Rektor ITS Digugat, Pakar Pidana Nilai Putusan PTUN Surabaya Pas

Rektor ITS Digugat, Pakar Pidana Nilai Putusan PTUN Surabaya Pas
Kantor PTUN Surabaya

ZONASATUNEWS.COM, SURABAYA – Pakar pidana yang juga Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI) Dr. Muhammad Taufiq. SH MH menilai Putusan PTUN Surabaya yang menolak seluruh gugatan Prof Budi Santosa terhadap Rektor ITS, sudah benar dan pas.

”Itu putusan yang pas mengingat Budi itu profesor rasis. Ia menghina wanita berkerudung sebagai manusia gurun,” ujar Taufiq.

Dr Muhammad Taufiq, SH MH

Lebih dari itu Muhammad Taufiq meyakini usaha banding dan kasasi atas putusan PTUN tersebut, tetap akan ditolak.

“Sebagai orang yang pernah mengirim somasi saya yakin banding dan kasasi soal sanksi itu tetap akan ditolak,” tambah Taufiq.

Seperti yang diberitakan media ini kemarin, PTUN Surabaya menolak seluruh gugatan Prof Budi Santosa terhadap Rektor ITS. Putusan dijatuhkan oleh PTUN Surabaya Kamis (23/2/2023).

Dalam amar putusannya PTUN mengadili, dalam eksepsi menolak eksepsi tergugat.

Dalam pokok sengketa, pertama, menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya.

Kedua, menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 462.000, 00 (Empar Ratus Enam Puluh Dua Ribu Rupiah).

Kuasa hukum ITS Dieta kepada zonasatunews.com membenarkan adanya putusan tersebut, namun menurutnya putusan itu belum inkrach atau berkekuatan hukum tetap.

“Kalo inkracht belum ya mas. Ini baru putusan di tingkat pertama,” kata Dieta.

Masih menurutnya, jika sampai dengan tanggal 9 Maret 2023, Penggugat tidak melakukan upaya hukum banding, maka keputusan ini inkracht.

Seperti diketahui, Prof Budi Santosa dijatuhi sanksi oleh Rektor ITS tidak diperbolehkan melakukan kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi selama satu tahun (2 semester).Termasuk didalamnya mengajar, membimbing mahasiswa, penelitian, maupun pengabdian masyarakat.

Sanksi itu djatuhkan Rektor ITS setelah menerima laporan dari Dewan Etik yang dibentuk secara adhock.

Merasa tidak bersalah, Prof Budi Santosa melayangkan gugatan ke PTUN Surabaya.

Prof Budi Santosa Purwokartiko

Sementara itu dalam sidang sebelumnya, Kamis (26/1/2023), pihak Rektor ITS menghadirkan saksi dari Alumni ITS, Ir Anas Rosyidi, mantan Sekretaris IKA ITS.

Dalam kesaksiannya, saat ditanya Prof BSP, mengapa Alumni ITS membuat Petisi, Anas Rosyidi menjelaskan bahwa bagi alumni ITS tindakan Prof BSP itu masuk dalam kategori “menabur kebencian dan menista agama”.

“Oleh karena itu alumni ITS dalam Petisinya tegas meminta Rektor ITS menjatuhi sanksi kepada Prof Budi Santoso seberat-beratnya,” kata Anas kepada ZONASATUNEWS.COM, Sabtu (28/1/2023)

Anas memerinci, penandatangan Petisi lewat Group WA sebanyak 975 orang alumni dari lintas generasi. Kenapa dia yang dipanggil sebagai saksi, secara berseloroh dia mengatakan mungkin karena dia berada di urutan nomor 1.

“Mungkin karena saya berada di nomor urut 1 dalam Petisi itu, sehingga saya yang dijadikan saksi dalam sidang ini,” terang Anas.

Dalam sidang tersebut Prof BSP juga mempertanyakan kepada saksi (Anas), mengapa dia dihukum berat.

Anas Rosyidi menjawab bahwa sanksi itu termasuk ringan. Karena hanya dilarang 2 semester.

“Ringan itu. Sebenarnya tuntutan kita lebih berat. Kurang berat itu sebenarnya.Untuk penista agama itu ringan, hanya 2 semester. Ternyata dia gugat,” terang Anas.

Anas juga memberikan contoh, Ahok itu menista agama dihukum berat. Dikenai sanksi pidana. Sementara ini hanya sanksi administratif.

“Hukuman untuk penista agama harusnya lebih berat. Masih untung itu ringan,” tegas Anas.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K