Oleh: Sutoyo Abadi
Koordinator Kajian Politik Merah Putih
Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini akan terbang ke China, Kamis (27/7/2023). melakukan kunjungan kerja terbatas ke Chengdu, untuk memenuhi undangan Presiden Xi Jinping, sebagaimana dimuat di Youtube Sekretariat Presiden.
Balutan diplomasi di bungkus halus dengan kain sutra bahwa:”Kunjungan bertepatan dengan 10 tahun kemitraan strategis komprehensif Indonesia dan Tiongkok (China). China adalah mitra dagang dan investasi bagi indonesia.
“Sejumlah agenda prioritas akan saya bahas bersama Presiden Xi baik di bidang investasi maupun proyek strategis. Juga di bidang perdagangan, juga isu-isu regional dan global,” katanya.
Bisa saja info tersebut benar sebagai topik yang akan di bahas Jokowi dan Xi Jinping, tetapi sesuai dengan perkembangan politik terkini di tanah air, topik tersebut bisa jadi bukan topik utama dan prioritas.
Munculnya kembali rekayasa gagasan perpanjangan masa jabatan bertepatan dengan skenario yang konon sudah di rencanakan menyongsong SU MPR Agustus mendatang, patut diduga menjadi agenda paling penting pertemuan dengan Xi Jinping.
Rekayasa perpanjangan masa jabatan sebagai presiden dan upaya menghentikan pilpres 2024, Jokowi tidak akan bisa merumuskan kebijakan politiknya sendirian, sekalipun para Taipan Oligarki tetap mendampinginya.
Xi Jinping dan Jokowi punya “hubungan istimewa”, dengan segala fariabel politik yang melekat dengan segala kewajiban dan resikonya. Ada kewajiban harus konek langsung dengan skenario besar China di Indonesia melalui tentor politiknya Xi Jinping.
Sekalipun Xi Jinping tetap menerapkan opsi kekuatan para Taipan khususnya 9 naga bermain dengan cara lain tetap memainkan peran sebagai pengendali.
Bantuan teknis taktis politik China dan tangan-tangannya di Indonesia yaitu para Taipan Oligarki adalah Ex Officio pemain, pengatur dan pengendali politik yang sesungguhnya.
Tidak aneh Jokowi secara periodik dan dalam kondisi emergency harus lapor Xi Jinping. Semua percaturan politik di tanah air akan konek dengan Xi Jinping .
Patut diduga topik pertemuan kali ini adalah membahas opsi memperpanjang masa jabatannya sebagai presiden, penundaan dan jaminan pilpres 2024 apabila akan dilaksanakan, presiden terpilih tetap harus menjadi boneka mereka.
Pilpres 2024 sesungguhnya bentuk lain perang proxy tanpa senjata fisik tetapi berupa serangan politik yang lebih mematikan. Kondisi ini ada dalam kendali Xi Jinping, sebagai pimpinan tertinggi para Taipan Oligarki, sekaligus sebagai pengendali pilpres 2024. **
EDITOR: REYNA
Related Posts
Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
No Responses