Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah
Saya yang beragama Islam sejak bayi tentu berusaha terus meningkatkan iman kepada Allah dan Rasul Muhammad, berusaha untuk mengerjakan perintah dan meinggalkan laranganNya. Seperti nya narasi saya ini klasik. Dan dalam usia sudah menginjak kepala 70 saya harus fokus untuk mempertebal keimanan saya itu, karena maklum iman itu bisa menebal namun sewaktu-waktu menipis. Yang jelas saya mempunyai iman itu.
Namun saya jadi malu ketika saya merasakan derajat keimanan saya itu tidak ada apa-apa nya bila dibandingkan dengan keimanan para warga Gaza Palestina yang setiap detik di bunuh tentara Israel, ketika artikel ini saya tulis per tanggal 31 Oktober 2023 sudah ada lebih dari 8.000 warga Palestina di Gaza itu terbunuh dimana lebih dari 3.000 nya adalah anak-anak kecil bahkan bayi.
Di video yang viral keseluruh dunia, ada seorang laki-laki warga Gaza yang satu-satunya anaknya terbunuh oleh tentara penjajah Israel, terlihat malah sujud syukur karena almarhum putranya itu mati syahid. Sang bapak ini kemudian memberi motivasi kepada kerumunan warga bahwa mereka harus bersabar dan bersedia mati sebagai syahid, karena janji Allah orang yang mati syahid itu balasannya surga. Video ini membuat seorang warga Amerika Serikat terpana, heran.. kok ada orang kehilangan satu-satunya putra malah sujud syukur dan berterima kasih kepada Allah.
Saya bertambah malu karena ternyata derajat keimanan saya juga jauh dibandingkan keimanan anak-anak Palestina. Di salah satu video yang viral, ada seorang anak laki-laki dengan wajah dan pakain lusuh berbalut debu di area pemukiman yang rata dengan tanah akibat di bom tentara Israel, sambil dengan tenang dan suara yang berapi-api didepan kamera mengatakan bahwa dia bersyukur Allah memberi kondisi penderitaan akibat genosida Israel karena kondisi itu memperkuat keimanannya. Dia yang mengatakan bahwa seharusnya anak-anak kecil Palestina bermain-main sesuai umurnya namun mereka mati syahid. Sang anak laki-laki itu mengutarakan keteguhan hatinya untuk bersedia mati syahid.
Saya yang tinggal di nusantara yang aman dan damai ini bertanya dalam hati, seandainya saya hidup ditengah peperangan seperti yang sedang berlangsung di Gaza itu, apakah saya berani bicara didepan kamera dengan tenang sambil mengatakan saya siap mati syahid seperti anak kecil Palestina itu?. Jujur derajat keimanan saya jauh tertinggal dibandingkan keimanan anak belia Palestina itu.
Saya terharu dan miris, melihat anak-anak kecil termasuk bayi laki – perempuan rela antri untuk ditulis namanya dengan spidol di lengan atau kakinya oleh orang tua mereka atau warga setempat dengan tujuan kalau sewaktu mereka gugur syahid bisa dikenali identitas mereka. Dan saya menyaksikan di saluran TV internasional milik Turkiye, Rusia dan Aljazeera menanyangkan anak-anak kecil yang gugur akibat pemboman membabi buta tentara Israel ada yang terlihat lengan dan kakinya ada tulisan namanya dengan spidol.
Kelemahan kita menurut Allah adalah cinta dunia dan takut mati.
EDITOR: REYNA
Artikel serupa juga dimuat di Optika.id
Related Posts

Dr. Anton Permana: 5 Seruan Untuk Presiden Prabowo, Saat Rakyat Mulai Resah dan Hati Mulai Luka

Menyikapi UUD 18/8/1945

Rocky Gerung: 3 Rim Karatan di Kabinet Prabowo

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri

Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global

Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama

Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan





No Responses