Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-5): Ibnu Batutah, Penjelajah Muslim Pertama

Novel “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” karya Masterpiece Dr Muhammad Najib ini terinspirasi dari kisah Jalur Sutra atau Tiongkok Silk Road, yang kini muncul kembali dalam bentuk baru: One Belt One Road (OBOR) atau Belt and Road Initiative (BRI).

Penulis yang saat ini menjabat sebagai Duta Besar RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO ini meyakini, Indonesia sebagai Jamrud Katulistiwa ini sebenarnya juga memiliki warisan sejarah yang bernilai. Sayangnya, kita belum mampu mengapitalisasi warisan leluhur yang dimiliki, seperti yang dilakukan Tiongkok, meski peluang Indonesia sama besarnya.

Novel ini sendiri merupakan fiksi murni. Di sini, penulis mencoba mengangkat fakta-fakta sejarah, diramu dengan pemahaman subjektif penulis sendiri terhadap situasi terkait.

Ada berbagai peristiwa sejarah di masa lalu, yang seakan terjadi sendiri-sendiri dan tidak saling berkaitan. Maka dalam novel ini, penulis berupaya merangkai semua dengan menggunakan hubungan sebab-akibat. Sehingga Novel ini menjadi sangat menarik. Ceritanya mengalir, kaya informasi, dan enak dibaca. Selamat membaca dan menikmati.

Foto Ilustrasi: Jalur Sutra (garis merah), jalur Rempah (garis biru)

Trending

Elon Musk mendukung kesepakatan tarif nol AS-Eropa

**********************************************************

SERI-5

Ibnu Batutah, Penjelajah Muslim Pertama 

Aku membuat paper setebal 10 halaman sesuai permintaan Usted. 

“Ibnu Batutah atau Ibn Battuta lahir dari keluarga santri berpendidikan. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad ibn Battutah. Ia lahir 25 Februari 1304, di kota Pelabuhan Tanjah atau Tangier, yang terletak di ujung paling utara Maroko, tepat berhadapan dengan Selat Gibraltar. Ayahnya seorang Kadi. Tidak heran bila Ibnu Batutah mendapat pendidikan agama yang baik tentu sesuai harapan keluarganya agar nantinya ia bisa melanjutkan profesi ayahnya.”

“Ibnu Batutah dikenal sebagai penjelajah Muslim, yang memulai perjalanannya dari tempat kelahirannya pada 1325  – saat masih berusia 21 tahun. Penjelajahan pertamanya diniatkan untuk naik haji. Dari tanah kelahirannya, ia bergerak ke Timur menyusuri wilayah Utara Afrika, lalu masuk ke Jazirah Arab, dan lanjut ke beberapa tempat. Ia berkelana ke banyak tempat hingga akhirnya kembali lagi ke Mesir. Dari Mesir ia menuju Damaskus, kemudian menyusuri Afrika bagian Timur. Wilayah sepanjang pantai Timur ditelusurinya, kemudian ia menyeberang ke Konstantinopel, yang kini bernama Istanbul dan menjadi bagian dari wilayah Turki di Eropa. Dari Anatolia, yang kini masuk wilayah Turki di Asia, Ibnu Batutah bergerak ke Timur menyusuri negeri-negeri di Timur Tengah sampai ke Asia Tengah. Ini semua dilaluinya melalui jalan darat, termasuk melewati padang pasir yang sangat luas. Dari kota pelabuhan, Basra, yang kini masuk wilayah Irak, dengan menggunakan kapal laut, ia tiba di India, Sri Lanka, lalu ke Aceh melalui Selat Malaka. Ia juga bertandang ke Tiongkok.”

“Ibnu Batutah menuliskan apa yang dilihat dan dialaminya, serta bagaimana ia memahami adat-istiadat dan tradisi berbagai Masyarakat yang dilihatnya, dalam buku berjudul Rihlah, yang berarti ‘rekreasi’. Tujuan awal perjalanannya memang untuk menunaikan ibadah haji. Namun setelah sampai, ia tidak langsung kembali ke negerinya. Ibnu Batutah justru memutuskan berkelana. Bahkan ia kembali lagi ke Makkah sampai lima kali. Keseluruhan perjalanannya untuk menjelajah dunia memakan waktu 24 tahun.”

Aku berhenti sesaat, lalu melanjutkan penjelasanku.

“Dalam pengembaraannya itu, Ibnu Batutah melihat kenyataan bahwa nilai-nilai Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis dipraktikkan beragam di setiap tempat. Semua ini tidak terlepas dari pengaruh sejarah, budaya dan nilai-nilai kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di masing-masing tempat. Kondisi alam juga menjadi faktor penentu. Bisa disebut, sepanjang pengembaraannya, ia berhasil memelajari dan memahami karakter, budaya dan kondisi sosial masyarakat yang disinggahinya.”

“Ibnu Batutah juga terbukti mampu memanfaatkan ilmu dan kemampuannya berdiplomasi untuk menarik simpati sejumlah penguasa lokal yang disinggahinya. Ia tidak saja mendapatkan dukungan dana untuk perjalanannya, tetapi juga kerap diangkat menjadi pejabat setempat. Bahkan ia sering dijodohkan dengan wanita lokal. Usia muda merupakan modal fisiknya untuk mampu menempuh perjalanan panjang sekian lama. Ia sanggup berada di kapal, yang bisa memakan waktu berbulan-bulan untuk sampai ke satu tujuan.”

“Dalam perjalanannya dari India ke Tiongkok, Ibnu Batutah sempat mampir ke Samudra Pasai –  kini dikenal sebagai Aceh – dan bertemu dengan penguasa Muslim di sana. Konon nama Andalas untuk Pulau Sumatra berasal dari Ibnu Batutah, karena ia teringat Andalusia – yang kini menjadi Spanyol dan Portugal – yang sempat dikuasai Muslim ratusan tahun lamanya.”

Usted memotong penjelasanku yang dinilai terlalu panjang. Kini kami masuk ke sesi tanya-jawab.

“Diceritakan tadi bahwa Ibnu Batutah bergerak dari Basrah menuju India dan seterusnya dengan menumpang kapal laut. Berarti bangsa Arab saat itu sudah menguasai jalur laut?”.

“Bangsa Arab sudah mengenal teknologi pembuatan kapal dan telah mengarungi lautan sejak zaman Dinasti Umayyah – yang dipimpin oleh Muawiyah yang berkuasa di Damaskus. Muawiyah sendiri merupakan penerus dari Khalifah Ali bin Abi Thalib, salah satu dari empat Khulafaur Rasyidin. Namun, armada lautnya hanya mampu menjangkau Laut Mediterania dan sekitarnya. Armada laut Umayyah beberapa kali pernah mencoba menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium, namun gagal.” 

“Apa hal menarik yang Anda pelajari dari pengembaraan itu?”

“Ibnu Batutah memberikan landasan awal bagi teori sosial yang ditulis oleh Ibnu Khaldun dalam sejumlah bukunya – termasuk dalam buku yang sangat terkenal, Muqaddimah.”

“Saya pernah mendengar nama Ibnu Khaldun. Ia menjadi rujukan bagi banyak ilmuwan Barat. Ia dikenal sebagai Bapak Ilmu Sosial Modern. Bisa dijelaskan kaitan antara temuan Ibnu Batutah dengan teori yang dirumuskan oleh Ibnu Khaldun?”

“Lazimnya, dalam tradisi Islam, ilmu diturunkan dari Al-Qur’an dan Hadits, lalu berkembang menjadi Tafsir, Tauhid, Fiqih, juga Tarikh. Namun Ibnu Khaldun menggunakan pendekatan terbalik. Ia melakukan riset lapangan terlebih dahulu, khususnya mengenai kehidupan sosial manusia, kemudian menganalisisnya. Ini serupa dengan pendekatan yang dilakukan Ibnu Khaldun untuk melihat masyarakat.”

“Sebenarnya masih banyak yang ingin saya gali, tetapi lain waktu saja. Sekarang kesempatan mahasiswa untuk bertanya,” ujar Usted sembari mengarahkan pandangannya kepada dua teman kuliahku.

Baca Juga:

• Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-3): Silaturahim Dengan Pak Dubes
• Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-4): Kuliah Pertama

“Apakah Ibnu Batutah sempat belajar di Andalusia, yang saat itu dipimpin Islam?” tanya Alfonso.

“Tidak ada penjelasan tentang hal ini. Tetapi perlu dicatat bahwa Tanjir – tempat Ibnu Batutah lahir dan dibesarkan – merupakan kota pelabuhan utama yang menghubungkan Afrika dan Andalusia. Bahkan, sejumlah pejabat penting di Andalusia berasal dari Afrika Utara, termasuk Maroko, yang penduduknya disebut Moor. Selain itu, beberapa dinasti atau keemiran di Andalusia juga didirikan oleh bangsa Moor.”

Alfonso nampak makin penasaran. “Siapa sebenarnya orang-orang Moor ini? Orang Spanyol biasa menyebut mereka Morisco.” 

“Orang-orang Moor sendiri aslinya berdarah Arab. Para lelaki Arab dari: Hijaz, Yaman, Syam dan sebagainya yang menjelajah kawasan Afrika bagian Utara. Mereka lalu kawin-mawin dengan perempuan lokal. Itulah asal-usul bangsa Moor. Maka sangat tepat jika dikatakan Islam-lah yang menjadi perekat.”

“Mengapa Islam bisa menjadi perekat?” tanya Alfonso lagi.

“Karena Islam tidak membeda-bedakan etnisitas, suku atau ras. Semua memiliki kedudukan setara di hadapan Tuhan.”

“Sebenarnya saya masih memiliki beberapa pertanyaan. Misalnya, masih adanya sistem kasta di komunitas Muslim tertentu. Tapi lain kali saja saya tanyakan.” Alfonso mengakhiri berondongan pertanyaannya.

BERSAMBUNG

EDITOR: REYNA

Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:

Judul Novel: Di Beranda Istana Alhambra
https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ

Judul Novel: Safari
https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ

Judul Novel: Bersujud Diatas Bara
https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ

Related Posts