Hidup di Zaman Hoax

Oleh: Satria Madisa (Kader HMI Cabang Mataram)

Dunia berubah begitu cepat. Zaman berganti rezim. Maklum saja, kemajuan nalar manusia (Iptek) mengharuskan format kehidupan yang fleksibel, elegan, dan praktis. Digitalisasi kehidupan manusia modrn, keniscayaan. Gak bisa dibantah, apalagi digugat. Kita semua dengan ikhlas atau terpaksa harus menjalaninya. Iya, karena menolak harus mengutuk kemajuan zaman dan kembali kemasa purba. Kita jalani saja dengan suka rela. Sembari merawat optimisme.

Era milenial: Era generasi yang disebutkan lahir tahun 1998, merupakan suatu kesepakatan (non formal) untuk menjalani hidup dengan format kemajuan tekhnologi informasi. Biasa disebut era Facebook, Whatsshap, Istagram dan sejenisnya.

Era digital, untuk milenial berwajah ganda. Tergantung bagaimana kita memilih untuk mengarahkan dan memfungsikannya. Keberkahan vis to vis bencana. Bencana yang santer disebut ‘hoax’. Dan keberkahan yang penulis sebut ‘cakap teknologi informasi’.

Serba-Serbi Hoax.

Hoax (berita bohong) kata yang rating penyebutan publik sangat tinggi. Istilah hoax menjamur di media massa. Bermula karena pikiran picik didunia nalar, diviralkan disosial media (media massa), dan meresahkan kehidupan di sosial nyata. Akhirnya nalar publik dipaksa untuk ‘gaduh’.

Literatur tentang hoax banyak kita jumpai di media massa. Secara umum disebut (berita bohong). Tapi secara subtansial, hoax ‘berita bohong yang sengaja diciptakan, disebarluaskan, untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti mempengaruhi opini publik’.

Hoax bukanlah proyeksi era milenial yang ditandai digitalisasi kehidupan manusia. Hoax bisa dilacak dari periodesasi zaman, dilintasan sejarah manusia. Keberadaanya tidaklah baru. Hoax pertama yang berhasil dicatat sejarah ditemui pada 1961. Tepatnya pada kasus Drummer of Tedworth. (kumparan.com).

Bahkan ratusan tahun sebelum Abad ke 17 Intelektual Islam Ibnu Khaldun telah mengingatkan dalam bukunya ‘Muqadimah’ tentang Hoax dengan sebutan (falsehood) kebohongan lewat buku tebal. Menurut Ibnu Khaldun Hoax tidak bisa terhindarkan dari sejarah manusia.

Dewasa ini ‘Hoax’ merupakan fenomena dan fakta kebangsaan yang menjamur diruang publik. Deklarasi #TolakHoax dari berbagai macam instrumen sosial, hukum, dan politik tidak mampu membendung hoax. Disosial media banyak kita temukan berita yang tidak memenuhi kualifikasi sumber dan subtansi, konten berita yang benar, tapi menyesatkan, juga konten berita yang tidak sesuai judul dengan subtansi. Belum lagi akun-akun palsu, dan akun buzzer yang sangat melimpah ruah. Apalagi menjelang pilpres. Facebook saja sudah menghapus 30 Ribu Akun Palsu (kumparan.com). Dan penulis kira, masih sangat banyak, apalagi ditengah benturan opini publik, pengalihan issue, dan kampanye buzzer menjelang pilpres. Tentu kita berharap, Kemkominfo serius untuk memblock akun buzzer secara totalitas, baik dari kubu petahana maupun kubu penantang!. Yang menyebarluaskan hoax.

Related Posts