D. Urgensi Panji Tauhid Bagi Suatu Komunitas
Bendera bagi suatu bangsa merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan suatu komunitas, organisasi, hingga negera bangsa tertentu. Bendera merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Sebagai sebuah simbol, makas seringkali bendera itu sebagai lambang harga diri. Menghinanya, menistakannya sama saja dengan menistakan harga diri pemilik bendera tersebut. Setelah masa-masa ekspansi dari daulah Islam berakhir (dengan runtuhnya kekhalifahan Utsmani 3 Maret 1924), simbol-simbol menyerupai rayah dan liwa’ kembali muncul. Banyak kelompok dan ormas yang menggunakan simbol tersebut sebagai lambang organisasinya. Namun, apakah hal ini diperkenankan?
Secara yuridis sebenarnya tidak ada larangan bagi satu kelompok untuk memakai simbol rayah dan liwa’. Namun dari sisi moral agama, jika tujuannya untuk menipu atau mengecoh umat Islam, tentu itu jelas haram. Bahkan ada yang mensinyalir, kelompok-kelompok ekstremis, seperti Islamic State of Irak and Suriah (ISIS), menggunakan rayah dan liwa’ untuk menipu umat Islam. Hal itu dibuktikan dengan perbuatan mereka yang tidak sesuai dengan slogan yang mereka usung. Penggunaan rayah dan liwa’ hanya sekadar propaganda untuk menarik simpati umat Islam.
Demikian juga tentang fungsi rayah dan liwa’ sebagai bendera umat Islam. Menurut Ali Mustafa, tidak ada dalil kuat yang bisa mengklaim begitu saja bahwa liwa’ merupakan bendera umat Islam. Menurutnya, Islam bukan bendera, melainkan keyakinan. Keberadaan rayah dan liwa’ pada zaman Rasulullah sallallahu alaihi wasallam hanya sebagai tanda. Benarkah pendapat itu? Kita simak sejarah perang Nabi, bagamana pengorbanan Mush’ab bin Umair dalam mempertahankan bendera perang?
Dalam Perang Uhud, Mush’ab bin Umair adalah salah seorang pahlawan dan pembawa bendera perang. Ketika situasi mulai gawat karena kaum Muslimin melupakan perintah Nabi, maka ia mengacungkan bendera setinggi-tingginya dan bertakbir sekeras-kerasnya, lalu maju menyerang musuh. Targetnya, untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah SAW.
Dengan demikian ia membentuk barisan tentara dengan dirinya sendiri. Tiba-tiba datang musuh bernama Ibnu Qumaiah dengan menunggang kuda, lalu menebas tangan Mush’ab hingga putus, sementara Mush’ab meneriakkan, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul. Maka Mush’ab memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mush’ab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya ke dada sambil berucap, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul.”
Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mush’ab pun gugur, dan bendera jatuh. Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada. Rasulullah bersama para sahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad Mush’ab, bercucuranlah dengan deras air matanya. Tak sehelai pun kain untuk menutupi jasadnya selain sehelai burdah. Andai ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan di kakinya, terbukalah kepalanya. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan kakinya tutuplah dengan rumput idzkhir!”
Kemudian sambil memandangi burdah yang digunakan untuk kain penutup itu, Rasulullah berkata, “Ketika di Makkah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadanya. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah.” Setelah melayangkan pandang, ke arah medan laga serta para syuhada, kawan-kawan Mush’ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru, “Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari kiamat, bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi Allah!”
E. Bendera (kalimat) Tauhid Dalam Sejarah Nusantara
Ada banyak bukti yang secara historis membuktikan bahwa Panji berupa bendera Tauhid bukanlah barang yang asing bagi masyarakat Indonesia. Pemakaian itu terjadi baik pada masa kerajaan dahulu hingga zaman menjelang dan sesudah kemerdekaan. Berikut ini adalah beberapa bukti tersebut:
(1) Konon, lambang kerajaan Samudra Pasai ini dirancang oleh Sultan Zainal Abidin yang kemudian disalin ulang oleh Teuku Raja Muluk Attahashi bin Teuku Cik Ismail Siddik Attahasi. Hanya saja, pada setiap bagiannya dari kepala, sayap, hingga kaki dipenuhi tulisan-tulisan arab. Tulisan tersebut berisikan kalimat basmallah dan kalimat tauhid.
(2) Kesultanan Cirebon juga memiliki bendera dengan kalimat tauhid di dalamnya. Bendera Macan Ali namanya. Pada bendera kasultanan Cirebon tersebut mempuat sejumlah kalimat seperti basmalah, surat Al Ikhlas, hingga kaimat tauhid yang membentuk seperti macan.
(3) Sementara kesultanan Tidore juga memiliki bendera dengan kalimat tauhid di dalamnya. Bendera kasultanan Tidore pada 1890 tersebut berwarna kuning dengan tulisan kalimat tauhid di bagian atas berwarna merah.
(4) Hal yang sama juga digunakan di kesultanan Inderapura di Sumatra Barat. Pada lambang kesultanan ini juga memuat kalimat tauhid di dalamnya. Kesultanan ini mempunyai lambang lingkaran bertuliskan kalimat syahadat yang diapit oleh dua singa dan naga pada tiap sisinya. Selain itu mempunyai mahkota bertuliskan lafaz Allah dan Muhammad. Kesultanan yang berada di pesisir selatan Sumatra Barat itu telah berdiri pada 1347.
(5) Bendera dengan kalimat tauhid juga dimiliki oleh laskar Hizbullah yang kemudian membentuk TNI. Tak hanya dalam bentuk bendera, pada atribut laskar hizbullah lainnya seperti emblem atau pin juga menyertakan kalimat tauhid.
(6) Foto bendera dengan kalimat tersebut misalnya menjadi salah satu bendera yang dipakai Kesultanan Aceh. Pemakaian kalimat tauhid menandakan betapa pentingnya kalimat tauhid dalam sejarah bangsa kita. Heroism dalam perlawanan jihad fi sabilillah rakyat Aceh tentu bagian penting dari perjuangan kemerdekaan Indonesia
(7) Tak hanya laskar Hizbullah, Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh Samanhudi juga menggunakan lambang yang memuat kalimat tauhid di dalamnya. Pada lambang organisasi yang dibentuk 1905 itu membuat kalimat tauhid pada bagian bulan sabitnya.
F. Bendera (kalimat) Tauhid Sebagai Simbol Persatuan Umat
Suatu komunitas apalagi suatu bangsa memiliki cara untuk menunjukkan bahwa mereka, para anggotanya berhimpun menjadi satu dan memiliki persamaan pendapat (ijtima’ kalimatihim) dan juga persatuan hati mereka (ittihadi qulubihim). Tanda untuk semua itu adalah PANJI dalam bentuk BENDERA. Inilah makna tersembunyi dari balik suatu bendera.
Terkait polemik bendera, perlu disebutkan bahwa kini tak ada larangan dari pemerintah jika ada pihak yang mengibarkan bendera berkalimat tauhid. Yang tidak boleh jika bendera ada logo Hizbut Tahrir Indonesia–ormas yang sudah dibubarkan oleh pemerintah. Bagaimana kita akan menggunakan dan memaknai bendera tauhid, sangat tergantung dengan literasi yang telah kita kuasai. Umat Islam termasuk PARA SANTRI di Indonesia merupakan komunitas yang berpotensi untuk memperbaiki dan menyokong peradaban baru yang hendak dibangun untuk rahmatan lil ‘alamiin.
F. Penutup
Santri dan bendera tauhid tidak dapat dipisahkan. Keduanya bagaikan dua sisi dari satu mata uang. Nasionalisme yang dianut Indonesia memang boleh tetap diperjuangkan karena eksistensi kita kini memang di Indonesia. Namun, menista bendera tauhid dengan menghadap-hadapkannya versus bendera Merah Putih bukanlah langkah cerdas menanamkan nasionalisme dan menjunjung tinggi slogan Bhinneka Tunggal Ika apalagi soal demokrasi. Kita beragam komunitas, dan semua komunitas boleh memiliki panji, antara lain berupa bendera.
Jadi, di negeri dengan pluralitas ini mustahil yang berkibar hanya Bendera Merah Putih dan melarang kepemilikan serta pengibaran bendera lainnya. Partai politik, ormas, kampus bahkan setiap pemerintah daerah juga memiliki dan mengibarkan bendera masing-masing. Bendera Merah Putih adalah lambang sekaligus bendera negara, sedangkan panji lainnya adalah lambang komuntas yang juga harus dihargai. Yang terpenting adalah bagaimana menempatkan keduanya secara proporsional dan sesuai dengan protokol penghargaan dan penghormatan bendera. Disarankan semua santri membaca UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, agar tidak gagal paham.
Tabik…!!!
Semarang, Senin: 26 Oktober 2020
EDITOR : SETYANEGARA
Tags:Related Posts
“Perang” terhadap mafia dan penunjukan strategis: Analisis Selamat Ginting
20 Oktober: Hari yang Mengubah Lintasan Sejarah Indonesia dan Dunia
Vatikan: Percepatan perlombaan persenjataan global membahayakan perdamaian
Hashim Ungkap Prabowo Mau Disogok Orang US$ 1 Miliar (16,5 Triliun), Siapa Pelakunya??
Pembatasan ekspor Mineral Tanah Jarang Picu Ketegangan Baru China-AS
Penggunaan kembali (kemasan) dapat mengurangi emisi hingga 80%, kata pengusaha berkelanjutan Finlandia di Forum Zero Waste
Bongkar Markup Whoosh – Emangnya JW dan LBP Sehebat Apa Kalian
Kinerja Satu Tahun Presiden Prabowo dalam Perspektif Konstitusi
Ketegangan antara Kapolri dan Istana: Dinamika di Balik Penundaan Tim Reformasi Kepolisian
Purbaya vs Luhut: Ketegangan di Balik Kebijakan Fiskal dan Investasi
แทงบอลออนไลน์กับเว็บชื่อดังอย่าง LSM99October 29, 2024 at 8:38 am
… [Trackback]
[…] Information on that Topic: zonasatunews.com/nasional/ada-apa-dengan-bendera-tauhid-santri-apa-yang-merasukimusedikit-menyoal-film-flag-merah-putih-vs-radikalisme/ […]
Buy Golden Teacher MushroomsDecember 15, 2024 at 9:24 am
… [Trackback]
[…] Find More here to that Topic: zonasatunews.com/nasional/ada-apa-dengan-bendera-tauhid-santri-apa-yang-merasukimusedikit-menyoal-film-flag-merah-putih-vs-radikalisme/ […]
why not look hereFebruary 3, 2025 at 12:38 am
… [Trackback]
[…] Read More on to that Topic: zonasatunews.com/nasional/ada-apa-dengan-bendera-tauhid-santri-apa-yang-merasukimusedikit-menyoal-film-flag-merah-putih-vs-radikalisme/ […]