Oleh: Isa Ansori, Kolumnis
Masa tugas Anies sebagai Gubernur Jakarta memang sudah usai, bahkan kepergian Anies disambut oleh ribuan manusia dan jutaan pasang mata, dielu elukan dan diteriaki Anies presiden, Anies presiden. Sesuatu yang hampir tak pernah terjadi. Bahkan tingkat kepuasan masyarakat Jakarta mencapai 83 %.
Anies digantikan oleh Heru Budi, yang sebelumnya pejabat di pemprov DKI Jakarta, Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah semasa Basuki Tjahya Purnama menjabat Gubernur. Setelah Anies menjadi Gubernur, Heru Budi ditarik “magang” oleh Jokowi ke Kantor Staf Presiden.
Sebagai pejabat magang tentu Heru dilatih dan dipersiapkan untuk kembali menjalankan roda adminstrasi di Jakarta sepeninggal Anies.
Heru juga disinyalir oleh banyak orang sebagai orang yang ditugasi untuk “menghabisi” karya karya yang telah dibuat oleh Anies. Apa yang dilakukan oleh Heru berlindung dibawah kalimat Heru punya cara sendiri membenahi Jakarta.
Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan apa yang selama ini menjadi kepentingan “istana” dan para buzzernya untuk mengganggu kerja – kerja Anies, agar Anies jelek dimata publik dan gagal menjadi potensial calon presiden RI 2024.
Dugaan publik pelahan tapi pasti mulai terlihat, pemerintah pusat yang selama ini “pelit” dalam pembangunan Jakarta, tiba tiba begitu royal terhadap program Heru berkaitan dengan revitalisasi kawasan Monas, bahkan Eric Tohir, menteri BUMN totalitas membantu pelaksanaan revitalisasi ini. Hal ini sangat berbeda dengan ketika Anies menjalankan event nasional yang mendunia, E – Prix, tak ada uang sepeserpun yang digelontorkan oleh Eric, bahkan pada saat pembukaan pelaksanaan event, Eric tak ada di Jakarta.
“Kita sinkronisasi soal aset-aset yang dimiliki BUMN dan pemda untuk menjadi fasilitas publik. Monas tentu bagian publik, area yang sangat hijau,” kata Erick Thohir saat menerima kunjungan Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono di Kementerian BUMN, Rabu (19/10/2022).
Erick juga mengatakan, kawasan Monas harus mengedepankan konsep penghijauan seperti di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK). “Nanti, Pak Heru yang akan desain (kawasan Monas), bersama Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno supaya ini bisa hijau kembali,” kata dia.
Erick meminta agar penghijauan yang dilakukan di kawasan Monas dilakukan secara serius dan total. Dia pun mencontohkan revitalisasi di kawasan Gelora Bung Karno (GBK) yang menurutnya tampak lebih baik dibanding sebelumnya.
“Hijau ini jangan tanggung. Kalau di Senayan, Kompleks GBK, bagus tidak? Bagus, dong,” kata Erick.
Hal yang sama juga dilakukan oleh ketua Fraksi PDIP yang mengatakan, ketika Anies masih menjabat gubernur, posisi Fraksi PDI Perjuangan menjadi oposisi pemerintah Jakarta. Setelah Anies tak lagi memimpin di Jakarta, partai itu memutuskan menjadi pendukung pemerintahan.
“Nggak oposisi lagi. Tetapi akan tetap kritis. Kemarin kami menempatkan diri sebagai fraksi oposisi karena kan Anies bukan dukungan dari PDIP.”
Gembong menyebut posisi fraksinya nanti sebagai kritis-konstruktif pada kebijakan pemerintah Jakarta.
Kebijakan – kebijakan baik Anies yang membuat rakyat Jakarta puas tentu akan dianggap “berbahaya” bagi kepentingan calon yang digadang oleh istana. Sehingga kebijakan – kebijakan itu harus “didesain” ulang agar terkesan sebagai kebijakan yang gagal.
Misalkan pada saat pelantikan dia sebagai pejabat Gubernur, dia mengatakan akan fokus pada tiga hal yang berdampak langsung pada masyarakat Jakarta, yaitu banjir, mengurai kemacetan dan menata kembali kota. Hal yang seolah tak pernah terjadi dimasa Ahok.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut akan fokus menyelesaikan tiga masalah utama di ibu kota, yaitu mengatasi banjir, menata kota dan mengurai kemacetan.
“Beberapa waktu yang lalu saya sudah disampaikan arahan Bapak Presiden, ada tiga. Tiga itu kerjanya sudah waduh luar biasa, jadi harus kerja dan kerja turunan dari penanganan banjir, turunan dari tata ruang dan tentunya bagaimana mengurai kemacetan,” kata Heru di kompleks istana kepresidenan Jakarta pada Senin, 17 Oktober 2022.
Jakarta yang toleran, Jakarta yang ramah, dan Jakarta yang berpihak pada kepentingan rakyat tentu akan mustahil bisa dilihat dan dirasakan kembali, karena bisa diduga kebijakan Heru adalah kebijakan istana yang selama ini lebih pro kepada oligarki.
Menutup karya Anies selama memimpin Jakarta memang dibutuhkan energi besar, tak mungkin Heru bisa sendirian, dibutuhkan bantuan dari kekuatan besar dan anggaran yang besar untuk menutupinya. Anies harus tenggelam dan gagal.
Seandainya politik identitas yang dituduhkan kepada Anies adalah sesuatu yang dilarang, lalu siapakah yang maling berteriak maling menjalankan politik identitas?
Kalau hal itu yang terjadi, maka bersiaplah warga Jakarta menjadi gelap setelah mendapatkan terang semasa kepemimpinan Anies. Kepuasan yang 83 % saat Anies memimpin tentu akan pupus bersama purnanya Anies.
Surabaya, 1 November 2022
EDITOR: REYNA
Related Posts
Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
No Responses