Oleh: Agus Mualif Rohadi
Dalam dialog Anies dengan civitas alademik di Unhas, ketika ada pertanyaan tentang bagaimana solusi atas ketimpangan pembangunan ekonomi daerah,
jawaban Anies sederhana tetapi sebenarnya sangat pas dengan aspirasi daerah sehingga para profesor doktor yang jadi panelis dan audiens bertepuk tangan riuh.
Jawabannya adalah Menjadikan kota kota (menurut saya kota propinsi) sebagai fasilitator sekaligus penyerap ekonomi daerah untuk mendorong pertembuhan ekonomi inklusif daerah.
Jawaban itu akan menjadi koreksi total atas pemberlakuan UU Cilaka/Ciptaker yang telah menganulir dan merontokkan banyak Undang Undang yang menjadi turunan dari UU otonomi Daerah.
Terlampau banyak kewenangan daerah yang ditarik lagi ke pusat. Sumber sumber pendapatan daerah pun terpangkas.
Faktanya, UU Cilaka/Ciptaker hanya untuk memboyong investasi asing untuk mengekploitasi potensi daerah baik potensi sumber daya alam, menyabot potensi tenaga kerja lokal, bahkan merusak lingkungan. Pak LBP yang diperkuat Ganjar malah bilang apa mampu tenaga kerja lokal menggantikan datangnya rombongan dan berbondong bondongnya tenaga kerja asing di berbagai level pekerjaan yang bekerja di banyak proyek investasi asing.
Baca Juga:
- Agus Mualif: AMIN Effect (1)
- Agus Mualif : Cara Nabi Ibrahim Mendapatkan Hak Atas Tanahnya Di Baitul Maghdis
- Catetan Babe Ridwan Saidi (24): Hikayat Tanah Hindia dan Neo Imperialisme China
Saya masih ingat betapa riuhnya kemarahan para pejabat daerah yang ditumpahkan dalam forum forum yang diselenggarakan departemen dalam negeri ketika mensosialisasikan pelaksanaan UU Cilaka/Ciptaker.
Apabila dihitung kerugian pemerintah daerah atas pemberlakuan UU Cilaka itu, pasti ratusan atau mungkin ribu Trilliun, atas biaya yang telah dikeluarkan dalam 20 tahun untuk membuat berbagai macam perda mungkin ratusan perda untuk melaksanakan UU otonomi daerah yang merupakan biaya penyediaan fasilitas fisik bangunan dan seluruh perangkat perlengkepannya, pembinaan ASN, dll.
Ide Anies menjadikan kota kota sebagai penyerap pertumbuhan ekonomi inklusif daerah hanya bisa dilakukan dengan kembali memberlakukan desentralisasi kewenangan dan mendorong insiatif daerah.
Dalam uraiannya, Anies bahkan menyediakan biaya untuk membantu kota kota untuk melaksanakannya.
Suatu hal baru. Sebelum UU Cilaka itu, pelaksanaan desentralisasi, daerah harus membiayainya sendiri.
Anies menyatakan hal itu akan dilakukan secara gradual dalam waktu 5 tahun, untuk menaikkan kapasitas ekonomi daerah naik sampai dua kali lipat.
Saya ambil contoh sebagai pembanding adalah kontrasnya ide pembangunan IKN.
Baca Juga:
- Agus Mualif : Jejak Hukum Perang Musa Dalam Perang Modern Di Palestina
- Kisah Nabi Musa Ingin Melihat Keadilan Allah
- Kisah Nabi Musa dan orang miskin yang ingin jadi kaya-raya
IKN pasti bukan di desain untuk menyerap pertumbuhan ekonomi inklusif daerah di wilayah yang berdekatan dengan IKN.
Di IKN justru akan dipenuhi oleh barang barang impor. Daging pun di IKN pasti disuplai dari impor. Itu semua karena penghuni dan tamu IKN adalah orang orang yang telah terbiasa menikmati fasilitas dan produk impor.
IKN memang ide aneh ketika terjadi eksploitasi potensi daerah akibat UU Cilaka, karena yang menikmati eksploitasi itu bukan orang daerah.
Eksploitasi itu justru hanya akan dinikmati kota Jakarta, meskipun Jakarta bukan lagi sebagai ibu kota, karena semua jasa dan jaringan eksploitasi itu berada di Jakarta.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Dr. Anton Permana: 5 Seruan Untuk Presiden Prabowo, Saat Rakyat Mulai Resah dan Hati Mulai Luka

Menyikapi UUD 18/8/1945

Rocky Gerung: 3 Rim Karatan di Kabinet Prabowo

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri

Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global

Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama

Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan



No Responses