Oleh: Sutoyo Abadi
Koordinator Kajian Politik Merah Putih
Yang kurang ajar pasti penasehat spiritualnya. Dengan bergaya sebagai spiritual tingkat dewa, memberikan petuahnya : “Tuan harus ritual di tempat sakral tempat para raja raja dulu kala”, untuk menjaga kekuasaan dan menambah kesaktiannya.
Dalam kondisi pikiran kosong dan menyerah tidak satu patah pun bertanya tentang kebenaran petuah sang spiritual. Pikiran normal sesuai akal sehat sudah tersumbat tersisa hanya mengikuti perintahnya dengan keyakinan semua perintah nya benar.
Perilaku umum terjadi pada seseorang yang sedang meminta bantuan dukun atau apapun namanya, yang dipercaya memiliki kelebihan dalam ilmu spiritual. Tanpa seleksi dan tidak peduli itu dukun cabul atas dukun bersertifikat palsu
Dalam catatan para spiritualis pulau Karang Majetih itu tempat sakral dimana dulu raja – raja jawa bersemedi. Berapa waktu lalu atas anjuran seorang pemangku adat tanah jawa, sang Lurah yang sering mengaku diri sebagai raja datang ke sana untuk mencari wangsit dan menambah kesaktiannya.
Menurut Habib Jansen Boediantono ( spiritualis dari Jogjakarta ) menjelaskan: “Perjalanan menempuh waktu 6 jam dari kota Cilacap ke Karang Mejetih dengan dikawal para pengawal diantar seorang nelayan yang langsung pulang setelah sampai, untuk kemudian menjemput esok hari. Rupanya nelayan tersebut takut bila harus ikut nginap di sana terlaku beresiko”
“Karang Majetih ini memang unik, luasnya kurang lebih cuma 3.000 meter persegi. Sebelum masuk terdapat dua pertemuan arus laut yang membentuk pintu gerbang. Arus laut pasang tenggelam, tapi anehnya ada cerukan yang berisi air tawar dan ditumbuhi pohon jenis “Wijaya Kesuma” dibeberapa sudut.”
Masuk waktu isya mereka mulai berendam, terasa air mulai pasang sampai sedada. Dingin, sunyi hanya deburan ombak yang terdengar. Semua di lalui sampai pagi, sembari menunggu nelayan kembali menjemput di pagi hari.
Selesai ritual mereka mendarat kembali ke Cilacap dan menerus perjalanan ke Solo menemui suhunya sekaligus sebagai pemangku adat untuk komplain karena tak mendapatkan apa – apa, kecuali badan masuk angin.
Kali ini baru protes ternyata tidak mendapatkan wangsit atau pentunjuk dan virasat apapun. Sang suhu yang diduga kuat hanya manusia bahlul asal ngawur dan ngarang, coba komat kamit agar bisa tetap terkesan sakti, hanya diam.
P Lurah dalam kondisi masuk angin, otak masih kosong, bergaya pasrah meninggal kan lokasi, setelah menjadi korban tipuan dukun bahlul, koplak dan sinting. Dia di jalan sesat dan tersesat tetapi tetap tetap saja tidak menyadari bahwa dirinya tersesat.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
No Responses