Oleh: Budi Puryanto
Pemimpin Redaksi
Dalam dinamika politik Indonesia, isu tentang potensi “matahari kembar” sering menjadi sorotan, terutama menjelang Pilpres dan setelah Prabowo terpilih sebagai residen. Istilah ini merujuk pada kekhawatiran akan munculnya dua figur kuat yang bersaing dalam satu koalisi, berpotensi menciptakan friksi internal. Namun, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada fenomena “matahari kembar” antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo dalam peta politik Indonesia.
Prabowo dan Jokowi: Dua kekuatan yang saling melengkapi
Dasco menegaskan bahwa baik Prabowo Subianto maupun Joko Widodo adalah dua tokoh dengan kekuatan politik yang signifikan, namun keduanya tidak berada dalam posisi saling berkompetisi secara langsung. Jokowi, sebagai presiden saat itu yang memiliki basis dukungan yang kuat di masyarakat dan dianggap berhasil dalam memimpin Indonesia selama dua periode. Di sisi lain, Prabowo adalah salah satu kandidat presiden terkuat dalam Pilpres 2024 dengan dukungan luas dari berbagai kalangan, termasuk koalisi besar yang mengusungnya.
Dasco menilai, hubungan antara Prabowo dan Jokowi justru harmonis dan saling melengkapi. Jokowi kerap memberikan sinyal dukungan kepada Prabowo dalam berbagai kesempatan, baik secara eksplisit maupun implisit. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya lebih mengutamakan stabilitas politik nasional dibandingkan persaingan pribadi.
Menghindari Polarisasi Politik
Pernyataan Dasco ini juga mencerminkan upaya Partai Gerindra dan koalisi pendukung Prabowo untuk menghindari polarisasi politik yang berlebihan. Polarisasi yang pernah terjadi dalam Pilpres sebelumnya menjadi pelajaran penting bagi para pemimpin politik. Dengan menghindari narasi “matahari kembar”, Dasco ingin memastikan bahwa masyarakat tetap fokus pada visi dan misi para calon pemimpin, bukan pada isu konflik antartokoh.
Dalam konteks ini, Dasco mengajak masyarakat untuk tidak terjebak dalam spekulasi yang tidak produktif.
Dengan pernyataan ini, Sufmi Dasco memberikan pesan bahwa politik Indonesia harus berjalan dalam kerangka kerja sama, harmoni, dan fokus pada kepentingan rakyat. Hubungan baik antara Prabowo dan Jokowi menjadi contoh bahwa kepemimpinan yang solid dapat mengatasi berbagai tantangan bangsa tanpa harus menciptakan konflik internal.
Pernyataan Dasco tentang tidak adanya “matahari kembar” menggambarkan peta politik yang lebih dewasa, di mana kekuatan dua tokoh besar seperti Prabowo dan Jokowi dapat bersinergi demi kemajuan Indonesia. Ini adalah harapan bagi masyarakat Indonesia untuk melihat proses demokrasi yang sehat dan berorientasi pada kepentingan bersama.
Kehadiran Gibran
Dasco berkali-kali menekankan bahwa Prabowo dan Jokowi adalah dua figur yang memiliki hubungan politik dan pribadi yang erat. Jokowi, sebagai presiden yang masih menjabat (saat itu), menunjukkan dukungannya kepada Prabowo dengan berbagai pernyataan yang bersifat mendukung serta kesediaannya untuk memberikan ruang bagi keberlanjutan kepemimpinan yang stabil.
Kehadiran Gibran sebagai Calon Wakil Presiden dari koalisi yang mengusung Prabowo memperkuat sinyal bahwa hubungan kedua tokoh ini lebih bersifat sinergis daripada kompetitif. “Kita melihat bahwa keberadaan Gibran justru akan memperkuat soliditas dan kesinambungan visi Jokowi di masa depan, tanpa harus menimbulkan bayang-bayang matahari kembar,” ujar Dasco.
Istilah “matahari kembar” merujuk pada potensi adanya dua pusat kekuatan yang dapat menciptakan ketegangan dalam satu poros pemerintahan. Namun, Dasco dengan tegas menyatakan bahwa skenario seperti itu tidak relevan dalam konteks Prabowo dan Jokowi. Kehadiran Gibran justru dipandang sebagai simbol regenerasi dan representasi politik generasi muda yang sejalan dengan visi pembangunan Prabowo Subianto.
Dasco juga menegaskan bahwa Prabowo memiliki pengalaman dan kapasitas kepemimpinan yang matang untuk menjadi figur sentral, sementara Gibran, sebagai tokoh muda, akan melengkapi dengan ide-ide segar yang tetap berakar pada fondasi yang telah dibangun Jokowi.
Pesan Dasco: Fokus pada Stabilitas dan Kepentingan Rakyat
Pernyataan ini sekaligus menjadi respons atas kekhawatiran sebagian pihak yang melihat keberadaan Gibran sebagai wakil presiden berpotensi memunculkan bayang-bayang dominasi Jokowi di pemerintahan Prabowo. Dasco menegaskan bahwa kepemimpinan yang dirancang koalisi ini berorientasi pada stabilitas politik dan kesinambungan pembangunan.
“Kita harus melihat ini sebagai bentuk kerja sama antar generasi, bukan sebagai ancaman. Tidak ada ruang untuk persaingan di antara mereka karena fokus utama adalah melanjutkan pembangunan dan kesejahteraan rakyat,” ujar Dasco.
Dengan menegaskan tidak adanya “matahari kembar,” Dasco ingin memastikan masyarakat bahwa kehadiran Gibran sebagai calon wakil presiden tidak akan menciptakan konflik kepemimpinan antara Jokowi dan Prabowo. Sebaliknya, ini adalah bukti bahwa politik Indonesia sedang bergerak menuju pola kerja sama yang lebih harmonis, di mana keberlanjutan pembangunan dan regenerasi kepemimpinan menjadi prioritas utama.
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
BACA JUGA:
#Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (Bagian 12): Kerja kolektif bukan kerja individu
Related Posts
Skandal Tirak: Dinasti Narkoba di Balik Kursi Perangkat Desa Ngawi
Studi iklim menunjukkan dunia yang terlalu panas akan menambah 57 hari superpanas dalam setahun
Pendulum Atau Bandul Oligarki Mulai Bergoyang
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
“Perang” terhadap mafia dan penunjukan strategis: Analisis Selamat Ginting
20 Oktober: Hari yang Mengubah Lintasan Sejarah Indonesia dan Dunia
Vatikan: Percepatan perlombaan persenjataan global membahayakan perdamaian
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Api di Ujung Agustus (Seri 31) – Bayangan Kudeta Makin Nyata
Hashim Ungkap Prabowo Mau Disogok Orang US$ 1 Miliar (16,5 Triliun), Siapa Pelakunya??
No Responses