Harimau , Katak dan Naga : Dilema Kepemimpinan Ketika Rakyat Melawan

Harimau , Katak dan Naga : Dilema Kepemimpinan Ketika Rakyat Melawan
Isa Ansori

Oleh: M. Isa Ansori
Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya

Prabowo Subianto, sang “harimau”, kini berada di puncak kekuasaan. Sosoknya selama ini dipuja sebagai simbol kekuatan dan keberanian. Namun, di hadapannya berdiri dua kekuatan besar yang menjadi ujian sejati kepemimpinannya: “katak” yang melambangkan Jokowi, dan “9 naga” yang mewakili para oligarki yang telah lama mencengkeram negeri ini. Dalam mitologi politik Indonesia, tiga simbol ini tengah memainkan drama besar, dengan rakyat sebagai penonton sekaligus korban.

Harimau di Persimpangan

Harimau dikenal sebagai hewan yang kuat, penuh kharisma, dan siap memangsa siapa saja yang mengancam wilayah kekuasaannya. Namun, harimau juga dikenal licin, berhati-hati, dan kadang terlalu lama menunggu momen yang tepat. Di atas singgasana presiden, Prabowo dihadapkan pada dilema besar: apakah ia akan menerkam katak dan naga yang selama ini menopang kekuasaannya, ataukah ia memilih untuk tetap jinak, berkompromi demi menjaga stabilitas politiknya?

Dalam simbolisme ini, Prabowo adalah harimau yang kini berjalan di atas tali tipis. Ia memiliki potensi untuk mencabik-cabik katak dan naga yang telah menjarah hak rakyat, tetapi apakah keberaniannya akan mampu melawan kenyataan bahwa ia juga “dipelihara” oleh mereka? Harimau yang memilih untuk jinak bukanlah harimau sejati—ia hanya menjadi simbol kosong, sekadar pelengkap dalam teater oligarki.

Katak yang Licik

Sementara itu, katak, simbol Jokowi, menggambarkan kelicikan dan kemampuan bertahan di lingkungan yang keras. Katak mungkin kecil, tetapi suaranya nyaring. Jokowi, dengan segala pencitraannya, telah lama menjadi wajah rakyat kecil, meskipun di belakang layar ia justru membangun jalan bagi para naga untuk menguasai negeri ini. Kasus reklamasi pagar laut dan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di Tangerang adalah bukti nyata. Proyek ini, yang diklaim sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), tidak lain adalah manifestasi dari bagaimana katak memanfaatkan posisinya untuk melayani naga, sementara rakyat yang tergerus dampaknya hanya dianggap angin lalu.

9 Naga yang Rakus

Di atas katak berdiri naga-naga besar. Oligarki ini adalah kekuatan maha dahsyat yang menguasai ekonomi, politik, dan sumber daya alam Indonesia. Mereka tak terlihat, tetapi mencengkeram kuat setiap aspek kehidupan bangsa. 9 naga ini tidak sekadar simbol kerakusan, tetapi juga pengingat bahwa kekuasaan sejati di negeri ini tidak berada di tangan pemimpin yang dipilih rakyat, melainkan pada para penguasa bayangan yang terus melanggengkan dominasi mereka atas nama pembangunan dan kemajuan.

Perlawanan Rakyat yang Heroik

Namun, di tengah kegelapan ini, ada sinar terang: rakyat. Mereka adalah simbol heroisme sejati, yang kini mulai bangkit melawan kekuatan katak dan naga. Perlawanan rakyat terhadap proyek reklamasi pagar laut dan PIK 2 adalah bukti bahwa harapan masih ada. Meski kecil dibandingkan kekuatan naga, suara rakyat semakin lantang, menuntut keadilan dan kedaulatan yang selama ini dirampas.

Harimau, jika ia benar-benar ingin dikenang sebagai pemimpin sejati, harus mendengar suara rakyat dan menunjukkan taringnya. Tetapi jika ia memilih berdiam diri, maka ia tak lebih dari harimau jinak yang dipelihara oleh katak dan naga. Pilihan ini bukan sekadar pertarungan politik; ini adalah pertarungan moral, antara melayani rakyat atau terus menjadi boneka oligarki.

Satire Kepemimpinan

Drama ini sejatinya adalah potret tragis Indonesia hari ini. Harimau yang kuat justru terlihat seperti singa sirkus yang kehilangan insting liarnya, hanya bergerak sesuai aba-aba katak yang licik dan naga yang rakus. Sementara itu, rakyat yang seharusnya dilindungi justru menjadi mangsa yang diperebutkan.

Jika Prabowo memilih untuk berkompromi, maka rakyat berhak bertanya: Apakah harimau ini benar-benar pemimpin, atau hanya seekor kucing besar yang nyaman tidur di pangkuan naga? Saat ini, rakyat menunggu apakah harimau akan benar-benar menerkam atau sekadar mengeong. Sejarah sedang menunggu jawabannya, dan rakyat, dengan segala keberanian mereka, tidak akan berhenti berjuang untuk memastikan keadilan benar-benar ditegakkan. Jangan sampai semangat timbul tenggelam bersama rakyat hanyalah sebuah lagu dengan nada indah tapi sumbang ditelinga rakyat

Surabaya , 29 Januari 2025

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K