Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 27)

Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 27)
Ilustrasi: Cindelaras dan ayam jagonya

Oleh: Budi Puryanto

Seri sebelumnya (Seri-26):

Di arena, ketiga anak muda itu dikerumuni penonton untuk mengucapkan terima kasih. Mereka berebut ingin mendekati Cindelaras untuk bersalaman. Terutama gadis-gadis mudanya. Melihat hal itu, Respati segera mengajak Cindelaras dan Aryadipa untuk keluar dari arena pertandingan.

“Ayo Cindelaras kita segera keluar dari sini. Aku lapar ingin segera makan tepo pecel dan dawet,” kata Respati beralasan, sambil memegang tangan Cindelaras, lalu ditariknya tangan itu menuju keluar arena. Aryadipa yang melihat tingkah Respati tertawa sendiri. Namun dia segera mengikutinya dari belakang.

*****************************

SERI-27

Pangeran Anom langsung menuju Puri Kaputren, tempat peristirahatan Permaisuri. Ditempat itu, biasanya Permaisuri juga menerima tamu-tamu pribadi yang dianggapnya penting. Untuk tamu-tamu resmi biasanya diterima di Bangsal Keraton, bersama Raja.

Kekecewaan yang mendera Pangeran Anom begitu besar, karena selama ini belum pernah dikalahkan. Sehingga dia merasa tidak sanggup memanggulnya sendiri. Dia membutuhkan seseorang untuk membantu meringankan bebannya. Dan orang itu tiada lain adalah ibunya. Permaisuri kerajaan Jenggala.

“Ada apa pangeran malam-malam begini menemui ibu. Mengapa wajah pangeran tampak kusut, lelah, dan penuh kemarahan. Apa yang membuatmu begini, anakku,” kata Permaisuri.

“Mohon ampun ibunda. Saya tidak sanggup menanggung malu dan kecewa seberat ini,” jawab pangeran.

“Ada apa sebenanrya. Ceritakanlah, anakku,” kata Permaisuri.

“Aku tidak pernah kalah dalam adu jago. Tapi hari ini aku dikalahkan. Bahkan dikalahkan dua kali, ibunda,” jawab Pangeran.

“Ayam jago andalan saya, si Bledeg Merah dikalahkan juga. Padahal itu ayam andalan saya. Dia tidak pernah kalah sekalipun. Tapi hari ini si Bledeg Merah menyerah.”

“Dihadapan banyak penonton kedua ayam saya dikalahkan. Malu sekali saya ibunda. Yang lebih menyakitkan saya, kedua ayam jago saya itu dikalahkan oleh ayam yang sama,” jawab Pangeran.

Permaisuri memperhatikan perkataan Pangeran Anom dengan seksama, layaknya seorang ibu yang melihat anaknya yang baru pulang bermain. Karena ada masalah ditempat bermain, dia pulang untuk mengadu.

Dengan enteng Permaisuri menanyakan ayam jago siapa yang telah mengalahkan ayam jago milik Pangeran.

“Ayam jago milik Cindelaras, ibunda permaisuri,” kata Pangeran Anom.

Permaisuri sedikit kaget. Rupanya Pangeran bertemu dengan Cindelaras, pikir Permaisuri. Nama yang sudah didengar oleh Permaisuri, namun bagi Permaisuri selama ini dianggapnya tidak masalah. Cindelaras tidak masuk dalam daftar orang yang perlu dicurigai dan dianggapnya musuh.

Namun sejak saat ini, anggapannya kepada Cindelaras berubah. Cindelaras telah masuk kepada wilayah pribadinya. Karena dia telah memalukan dan menegcewakan anaknya. Naluri keibuannya untuk membela anaknya, seketika itu muncul.

“Jadi dua ayam jago Pangeran dikalahkan berturut-turut oleh satu ayam jago milik Cindelaras itu,” tanya Permaisuri.

“Benar ibunda Permaisuri,” Jawab Pangeran.

Sejenak Permaisuri diam. Dia heran, bagaimana dua ayam Pangeran bisa dikalahkan berturut-turut. Padahal si Bledeg Merah itu bukan ayam jago biasa. Dia itu ayam jago khusus yang diperoleh melalui penerapan ilmu tingkat tinggi warisan Nyi Calon Arang.

“Tenanglah anakku. Kita akan kalahkan si Cindelaras itu. Tidak boleh ada ayam jago yang lebh hebat dari punya Pangeran. Sudahlah, tidak usah risau, anakku. Istirahatlah,” jawab Permaisuri.

Sesaat kemudian Pangeran Anom mengundurkan diri dari Puri Kaputren. Dia merasa sedikit tenang. Malam itu dia bisa tidur. Setelah bertemu ibundanya, dia merasa yakin akan bisa mengalahkan Cindelaras, suatu saat nanti.

************

Malam itu Permaisuri sulit memejamkan matanya. Perkataan anaknya, Pangeran Anom terus terngiang-ngiang di telinganya. Bahkan menusuk-nusuk hingga kepalanya. Membuat kepalanya menjadi pusing.

Dia tidak habis mengerti, bagaimana dua ayam jago milik anaknya itu dikalahkan oleh satu ayam jago saja.

“Keparat Cindelaras. Kau harus menerima akibat perbuatanmu ini,” gerutu Permaisuri pada dirinya sendiri.

“Nyi Tunjung, ternyata ilmunya bisa dikalahkan oleh anak kemairn sore. Padahal ilmu itu menjadi agul-agulnya. Dia harus menambah lagi kekuatan ilmunya,” kata Permaisuri kepada dirinya sendiri.

Nyi Tunjung adalah murud Nyi Lenda. Sedangkan Nyi Lenda sendiri dikenal sebagai murid Nyi Calon Arang yang paling cerdas. Rambutnya panjang terseret hingga ke tanah.

Nyi Lenda banyak menulis kitab lontar leak, salah satunya adalah Lontar Cambra Berag. Nyi Lenda memiliki kemampuan berubah menjadi leak berwujud anjing besar kurus atau sosok raksasa setengah anjing.

Baca Juga:

Dari gurunya itu, Nyi Tunjung mewarisi ilmu merubah wujud binatang. Ayam jago si Bledeg Merah salah satu bukti kekuatan ilmunya. Dia merubah wujud anjing hutan yang liar dan ganas menjadi ayam jago yang ganas itu. Pantas saja si Bledeg Merah selalu menang dalam pertarungan. Karena si Bledeg Merah seperti mendapatkaan mangsanya saja saat bertanding.

“Setan demit macam apa yang berubah wujud jadi ayam Cindelaras itu,” kata Permaisuri tak habis-habisnya mengutuk Cindelaras dan ayamnya.

Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya.

“Pengawal, kesini.”

“Mohon ampun Kanjeng Putri Permaisuri. Ada perintah apa untuk hamba.”

“Panggil pawang ayam jago Pangeran. Sekarang juga.”

“Inggih, sendiko, Kanjeng Putri Permaisuri.”

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, pawang ayam jago milik Pangeran masuk ruangan Permaisuri. Dia tidak merasa kaget. Kebiasaan Permaisuri memang memanggil abdinya sewaktu-waktu. Tidak peduli malam jam berapapun.

Pawang bernama Karto itu baru duduk, Permaisuri langsung menumpahkan rasa kesalnya.

“Karto, bagaimana ayam jago Pangeran bisa kalah dengan ayam jago Cindelaras keparat itu?” tanya Permaisuri.

“Apa benar dua ayam jago Pangeran dikalahkan oleh ayam jago Cindelaras yang cuma satu biji itu.”

“Ada apa Karto, kenapa bisa kalah?”

“Berapa taruhan Ndoromu?”

Karto menyebutkan jumlah taruhan Pangeran Anom dalam dua pertarungan itu.

“Edan tenan, uang sebanyak itu? Bisa kaya mendadak itu, Cindelaras keparat itu.”

“Mohon ampun, Kanjeng Putri Permaisuri. Tapi uang itu tidak dipakai oleh Cindelaras.”

“Apa maskudmu Karto, kamu ngomong yang benar ya. Aku ingin tahu semua yang terjadi. Ceritakan semuanya, jangan ada yang ditutup-tutupi.”

“Maksud hamba, uang hasil kemenangan dari Pangeran Anom itu tidak dipakai oleh Cindelaras, tapi dibagi-bagikan kepada warga yang miskin disekitar arena, orang-orang tua renta, para janda, dan kepada para penonton yang berasal dari daerah yang jauh, yang kehabisan ongkoos perjalanan. Juga dibagikan kepada para penjual makanan dan minuman disana.”

“Kurang ajar. Cindelaras keparat, bajingan tengik. Dia meremehkan sekali. Uang Pangeran sebanyak itu dia bagi-bagi seenaknya saja,” kata Permaisuri sambil membanting kendi berisi air minum, yang ada didekatnya.

Karto tidak kaget lagi. Memang seperti itu kebiasaan Permaisuri kalau sedang marah. Awalnya dulu kaget bukan main. Tubuh Karto sampai menggigil. Sekarang tidak lagi.

“Lalau bagaimana dua ayam itu bisa kalah oleh satu ayam saja? Karto, lihat aku, ceritakan yang jelas.”

“Ayam pangeran yang pertama, mulutnya berdarah saat masih dalam pertarungan sengit itu. Tak lama kemudian jatuh dan mati.”

“Bagaimana ayam Cindelaras keparat itu, pasti mulutnya juga berdarah, kepalanya robek berdarah. Tubuhnya juga berdarah, kakinya pasti patah. Tidak bisa jalan lagi. Bukan begitu, Karto.”

“Mohon ampun, Kanjeng Putri Permaisuri. Ayam yang menjadi lawannya tidak berdarah sama sekali.”

“Apa? Ulangi omonganmu Karto. Aku tidak mendengar apa yang baru saja kamu omong tadi.”

“Mohon ampun, Kanjeng Putri Permaisuri. Ayam yang menjadi lawannya tidak berdarah sama sekali.”

“Keparat, bajingan tengik. Ayam siluman darimana itu. Setan demit mana yang membantunya.”

“Saya sebenarnya sudah menyarankan Pangeran untuk tidak meneruskan pertarungan. Tapi, Permaisuri tahu sendiri, Pangeran susah sekali diberitahu. Dia yakin si Bledeg Merah bisa menang.Karena selama ini tidak pernah kalah sama sekali.”

“Akhirnya kalah juga. Apakah si Bledeg Merah mati di kalangan?” tanya Permaisuri.

Karto menjelaskan dengan pelan-pelan.

“Mohon ampun, Kanjeng Putri Permasuri. Si Bledeg Merah tidak mati. Hingga turun minum kesepuluh kedua ayam masih bertarung dengan gesit. Seperti tidak punye rasa lelah. Anehnya, setelah itu si Bledeg Merah tidak mau melanjutkan pertarungan.”

“Menyerah, maksudmu.”

“Benar, Kanjeng Putri Permaisuri. Si Bledeg Merah menyerah. Tapi seandainya tidak menyerah, saya lebih khawatir lagi.”

“Apa maskudmu lebih khawatir.”

“Dalam keadaan kelelahan yang sangat, si Bledeg Merah bisa kembali kewujud aslinya.”

“Apakah hanya karena itu dia akan kembali ke wujud aslinya.”

“Juga kalau terkena pukulan keras dari tenaga dalam, bisa dari ayam lawannya atau datang dari pukulan orang.”

“Karto, menurutmu ayam Cindelaras keparat itu apakah juga ayam jadian seperti si Bledeg Merah itu.”

“Ampun, Kanjeng Putri Permaisuri. Menurut pengamatan hamba yang terbatas ini, ayam itu bukan seperti si Bledeg Merah. Itu ayam jago biasa tetapi memiliki kemampuan yang luar biasa.”

“Kurang ajar kamu, Karto. Aku hanya tanya, kenapa kamu malah memuji-mujinya. Bagimana cara mengalahkannya, apa kamu punya usulan.”

“Mohon ampun, Kanjeng Putri Permaisuri. Menurut hamba Nyi Tunjung harus meningkatkan kekuatan ilmunya lagi. Atau, saat pertandingan, ayam Cindelaras diserang dengan tenaga yang tidak tampak, tapi mematikan.”

Baca juga cerita selanjutnya:

Permaisuri diam seksama mendengarkan penjelasan Karto. Selesai Karto berbicara, Permaisuri tampak wajahnya sedikit cerah. Tersungging senyum kecil disudut bibirnya.

“Baiklah, Karto. Kamu boleh kembali dan istirahat,” kata Permaisuri, sambil memberikan uang dalam kantong kecil kepada Karto.

Karto hatinya berbunga-bunga. Ini salah satu yang dia sukai dari Permaisuri. Meski dia suka marah-marah, dan memaki-maki, tetapi suka memberi hadiah uang kepadanya.

“Mohon ampun, terima kasih Kanjeng Putri Permaisuri,” jawab Karto yang langsung undur diri keluar dari Puri Kaputren.

Malam itu Karto tidak langsung pulang kerumahnya. Dengan uang yang cukup banyak pemberian dari Permaisuri itu, dia memilih pergi dulu bersenang-senang. Minum arak, sambil ditemani wanita-wanita cantik.

BERSAMBUNG

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

6 Responses

  1. myplay168November 12, 2024 at 5:24 pm

    … [Trackback]

    […] Read More here to that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-27/ […]

  2. Jaxx LibertyNovember 15, 2024 at 6:40 am

    … [Trackback]

    […] Here you can find 34507 more Information to that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-27/ […]

  3. หญ้าเทียมNovember 27, 2024 at 7:55 pm

    … [Trackback]

    […] Information on that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-27/ […]

  4. pg slotJanuary 8, 2025 at 8:29 pm

    … [Trackback]

    […] Info to that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-27/ […]

  5. รีวิวเกมสล็อตJanuary 31, 2025 at 2:21 pm

    … [Trackback]

    […] There you can find 42564 more Info on that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-27/ […]

  6. pgslotFebruary 14, 2025 at 7:48 am

    … [Trackback]

    […] Find More here on that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-27/ […]

Leave a Reply