Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Kita di Indonesia sejak jaman Orde Baru dulu di wanti-wanti atau diingatkan agar menghindari konflik SARA dalam kehidupan berbangsa termasuk dalam pelaksanaan pemilu. Konflik SARA memang sangat serius akibatnya dan penyembuhan sosial nya memerlukan waktu yang lama. Di banyak negara konflik bernuasa SARA ini memecah masyarakat menjadi “Kita” dan “Mereka” antara lain seperti yang terjadi di Rwanda Afrika.
Konflik SARA yang harus kita hindari itu, nampaknya terjadi dan berlangsung di India khususnya dalam masa kampanya pemilu yang dimulai bulan April 2024 dan perhitungan suara pada bulan Juni 2024. Pemilu di India memang melalui beberapa tahap.
Isu konflik SARA di proses pemilihan umum di India ini utamanya tentang mayoritas Hindu yang selalu curiga terhadap minoritas Muslim India yang jumlahnya sekitar 230 juta dari total penduduk India yang 1,4 milyar jiwa. Dalam setiap kampanye yang dilakukan mayoritas Hindu, seringkali orang Islam India menjadi sasaran kritikan keras, yang melakukan itu para politisi dan baru-baru ini tidak tanggung-tanggung perdana menteri India sendiri yang memprovokasi perasaan SARA itu.
Perdana Menteri Narendra Modi itu mendapat kecaman karena menyerukan kiasan anti-Muslim dalam sebuah pidato pada saat ia berkampanye. Berbicara kepada kerumunan besar di sebuah rapat umum di negara bagian barat Rajasthan, pemimpin Partai Bharatiya Janata (BJP) membuat pernyataan kontroversial yang menggambarkan Muslim sebagai “penyusup.” Modi mengatakan bahwa jika partai oposisi utama, Kongres Nasional India, terpilih menjadi penguasa pada akhir pemilihan selama berminggu-minggu, mereka akan mendistribusikan kekayaan secara tidak adil.
“Ketika mereka berkuasa, mereka mengatakan Muslim memiliki hak pertama atas sumber daya. Mereka akan mengumpulkan semua kekayaan Anda dan membagikannya di antara mereka yang memiliki lebih banyak anak,” kata Modi kepada kerumunan pendukung. “Apakah menurut Anda uang hasil jerih payah Anda harus diberikan kepada penyusup? Apakah Anda akan menerima ini?” katanya tentang populasi Muslim India, yang terdiri dari sekitar 230 juta orang itu.
Pernyataan itu tampaknya merujuk pada kiasan berbahaya yang menuduh umat Islam menggusur umat Hindu dengan membangun keluarga besar. Komentar tersebut telah banyak dikritik oleh para pemimpin oposisi dan tokoh Muslim terkemuka dan memicu kemarahan di seluruh dunia.
Saluran TV internasional Al Jazeera menyiarkan berita yang menarik tentang dua sahabat yang dulu akrab sejak kecil, lalu berpisah karena sering bertengkar soal politik di India. Dua sahabat ini bernama Chintu dan Babbu. Chintu meskipun berasal dari kelompok Sikh tapi mati-matian berkampanye untuk partainya Perdana Menteri Modi BJP di kota industri Jamshedpur propinsi Jharkhand India. Chintu mengatakan pada sahabatnya itu bahwa orang Islam itu membahayakan karena mendominasi perdagangan dan nanti-nantinya akan menggeser puak Hindu. Chintu ketika berkampanye di kawasan kumuh membakar emosi masa karena mengatakan bahwa India di kelilingi oleh negara yang bukan Hindu seperti Afghanistan, Pakistan dan Bangladesh. Sementara Babbudari warga Hindu memiliki sikap bahwa semua puak di India apapun latar belakangnya harus bersatu. Dia sedih karena anaknya sendiri meminta dia mencukur jenggotnya karena si anak ini dibully teman-teman sekolahnya bahwa ayahnya berjenggot seperti orang Islam. Babbu berkata pada anak perempuannya itu bahwa bukankah orang selain Islam banyak juga yang berjenggot.
Diakhir tayangan Al Jazeera itu, Babbu dengan perasaan sedih sepertinya mengeluarkan air mata karena berpisah dengan sahabatnya itu karena soal perbedaan politik. Babbu juga menceritakan pada istrinya bahwa banyak teman-temannya di WA grup yang pada keluar dari grup karena perdebatan yang tidak ada titik temunya soal politik.
India adalah negara besar, negara demokrasi kedua di dunia setelah Amerika Serikat dengan jumlah pemilih pada tahun 2024 ini sekitar 970 juta orang; selain itu India dikenal sebagai negara maju dibidang industri, perfilman, banyak CEO level dunia adalah orang India, banyak ahli teknologi informasi misalnya di Silicon Valley California Amerika Serikat adalah orang India, beberapa pemimpin negara adalah keturunan India seperti Perdana Menteri Inggris Risi Sunak.
Namun kedigjayaan diberbagai bidang itu masyarakatnya rentan karena terbelah disebabkan masalah SARA, terutama masalah agama mayoritas dan minoritas.
Editor : Reyna
Artikel sama dimuat di Optika.id
Related Posts
Putusan HAMAS: ICJ menegaskan Israel melakukan genosida, menolak legalisasi permukiman
Laporan: Amazon berencana mengganti pekerja dengan robot
Penjelasan – Mungkinkah inovasi digital membentuk masa depan layanan kesehatan di Afrika?
Kecerdasan buatan akan menghasilkan data 1.000 kali lebih banyak dibandingkan manusia
Serangan Israel menewaskan 42 orang di Gaza karena kedua belah pihak mengatakan pihak lain melanggar gencatan senjata
Iran, Rusia, dan Tiongkok mengirim surat ke PBB yang menyatakan kesepakatan nuklir dengan Teheran telah berakhir
Wapres Afrika Selatan: Mineral kritis di pusat industrialisasi Afrika
Putin dan Netanyahu bahas perkembangan Timur Tengah tentang rencana Trump terkait Gaza
Para ilmuwan menyelidiki bagaimana sel hidup dapat menjadi ‘biokomputer’
Rani Jambak Kincia Aia Tour Canada: Kritik Ekologi dan Semangat Kolektif Warisan Nusantara
No Responses