Tanggapan Aktivis Demokrasi Chris Komari Terhadap Artikel “Pandangan Islam Terhadap Demokrasi”

Tanggapan Chris Komari

Jawaban saya sebagai activist democracy (terhadap artikel diatas): 

Article yang menarik, tetapi sayang ilmu dan pembahasannya terhadap demokrasi terlalu dangkal dan penuh prejudices terhadap demokrasi.

Benar, demokrasi menjamin freedom of speech, expression, free press, assembly dan freedom of religion.

Tetapi tidak benar demokrasi itu memberikan kebebasan tingkah tanpa batas.

Demokrasi justru membatasi tingkah laku seorang warga negara dalam kesetaran dan persamaan hak dalam hukum dan keadilan, yang dikenal dengan istilah equality under the rule of law, with due process and fair trial.

Equality before the law, due process and fair trial adalah prinsip demokrasi nomer #7 dan #8 dalam demokrasi.

Tidak benar demokrasi itu selalu diputuskan dengan VOTING atau suara terbanyak.

Dalam prinsip deliberation dalam demokrasi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencapai consensus, unanimous decision.

Di Indonesia, istilah consensus dan unanimous decision ini dikenal dengan istilah “musyawarah untuk mufakat.”

Ketika terjadi gridlock, atau ketidaksepakatan dalam musyawarah untuk mufakat, system deliberation dalam demokrasi masih memberikan ruang dan waktu untuk mendapatkan compromised version, dan tidak langsung VOTING.

Ini hanya soal ketidakpahaman dan ketidaktahuan tentang system deliberation yang baik dan benar dalam system demokrasi.

Ditambah dengan prejudices terhadap demokrasi, sehingga begitu cepat penulis mengambil kesimpulan yang tidak benar, inaccurate and completely wrong tentang deliberation dalam demokrasi.

Kenapa tidak dibahas dalam article itu 11 prinsip demokrasi yang universal…???

Demokrasi kuno tidak cacat, tapi memang belum sempurna.

Seperti semua ciptaan yang baru di buat, tentu membutuhkan penyempurnaan system, atau perbaikan design along the line untuk menjadi lebih baik dan sempurna.

Begitu juga dengan demokrasi.

Article dibawah ini memberi jawaban mengapa SOCRATES itu awalnya tidak suka dengan demokrasi dan mengatakan demokrasi sebagai Mobocracy, which is the government of the MOB, by the MOB and for the MOB.

Mengapa SOCRATES awalnya tidak menyukai demokrasi di Athen? Greece waktu itu dikatakan oleh SOCRATES sebagai:

Government of the MOB, by the MOB and for the MOB.

The MOB yang dimaksud oleh SOCRATES adalah:

1). Ignorance voters
2). Un-informed voters
3). Ill-informed voters
4). Mis-informed voters
5). Mislead voters.

Karena itu dalam demokrasi modern mulai 18th century onward, kekurangan, kelemahan dan ketidaksempurnaan demokrasi kuno diperbaiki dan ditutup dengan pillar demokrasi ke # 4 yang disebut FREE MEDIA atau FREE PRESS, dengan freedom of the press, yang memiliki tugas dan tanggung-jawab to inform the public….!!!

Supaya publik menjadi intelligence voters, atau paling tidak menjadi well-informed voters…!!!

Kenapa hal itu terjadi di demokrasi kuno di era SOCRATES…???

Karena dalam demokrasi kuno di era Socrates itu baru ada separation power, berupa trias politica antara 3 lembaga tinggi negara dalam bentuk:

1). Ekklesia (Assembly)
2). Boule (Council)
3). Dikasteria (Court).

Ada satu lembaga non-government yang missing (tidak ada) di era demokrasi kuno, yakni: FREE PRESS (FREE MEDIA).

Itulah mengapa dalam demokrasi modern, FREE PRESS (FREE MEDIA) menjadi pilar demokrasi ke #4 dalam system pemerintahan demokrasi non-government.

Apa fungsi, tugas dan tanggung-jawab FREE MEDIA dalam demokrasi…???

Untuk memberitahu, memberikan informasi, edukasi, melakukan investigative journalism terhadap government’s wrong doings dan melaporkannya kepada rakyat, sehingga rakyat itu menjadi well-informed, bukan menjadi uninformed, ill-informed, mislead atau mis-informed.

Kalau idealism journalism di Indonesia dijual murah demi isi perut, dibuat memeras dan cari duit, yg salah bukan demokrasi atau freedom of the press, tapi mental journalist nya….!!!

Terakhir, saya menulis article panjang berjudul “my perspectives” yang didalam article itu membahas tentang system pemerintahan demokrasi dan caliphate.

EDITOR: REYNA..

Related Posts