Novel Muhammad Najib, “Bersujud di Atas Bara” (Seri-1): Dunia Dalam Berita

Novel Muhammad Najib, “Bersujud di Atas Bara” (Seri-1):  Dunia Dalam Berita
Dr Muhammad Najib, Duta Besar RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

Novel dengan judul: Bersujud di Atas Bara ini merupakan fiksi murni yang diangkat dari kisah nyata, dengan latar belakang Perang Afghanistan tahun 1979- 1989. Pada saat itu, di tingkat global bertarung antara dua super power, Amerika dan sekutunya NATO didukung oleh sejumlah negara Muslim, bertempur melawan Uni Soviet yang didukung Pakta Warsawa. Sementara di medan laga terjadi pertarungan antara Rezim Boneka Afghanistan dukungan Uni Soviet melawan Mujahidin yang didukung oleh Amerika dan sekutunya.

Bagi pembaca yang tertarik dengan Novel ini dan tidak sabar mengikuti serial berkala, dapat mencari bukunya di Google Play Books Store.

Karya: Muhammad Najib, Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

“Satu korban lagi tewas tertembak…! Sudah ratusan nyawa melayang sejak perjuangan Intifada bangsa Palestina melawan tentara Israel berkobar”. Terdengar suara datar seorang perempuan muda pembaca berita televisi dalam siaran “Dunia Dalam Berita”.

Dari layar kaca berukuran dua belas inci, tampak seorang bocah kurus berumur belasan tahun terkulai lemas, dibopong tinggi-tinggi setengah berlari oleh puluhan anak-anak sebayanya di jalan yang kotor dan berdebu, di sebuah pemukiman di Jalur Gaza. Baju putih yang dikenakan korban bersimbah darah, ia terus menetes menodai bumi dan melumuri tangan-tangan kecil yang membopongnya. Tetapi tidak tampak kesedihan maupun rasa jera di wajah anak-anak itu, bahkan teriakan-teriakan heroik dengan wajah tak gentar, terus dikumandangkan dari mulut-mulut kecil mereka. Suara mereka terdengar berirama, perpaduan antara nada sendu dan keras, mengekspresikan kemarahan yang dipendam lama dan dalam.

Menyaksikan pemandangan memilukan ini, Mujahid hanya tertegun masygul sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia terbayang anak-anak sebaya di kampungnya yang suka bermain layang-layang atau sepak bola, di lapangan kecamatan dengan teriakan-teriakan gembira saat berebut layang-layang yang putus atau saat gol dibuat. Beberapa hari sebelumnya, dari layar kaca yang sama Ia juga melihat bagaimana buldozer Israel mencabikcabik sebuah rumah sederhana di kawasan Tepi Barat, dIsaksikan perempuan tua pemiliknya yang menangis meraung-raung di antara betis tentara Israel yang mengawasinya dengan senjata laras panjang. Janda tua itu baru saja kehilangan putra satu-satunya yang berusia 23 tahun, yang tewas setelah meledakkan dirinya di dalam bus Israel yang penuh penumpang di kota Yerusalem. Kini Ia harus kehilangan tempat tinggalnya sebagai hukuman, karena dianggap tidak mampu mencegah tindakan sang Anak yang menyerang warga Israel.

Pikiran Mujahid terus melayang dan memunculkan segudang pertanyaan. Mengapa penjajahan masih hidup di dunia yang semakin modern seperti sekarang? Mengapa PBB tidak pernah mengambil tindakan atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Israel? Mana para pejuang Hak Asasi Manusia yang biasanya galak? Mengapa Amerika selalu membela Israel? Mengapa negara-negara lain tidak ada yang membantu atau membela Palestina?

Pandangannya terus menerawang menyapu seisi ruang tamu sederhana tempat kosnya seolah mencari jawaban. Namun lukisan tua yang tergantung di dinding kusam dan berjamur, buku-buku yang tersusun tidak teratur di rak yang sudah miring di sebelah televisi, dan lantai semen lembab bergelombang yang dibalut dengan sehelai tikar plastik yang sudah terurai di beberapa bagian pinggirnya, hanya diam membisu.

Mujahid kemudian berdiri tidak bergairah dan melangkah pelan menuju kamarnya. Ia merebahkan badannya di kasur tipis beralaskan karpet hijau sambil mengganjal kepalanya dengan kedua tangannya. Pandangannya terus menatap langit-langit kamar tidurnya. Ia berusaha untuk membuang jauh pertanyaan-pertanyaan yang terus mengganggu pikirannya.

Bukankah itu persoalan bangsa dan negara lain yang mestinya menjadi tanggung jawab para petinggi negaranegara yang menjadi tetangganya? Mengapa saya yang mesti memikirkannya? Sebagai rakyat kecil saya bisa apa? Pertanyaan-pertanyaan tandingan ini sengaja dimunculkan dengan harapan akan menggusur pertanyaaan-pertanyaan sebelumnya. Ternyata bukan saja cara ini gagal, bahkan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru yang lebih menyiksa.

Kalau saja semua orang berpikir individualis seperti ini, apakah Bangsa Indonesia bisa merdeka seperti sekarang? Kalau saja saya seorang pemuda Palestina, bagaimana perasaan saya? Bagaimana kalau yang tertembak itu adalah adik kandung saya sendiri?

Cover Novel “Bersujud di Atas Bara” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store.

Pikirannya terus berputar dipacu terus-menerus oleh berbagai pertanyaan, sementara hatinya terus meronta menyaksikan kekejaman ini. Tanpa terasa butir-butir bening menetes dari ujung kedua kelopak matanya. Mujahid merasakan hangatnya air yang membasahi pipinya. Ia memejamkan mata dan mengusapnya dengan punggung telapak tangan Kirinya. Tapi Ia merasa linangan air mata ini meringankan sebagian beban yang menyesakan dadanya. Karena itu, Ia biarkan butiran-butiran kecil terus mengalir dan menetes. Namun tiba-tiba, “Saya tidak boleh cengeng!”, katanya bergumam sambil berdiri dengan mengepalkan tangan kanannya.

Ia lalu ke belakang mengambil air wudhu. Kemudian kembali ke kamar, membentangkan sajadah pemberian sang Ibu, saat meninggalkan kampung halamannya menuju Surabaya untuk menuntut ilmu. Ia melakukan shalat dua rakaat. Seusai salam, Mujahid berdoa,

“Ya, Allah! Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah! Tuhan yang Maha Adil dan Maha Bijaksana. Berilah kekuatan pada hamba-Mu yang teraniaya, agar mereka mendapatkan kembali yang menjadi hak miliknya. Bukalah mata saudara-saudara Kami, agar mereka tidak berpangku tangan atas berbagai kezaliman yang dipertontonkan di depan wajah Kami. Tampakkanlah yang benar itu benar di mata Kami dan berilah Kami kekuatan untuk membelanya. Tampakkanlah yang salah itu salah di mata Kami dan berilah Kami keberanian untuk melawannya. Jadikanlah hamba-Mu ini menjadi bagian dari kaum yang Engkau ridhai. Amiiin”, Mujahid menutup doanya sambil mengusapkan kedua tangan ke wajahnya.

(Bersambung..)

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

5 Responses

  1. Novel Muhammad Najib, “Bersujud di Atas Bara” (Seri-3): Menjadi Jamaah Pengajian - Berita TerbaruDecember 4, 2022 at 8:35 am

    […] Novel Muhammad Najib, “Bersujud di Atas Bara” (Seri-1): Dunia Dalam Berita […]

  2. Novel Muhammad Najib, “Bersujud di Atas Bara” (Seri-4): Mendengar Perintah Jihad - Berita TerbaruDecember 6, 2022 at 5:22 am

    […] Novel Muhammad Najib, “Bersujud di Atas Bara” (Seri-1): Dunia Dalam Berita […]

  3. Novel Muhammad Najib, "Bersujud Diatas Bara" (Seri-5): Mudik Lebaran - Berita TerbaruDecember 8, 2022 at 6:55 am

    […] Novel Muhammad Najib, “Bersujud di Atas Bara” (Seri-1): Dunia Dalam Berita […]

  4. lsm44November 12, 2024 at 5:33 pm

    … [Trackback]

    […] There you can find 70810 more Information to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/muhammad-najib-bersujud-di-atas-bara-seri-1-dunia-dalam-berita/ […]

  5. altogelDecember 4, 2024 at 9:29 am

    … [Trackback]

    […] There you will find 91970 more Info to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/muhammad-najib-bersujud-di-atas-bara-seri-1-dunia-dalam-berita/ […]

Leave a Reply