Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara”(Seri-53): Berdakwah Di Penjara

Tulisan berseri ini diambil dari Novel “Bersujud di Atas Bara” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, lihat linknya dibawah tulisan ini.

Novel “Bersujud Ditas Bara” ini merupakan fiksi murni yang diangkat dari kisah nyata, dengan latar belakang Perang Afghanistan tahun 1979- 1989. Pada saat itu, di tingkat global bertarung antara dua super power, Amerika dan sekutunya NATO didukung oleh sejumlah negara Muslim, bertempur melawan Uni Soviet yang didukung Pakta Warsawa. Sementara di medan laga terjadi pertarungan antara Rezim Boneka Afghanistan dukungan Uni Soviet melawan Mujahidin yang didukung oleh Amerika dan sekutunya.

Karya: Muhammad Najib
Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

SERI-53

Sebagai Ustaz sekaligus ketua takmir masjid Khusnul Khatimah, Mujahid memiliki keleluasaan lebih dibanding yang lain. Paling tidak, menjelang Magrib Ia sudah meninggalkan selnya untuk pergi ke masjid sampai waktu Isya. Kalau ada tamu, Ia juga sering diminta untuk mendampingi para petugas Rutan, bahkan seringkali sampai larut malam.

Ia menyusun program: sesudah Magrib sampai Isya diadakan tadarus. Artinya, bagi yang sudah bisa membaca Al-Quran, diminta untuk memperlancar bacaannya atau menambah hafalan. Bagi yang belum bisa membacanya, maka diajak belajar dari yang sudah bisa. Setiap malam Senin kajian tafsir dan setiap malam Kamis kajian hadis. Malam Jum’at diadakan ceramah umum yang dipimpinnya sendiri. Pada hari-hari besar Ia mengundang penceramah dari luar dengan harapan bisa mengikuti perkembangan yang terjadi di luar Rutan.

Sesudah shalat Isya, Mujahid menyediakan waktunya untuk mereka yang ingin konsultasi masalah-masalah agama. Semula hanya ada satu atau dua orang yang bertanya tentang hal-hal ringan berkenaan dengan agama. Lambat laun semakin banyak dan pertanyaan pun semakin beragam, bahkan berkembang ke masalahmasalah pribadi dan keluarga. Kadang-kadang ada juga yang menyinggung masalah politik. Ketika masuk wilayah ini, Mujahid biasanya sangat hati-hati dan memberikan jawaban umum saja tanpa dikembangkan.

Di bawah pembinaannya, jamaah masjid makin lama semakin bertambah. Orang-orang juga menjadi lebih bergairah mempelajari agama. Orang yang tadinya tidak shalat mulai melaksanakan kewajiban lima waktu itu.

Secara diam-diam tingkah-laku Mujahid yang santun, disiplin dan tawakal menarik perhatian Mikel Stone. Mike, begitu biasanya Ia dipanggil adalah pecandu sekaligus pengedar obat-obat terlarang. Ia tertangkap basah di Bandara Ngurah Rai membawa heroin seberat satu kilogram lebih dalam penerbangan dari Sydney. Mike sebenarnya seorang pengusaha sukses. Ia alumni fakultas ekonomi Australian National University (ANU) di Canberra. Namun, sikap hidupnya yang selalu memburu kebahagiaan duniawi, mengakibatkan Ia kemudian berpisah dengan anak dan istrinya. Ia bahkan terperosok ke dunia hitam jaringan pengedar obat-obat terlarang. Waktunya sebagian besar dihabiskan di meja judi dan kehidupan malam.

Semula Ia merasa kasihan melihat Mujahid dan kawan-kawan yang dianggap menderita untuk sesuatu yang tidak jelas. Lama-lama perasaan kasihannya berubah menjadi kagum. Timbul pertanyaan besar di benaknya, orang-orang ini tampak sama sekali tidak tersiksa menjalani hidup di balik terali besi seperti dirinya. Rasa kagum bercampur penasaran kemudian mendorong dirinya untuk mendatangi Mujahid.

Cover Novel “Bersujud di Atas Bara” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store. Ikuti linknya dibawah

Pada Jumat siang Mike duduk di bawah pohon kamboja di depan masjid. Ia memperhatikan orang-orang yang berpakaian putih bersih dengan wajah penuh harap mengambil air wudhu, lalu masuk ke masjid. Suara azan dikumandangkan, lalu khatib berkhutbah yang diakhiri dengan shalat dua rakaat. Ini kali pertama Ia mendengar nama Tuhan disebut dengan penuh hormat, kata iman dan takwa diulang-ulang dengan penekanan khusus, serta kehidupan akhirat disebut lebih penting dibanding kehidupan dunia.

Setelah shalat Jumat selesai, satu-persatu jamaah meninggalkan masjid. Terakhir nampak Mujahid turun tangga perlahan dengan menggunakan baju koko putih, kopiah putih dengan jenggot hitam lebat berwibawa. Mike lalu berdiri, Ia bergerak perlahan mendekati

Mujahid sampai kira-kira jarak dua meter, lalu menyapanya, “Good afternoon!”.

Mujahid menoleh ke arah sumber suara itu. Setelah memperhatikan sejenak, Ia lalu membalasnya, “Good afternoon…” dan dilanjutkan dengan sapaan balik, “How are you?”,

“Fine”, jawab Mike.

“Maaf, bolehkah Saya mengganggu anda?”, tanya Mike dengan bahasa Indonesia terbata-bata.

“Silahkan!”, kata Mujahid sambil menoleh ke Kiri dan ke Kanan.

“Baiknya Kita bicara di bawah pohon kamboja itu”, ajak Mujahid sambil melangkah ke sudut yang agak rimbun mengingat terik matahari. Setelah mereka berdua duduk dengan baik Mike lalu memulai pertanyaannya, “Saya heran melihat anda dan kawan-kawan; sepertinya kok begitu santai menjalani hukuman di sini!”.

Baca Juga:

• Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara”(Seri-51): Belajar Dari Buku
• Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara”(Seri-52): Dunia Filsafat

“Bagi Kami hidup di dunia ini, di manapun, sama saja”. Mike tak menyangka mendengar jawaban seperti itu. Ia tidak begitu paham kemana arah jawabannya. Karena itu, Ia menegaskan kembali,

“Maksudnya?”, katanya lagi.

“Kehidupan di dunia ini hanyalah ujian belaka. Karena, kehidupan yang sebenarnya adalah di akhirat nanti, setelah Kita mati”.

“Jadi anda percaya kehidupan akhirat?”, tegas Mike.

“Manusia yang tidak percaya dengan kehidupan akhirat akan membuat dirinya kehilangan pegangan dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Ia akan mudah diombang-ambingkan oleh berbagai hal, menjadi sangat lemah dan akan mudah menderita”.

Mike merasa tertohok dengan jawaban ini karena langsung masuk pada persoalan yang Ia alami secara pribadi.

“Apakah Anda merasa bahagia menjalani hidup di tempat ini ?”, tanya Mike dengan maksud balas menyerang.

“Kebahagian hidup ada pada diri Kita masing-masing dan tidak berada di luar, sehingga ia tidak harus dicari. Bagi Kami, yang lebih penting adalah bagaimana menyikapi hidup itu sendiri. Kebahagiaan itu tidak bergantung pada yang Kita miliki atau apa yang Kita alami. Karena itu agama menjadi sangat penting, karena ia bukan saja memberikan panduan juga memberi harapan baik dalam kehidupan di dunia ini, maupun di akhirat nanti”.

Mike terdiam. Ia seperti kehabisan pertanyaan.

“Terimakasih!”, katanya mengakhiri diskusi sambil mengulurkan tangannya.

Mujahid menyambut dan menjabat erat tangan Mike dengan penuh gairah.

“Apakah Anda tidak keberatan kalau besok-besok Saya datang lagi untuk bertanya?”, tanya Mike kepada Mujahid yang melangkah meninggalkannya.

“Any time ….”, jawab Mujahid mempersilahkan.

Sejak pertemuan itu, Mike berkali-kali menemui Mujahid untuk mendiskusikan berbagai hal dan bertanya banyak hal tentang Islam. Sampai akhirnya Ia memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat yang dIsaksikan oleh jamaah masjid Khusnul Khatimah.

(Bersambung…..)

EDITOR: REYNA

Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:

Judul Novel: Di Beranda Istana 
Alhambra
https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ

Judul Novel: Safari
https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ

Judul Novel: Bersujud Diatas Bara
https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ

Related Posts