Ada Investasi Jumbo Rp381 Triliun di Balik Konflik Pulau Rempang

Ada Investasi Jumbo Rp381 Triliun di Balik Konflik Pulau Rempang
Petugas gabungan membersihkan tumpukan ban yang dibakar warga di lokasi bentrokan di Pulau Rempang./ ANTARA - Yude

Pulau Rempang yang beberapa waktu lalu terjadi konflik ternyata menyimpan potensi investasi hingga Rp 381 triliun hingga tahun 2080

ZONASATUNEWS.COM, JAKARTA – Pulau Rempang, Batam menjadi ramai diberitakan di media massa menyusul konflik yang terjadi akibat penolakan warga terkait dengan upaya pembebasan lahan.

Bentrokan dikabarkan terjadi antara tim Gabungan TNI-Polri dan warga Pulau Rempang di Jembatan IV Barelang, Batam, Kamis (7/9/2023) terkait dengan pembebasan lahan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Adapun, BP Batam selaku pemilik hak pengelolaan lahan (HPL) di Pulau Rempang, tengah berupaya melakukan pembebasan atau pengembalian lahan dengan memasang patok lahan. Namun, tindakan tersebut mendapat penolakan keras dari warga.

Diberitakan sebelumnya, warga setempat berjaga-jaga di sekitar Jembatan IV Barelang untuk menghalangi BP Batam memasang patok lahan, dalam beberapa minggu terakhir ini.

Berdasarkan catatan Bisnis.com, Jumat (8/9/2023), Polri memastikan situasi dan kondisi Pulau Rempang telah kondusif.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Ahmad Ramadhan menyampaikan kerusuhan tersebut tidak ditemukan korban baik dari pihak keamanan maupun masyarakat.

“Jadi kami akan sampaikan bahwa, kami mendapatkan informasi dari Polda Kepri, situasi di lokasi sudah kondusif sejak kemarin,” kata Ramadhan di Bareskrim Polri, Jumat (8/9/2023).

Dia menyebutkan bahwa Polri dalam posisinya hanya melakukan tugas sebagai jembatan antara masyarakat dan BP Batam. Sementara itu, Kepolisian juga telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus ini.

Pasalnya, kedelapan tersangka itu telah membawa beberapa senjata tajam hingga benda membahayakan. Di sisi lain, Kepala BP Batam Muhammad Rudi melalui Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol Ariastuty Sirait mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi dengan kabar miring terkait situasi Pulau Rempang.

Hal ini bertujuan untuk menjaga situasi kondusif di Kota Batam. Mengingat, banyak oknum tak bertanggung jawab yang memanfaatkan momentum pengembangan Pulau Rempang untuk menyebarkan isu negatif.

“Sesuai pesan Kepala BP Batam, masyarakat jangan terprovokasi isu miring. Serap informasi dengan baik sebelum meneruskannya di media sosial. Tetap jaga persatuan,” ujar Ariastuty, Jumat (8/9/2023).

Investasi Jumbo di Pulau Rempang Terlepas dari konflik yang terjadi, ternyata Pulau Rempang yang memiliki luas sekitar 17.000 hektare bakal dikembangkan menjadi kawasan pengembangan terintegrasi untuk industri, jasa/komersial, agro-pariwisata, residensial, dan energi baru dan terbarukan (EBT).

Pengembangan tersebut masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) bernama Rempang Eco-City. Berdasarkan catatan Bisnis.com, Kamis (13/4/2023), pengembangan kawasan tersebut dilakukan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tomy Winata.

Proyek ini memiliki nilai investasi jumbo sebesar Rp 381 triliun yang terus dikucurkan sampai tahun 2080, dan ditargetkan dapat menyerap 306.000 orang tenaga kerja.

Pada tahap pertama sampai 2040, akan direalisasikan investasi sekitar Rp 29 triliun dengan perkiraan penyerapan kerja mencapai 186.000 orang melalui pengembangan industri manufaktur dan logistik, pariwisata, dan kegiatan perumahan yang didukung oleh perdagangan dan jasa.

Pengembangan Rempang ini sebetulnya sudah berjalan sejak 2004 atau 19 tahun silam, yang ditandai dengan adanya nota kesepahaman antara Pemkot Batam dan Otorita Batam dengan MEG.

Nota kesepahaman itu terkait rencana pembangunan kota wisata di Rempang dan Galang. Anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tommy Winata ini mendapatkan konsesi kerja selama 80 tahun. Sayangnya, rencana tersebut harus tertunda lantaran adanya masalah pembebasan lahan.

Proyek pengembangan Pulau Rempang diyakini akan memberikan keuntungan bagi negara dari sisi realisasi investasi, dan juga BP Batam selaku pemegang hak pengelolaan lahan di pulau tersebut dari sisi pemasukan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

Investasi pertama yang akan masuk di Pulau Rempang, yakni pembangunan pabrik kaca dan panel surya terintegrasi milik Xinyi International Investment Limited dari China. Nilai investasinya mencapai US$11,5 miliar atau setara dengan Rp173,51 triliun (asumsi kurs Rp15.088 per dolar US$).

Komitmen investasi hilirisasi pasir kuarsa tersebut diperoleh usai Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkunjung ke China pada Juli 2023. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan, komitmen investasi Xinyi itu bakal menggenjot upaya hilirisasi pasir silika atau kuarsa di dalam negeri untuk menjadi produk akhir kaca hingga panel surya mendatang. “Oleh-oleh paling paten, hari ini Presiden menyaksikan penandatanganan MoU antara pemerintah Indonesia dengan Xinyi, ini perusahaan terbesar di dunia pemain kaca dengan market share kurang lebih 26 persen,” kata Bahlil melalui keterangan pers secara daring, Jumat (28/7/2023).

Diberitakan Bisnis.com sebelumnya, karena investasi hilirisasi pasir kuarsa bernilai besar tersebut, maka warga Rempang yang telah puluhan tahun bermukim di pulau tersebut harus direlokasi ke Sijantung di Pulau Galang dalam waktu dekat ini.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K