catetan Babe (435), Sosiologi HMI (Pendahuluan): Excerpt Sejarah Berdirinya HMI

Oleh: Ridwan Saidi

Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tahun 1974-1976, Budayawan, Sejarawan, Politisi Senior

Berikut beberapa pendiri HMI. Tidak semua mereka dari sekolah tinggi Islam. Banyak yang dari PTGM seperti Tejaningsih dan Maesaroh Hilal, photo bawah.

Maesaroh Hilal, pendiri HMI, putri KHA Dahlan.

Jusdi Goz Gozali, pendiri, kemudian terpilih Ketua Umum PB PII

Dua nama berikut adalah pendiri yang kuliah hukum di PTGM. Kelak mereka menetap di Medan sebagai lawyer ternama.

1. Prof Mr Mahadi. Jl. Merdeka Polonia Medan.

2. Prof Mr Ani Abas Manopo. Jl Cut Nyak Dien Medan.

(Photo ki-ka staf Pak Nas, Thohir , Nurcholish, Pak AH Nasution, RS, Warnida, Jamil Gozali)

Gagasan mendirikan HMI oleh duet Ahmad Tirto dan Mintareja mahasiswa PTGM Jogya. Mereka sahabat dari sebelum mahasiswa. Mereka terilhami oleh berdirinya dua ormas mahasiswa lokal di PTGM.

Gagasan disokong oleh mahasiswa Sanusi, Hutagalung, dan Asmin Nasution. Saya bertemu dengan nama-nama itu dan berbicara soal peristiwa Februari 1947 di PTGM.

Gagasan didukung juga oleh mahasiswa-mahasiswa STI a.l Tejaningsih, Tujimah, Anton Timur dan Lafran. Mereka bertemu 5 Februari 1947. Tanggal ini menjadi Dies HMI.

Saya bertemu dan berbicara dengan nama-nama di atas.Tak diketahui tanggal tersusunnya pengurus.

PB HMI pertama terdiri:

Ketua umum Ahmad Tirtosudiro
Wakil Mintareja
Sekretaris Asmin
Nasution
Pembantu umum Sanusi dan Lafran Pane.

Dahlan Ranuwiharjo joint Agustus 1947, ia telah anggota GPII. Dia membuat Anggaran Dasar dengan inspirasi AD GPII.

Note: Lafran pernah ngaku-ngaku, tapi dia terdiam setelah saya bedialog dengannya di Jogya disaksikan Chumaidi Syarif.

Dalam periode Jogya yang berlangsung 1947-1950 yang pernah ketua umum HMI dan Plt Ketum:

Ketum Ahmad Tirto. Plt ketum berurutan: Mintareja, Asmin Nasution, Lukman el Hakim.

Note: Lafran Pane belum pernah jadi ketua umum atau Plt ketua umum.

Para pengusung Lafran Pane hendaknya tidak berpikir a-histori. Jangan mengada-ada dalam narasi sejarah. (RSaidi)

EDITOR: REYNA

Related Posts